Rabu, 15 Agustus 2012

CINTA dari sudut pandang PSIKOLOGI

Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari manusia. Sudah lama tertarik dengan konsep cinta (misalnya Eric Fromm dan Maslow) karena manusia satu-satunya makhluk yang dapat merasakan cinta. Hanya saja masalahnya, sebagai sebuah konsep, cinta sedemikian abstraknya sehingga sulit untuk didekati secara ilmiah.

Seorang psikolog, Kelley, membagi cinta menjadi tiga yaitu: 
1. Cinta karena nafsu.
Cinta jenis ini cenderung tak terkontrol karna hubungan antara dua orang yang atas nama cinta ini dikuasai oleh emosi yang berlebihan. Di sini istilah cinta buta berlaku. 
2. Cinta Pragmatis.
Pada cinta jenis ini ada keseimbangan antara suka dan duka, atau ada hubungan timbal balik. Sepasang insan cenderung dapat mengontrol perasaannya. 
3. Cinta altruistic. 
Nah, cinta yang ini biasanya dimiliki oleh ibu untuk anaknya. Biasanya disertai kasih sayang tak terbatas. 

Sedangkan menurut Erich Fromm, seorang psikoanalis, cinta hanyalah memberi. Memberi adalah ungkapan kemampuan atau potensi yang paling tinggi. Dengan melihat orang yang dicintai bahagia tumbuh dan berkembang secara fisik, psikis, dan spiritual, maka kita pun akan bahagia. Bahagia semacam ini muncul karena kita merasa mampu dan berarti bagi orang lain. Menurut Fromm, cinta yang bersifat take and give, bukanlah cinta sejati, tetapi cinta dagang. 

Pengorbanan waktu dan energi menjadi ciri cinta rasional. Fromm menjelaskan bahwa ada beberapa unsur cinta: 
1. Care atau peduli.
Kalau kita mencintai seseorang, kita harus menaruh perhatian serius pada kebahagiaan dan perkembangan pribadinya 
2. Bertanggung jawab. 
Artinya, siap memenuhi kebetuhan psikis orang yang dicintai dan membuatnya bahagia 
3. Respect atau hormat. 
Maksudnya, kita mampu memandang dan menerima orang yang kita cintai dengan apa adanya, kebaikan maupun keburukannya. Kebanyakan orang beranggapan bahwa mencintai seseorang berarti minta orang itu memiliki kepribadian dan perilaku seperti yang kita inginkan dan menuruti segala keinginan kita. Hubungan cinta yang ideal itu tidak saling bergantung dan mengeksploitasi. Masing-masing mandiri, namun pada saat yang sama dapat saling memberi, saling mendukung, dan saling memperkembangkan. 

Sekarang kita pilih teori seorang psikolog, Robert Sternberg, yang telah berusaha untuk menjabarkan cinta dalam konteks hubungan antara dua orang. Menurut Sternberg, cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat, dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan kekuasaan, misteri, permainan, dan sebagainya. Kisah setiap orang berasal dari "scenario" yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita, dan sebagainya. Kisah ini biasanya memperngaruhi perang bagaimana dia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan. 

Sternberg terkenal dengan teorinya tentang Triangular Theory of Love. Segitiga cinta itu memiliki komponen: 
1. Keintiman (intimacy) 
2. Gairah (passion) 
3. Komitmen (commitment) 

Keintiman adalah elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust), dan keinginan untuk membina hubungan. Ciri-cirinya antara lain, seseorang akan merasa dekat dengan seseorang, senang bercakap-cakap dengannya sampai waktu yang lama, merasa rindu bila lama tak bertemu, dan ada keinginan untuk bergandengan tangan atau saling merangkul bahu.
Gairah adalah elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam yang bersifat seksual. 
Komitmen adalah elemen kognitif, berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan kehidupan bersama. 

Menurut Stenberg, setiap komponen itu pada setiap orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya tinggi di gairah, tapi rendah di komitmen. Sedangkan cinta yang ideal adalah apabila ketiga komponen itu berada dalam proporsi yang sesuai pada waktu yang tertentu. Misalnya pada tahap awal hubungan, yang paing besar adalah komponen keintiman. Setelah keintiman, berlanjut pada gairah yang lebih besar (dalam beberapa budaya), disertai dengan komitmen yang lebih besar. Misalnya melalui pernikahan. 

Yang perlu diwaspadai adalah bahwa cinta dalam sebuah hubungan ini tidak selalu berada dalam konteks perkawinan. Pola-pola proporsi ketiga komponen ini dapat membentuk berbagai macam tipe hubungan. Sehingga dari ketiga komponen cinta di atas, dapat membentuk delapan kombinasi jenis cinta sebagai berikut: 
1. Nonlove
Sama sekali tak ada gairah yang timbul. Biasanya hubungan dengan orang dalam lingkungan sehari-hari karena interaksinya hanya bersifat sepintas saja, tidka memiliki komponen gairah, keintiman, dan komitmen. 
2. Liking
Sebagai salah satu komponen emosi, yang ada adalah perasaan suka, bukanlah cinta, hanya memiliki komponen keintiman. Hanya intim saja, dekat dan merasa nyaman bersamanya. Juga akan timbul perasaan merasa cocok, nyambung bila diajak ngobrol, dan selalu merasa mendapatkan keuntungan bila bersama dengannya. Tapi sama sekali tidak ada gairah atau bahkan malah komitmen. Hanya suka saja, bukan sebagai cinta. 
3. Infatuation Love
Gairah yang timbul tanpa keintiman dan komitmen, biasanya cinta yang terjadi pada pandangan pertama. Nah, bila anda termasuk orang yang susah menjaga pandangan mata, maka akan sangat berpeluang menderita cinta jenis ini. Ada mungkin akan terngiang-ngiang dengan warna jilbabnya, ataupun bening wajahnya. Semuanya karena cinta pada pandangan pertama 
4. Empty Love
Ada unsur komitmen tetapi kurang intim dan kurang gairah. Hubungan yang lama akan semakin membosankan. Biasanya terjadi pada suami-istri yang tidak bisa menjaga keharmonisan, kemesraan bersama pasangannya. Mereka hanya bertahan karena aspek komitmen menjaga pernikahan tetap utuh, tapi keintiman mereka semakin menipis, gairah mereka pun semakin berkurang dari hari ke hari. Cinta jenis ini berbahaya, karena menyimpan bom waktu. Lam kelamaan apa yang dijalani serasa hambar bak masakan tanpa garam. Hidup jadi terasa kering dan tidak lagi bisa dinikmati. 
5. Romantic Love
Hubungan intim yang menggairahkan tetapi kurang komitmen sehingga pasangan yang jatuh cinta romantis ini terbawa secara fisik dan emosi, tetapi tidak mengharapkan hubungan jangka panjang. Cinta jenis ini harus dihindari karena hanya dimotivasi oleh perasaan syahwat saja. Hubungan intim yang dijalani hanya sebatas perasaan ingin menikmati fisik, ingin merasa aman secara emosi tapi tidak mau diikat oleh ikatan pernikahan. Dia tidak ingin dikekang oleh satu wanita, tapi dia bisa ke mana saja mengumbar cintanya. Inilah mungkin yang kemudian mendorong orang untuk memilih kumpul kebo, hidup seatap dengan non mahram tanpa ikatan pernikahan. 
6. Companionate Love
Hasil dari komponen keintiman dan komitmen tanpa adanya gairah cinta. Dalam perkawinan yang lama, tidak akan menggairahkan secara fisik lagi. Hubungan cinta jenis ini adalah hubungan ketika sebuah pasangan suami istri tidak lagi menjadi gairah sebagai unsur utama jalinan kasih sayang mereka. Tapi lebih pada melanggengkan hubungan yang nyaman, saling menguatkan, dan memberi dukungan hidup. Fisik yang tidak lagi menarik, tidaklah menjadi sesuatu yang salah atau bahkan dicela. Namun, justru itu menjadi sesuatu yang alami dan harus dijalani. Karena cinta mereka tidak lagi butuh gairah yang menyala-nyala, cukup dengan rasa intim dan komitmen saja. 
7. Fatous Love
Mempunyai gairah dan komitmen tetapi kurang intim, di mana cinta ini sulit dipertahankan karena kurang adanya aspek emosi. Cinta jenis ini sangat labil. Mudah diterpa godaan dan juga mudah disapu angina topan. Kekurangintiman bisa disebabkan banyak hal, salah satunya mungkin pada aspek banyaknya ketidakcocokan antara kedua belah pihak. Kalau anda pasangan pengantin baru, dan baiknya sesi tahun pertama digunakan untuk lebih mengenal pasangan anda. 
8. Consummate Love
Yaitu cinta yang tersusun atas komponen keintiman, gairah, dan komitmen. Cinta ini komplit, lengkap, dan paling sempurna. Ketiga unsurnya telah bersatu dan menjadi sebuah kekuatan tersendiri. Psangan suami istri yang memiliki cinta jenis ini akan mendapatkan keindahan cinta. Tapi bukan berarti tidak ada persoalan atau konflik. Konflik tetap saja ada, namun hanya berbeda pada aspek solusinya saja. 

Walau sudah pernah jatuh cinta, belum tentu kita bisa menjelaskan “cinta” dengan baik. Tiap orang memang punya penghayatan yang berbeda beda. Tapi, tahu enggak, mengenali “cinta” adalah salah satu cara untuk mengenali diri? Waktu perkenalan kita dengan cinta ketika kita deg degan saat bertemu seorang cowok/cewek. Lalu, pada saat kita bersedia mengorbankan kepentingan diri untuk kepentingan si cowok/cewek itu, cinta mulai berperan. Cinta dapat membuat orang menjadi bijak, arif, dan progresif, namun sebaliknya juga bisa membuat orang linglung, menderita, atau sedih berkepanjangan. Semuanya sangat tergantung penghayatan seseorang terhadap pengalaman cintanya. 

Seorang psikolog, Kelley, membagi cinta menjadi tiga yaitu: 
1). Cinta karena nafsu. Cinta jenis ini cenderung tak terkontrol karena hubungan antara dua orang yang atas nama cinta ini dikuasai oleh emosi yang berlebihan. Di sini istilah cinta buta berlaku. 
2). Cinta pragmatis. Pada cinta jenis ini ada keseimbangan antara rasa suka dan duka, atau ada hubungan timbal balik. Sepasang insan ini cenderung dapat mengontrol perasaannya. 
3). Cinta altruistik. Nah cinta yang ini biasanya dimiliki oleh ibu untuk anaknya. Biasanya disertai kasih sayang tak terbatas. 

Cinta yang asik itu kalau emosi dan rasio kita “berteman”. Memang, sih, untuk bisa sampai ke sana tidak mudah. Tapi, sebenarnya seperti apa sih cinta emosional itu? Ini, nih, ciri cirinya:
1. Adanya perasaan yang kuat atau terus menerus (biasanya) kepada lawan jenis. Perasaan ini begitu kuatnya sehingga waktu dan energi habis habisan dicurahkan untuk memikirkan si pacar. 
2. Adanya egoisme. Kita begitu menggebu, perasaan begitu senang, bahagia, karena melihat sang kekasih begitu sempurna. Pas dengan bayangan kita. Jadi, kita mencintainya karena dia bisa memenuhi kebutuhan kita. Dia bisa bak putri atau pangeran dalam imajinasi kita. Dengan demikian, cinta itu mudah luntur ketika si pacar bertindak atau bersikap yang tak sesuai dengan tipe ideal kita. Cinta emosional ini kadang juga disebut “cinta romantis”, cinta yang bak dongeng. “Musuh” dari cinta emosional ini adalah rutinitas. Aktivitas yang itu itu lagi membuat cinta dongeng itu melempem karena bosan atau jenuh. Selain itu, cinta emosional juga mengandung unsur erotik (berasal dari kata “eros” yang berarti dorongan seksual). Biasanya, sih, cinta model begini dianggap tidak “mantap” jika dijalani tanpa sentuhan fisik. 

Nah, cinta yang asyik akan muncul bila kadar emosi itu “ditemani” oleh cinta rasional. Akal pikiran atau rasio jadi ciri cinta jenis ini. Dahsyatnya, orang yang punya cinta rasional tak mementingkan cintanya terbalas atau tidak karena yang lebih penting adalah memberi tanpa syarat/pamrih. 

Menurut Erich Fromm, seorang psikoanalis amrik, cinta hanyalah memberi. Memberi adalah ungkapan kemampuan atau potensi yang paling tinggi. Dengan melihat orang yang dicintai bahagia tumbuh dan berkembang secara fisik, psikis dan spiritual, maka kita pun akan bahagia. Bahagia semacam ini muncul karena kita merasa mampu dan berarti bagi orang lain. Menurut Fromm, cinta yang berprinsip take and give bukanlah cinta sejati, tetapi cinta dagang. Pengorbanan waktu dan energi menjadi ciri cinta rasional. 

Fromm menjelaskan bahwa ada beberapa unsur cinta: 
1. Care/peduli, kalau kita mencintai seseorang, kita harus menaruh perhatian serius pada kebahagiaan dan perkembangan pribadinya. 
2. Bertanggung jawab. Artinya, siap memenuhi kebutuhan psikis orang yang dicintai dan membuatnya bahagia. 
3. Respect/hormat. Maksudnya, kita mampu memandang dan menerima orang yang kita cintai dengan apa adanya. Paket lengkap: kebaikan maupun keburukannya. Kebanyakan orang beranggapan bahwa mencintai seseorang berarti meminta orang itu memiliki kepribadian dan perilaku seperti yang kita inginkan dan menuruti segala keinginan kita. Hubungan cinta yang ideal itu tidak saling bergantung dan tidak saling mengeksploitasi. Masing masing mandiri, namun pada saat yang sama dapat saling memberi, saling mendukung, dan saling memperkembangkan. 

Tanda-tanda cinta 
Cinta merupakan hal yang sangat subyektif, satu orang dengan orang lainnya akan memaknai secara berbeda. Namun, ada tanda tanda umum yang menunjukkan adanya perasaan cinta: 
1. Ada unsur ketertarikan atau kekaguman. Biasanya cinta didahului rasa ketertarikan dan kekaguman, baik itu karena tampilan fisik, karakter, sifat, kemampuan, dan hal hal yang bersifat materi. Tiap orang juga punya daya tarik yang berbeda. 
2. Selalu teringat pada orang yang dicintainya, baik fisik, tingkah laku, maupun interaksi yang pernah terjadi. 
3. Adanya pengorbanan. Perasaan cinta menimbulkan perasaan ingin berbuat apa saja yang dapat menyenangkan atau membahagiakan orang yang kita cintai. Tapi, perlu diingat bahwa pengorbanan tidak berarti “penyerahan diri” (merendahkan diri, mengabdi, merelakan diri untuk diperlakukan apa pun). 
4. Ada ketertarikan seksual. Ketertarikan seksual ini diwujudkan dalam bentuk keinginan untuk dekat secara fisik (ingin terus bertemu), muncul perasaan rindu, keinginan untuk disentuh, dibelai, dicium, dan sebagainya. 

Cinta pada pandangan pertama 
Cinta pada pandangan pertama itu baru tahap jatuh cinta atau pesona pada ketertarikan fisik saja. Cinta seperti itu digolongkan dalam passionate love yang ditandai oleh rasa rindu yang hebat untuk bertemu. Berbeda true love yang lebih dewasa, sangat jauh dari emosi yang menggebu gebu dan merupakan perpaduan antara rasa kasih sayang yang mendalam, pengertian, komitmen, dan keintiman. Ketertarikan atau pesona pada pandangan pertama bisa saja kemudian berubah dan berkembang menjadi true love setelah diikuti dengan proses berikutnya, yaitu perkenalan dan penjajakan. 

Beda cinta dan sayang 
Sebetulnya kedua hal ini adalah bagian yang berkaitan dengan perasaan, afeksi, dan emosi dalam kehidupan manusia. Keduanya adalah bagian penting yang dapat menenteramkan perasaan manusia. Hanya saja, masyarakat membedakan “cinta” itu untuk lawan jenis (cewek/cowok) dan “sayang” itu berlaku umum (ortu, saudara, teman, atau sahabat). Jika pembagiannya demikian, cinta itu mengandung unsur erotis atau gairah, sementara rasa sayang umumnya tidak mengandung erotis atau passion. 

Dampak cinta bagi kita 
Cinta memiliki dampak positif dan negatif dalam kehidupan kita . Oleh karena itu, cinta sebetulnya membutuhkan kematangan agar cinta dapat bermakna positif bagi kehidupan kita. 
1. Banyak problema cinta yang cenderung menguras energi dan emosi kita seperti: putus, naksir sepihak, ngelaba alias selingkuh, dan konflik dengan pacar atau ortu. Pengalaman ini bisa mendukung kita menjadi lebih matang, atau malah sebaliknya jika belum siap, bisa menyebabkan kita menjadi kurang produktif seperti melamun, malas bergaul, prestasi menurun, dan sebagainya. 
2. Perasaan cinta bisa mendukung perubahan perilaku yang progresif. Cinta kadang kadang dapat memotivasi kita untuk bertingkah laku lebih baik, misalnya seseorang yang tadinya malas belajar jadi rajin belajar, rajin gaul, dan ikut aktivitas positif lainnya. 
3. Sebaliknya, perasaan cinta juga dapat membuat seseorang malah menunjukkan perilaku yang regresif, ketergantungan pada orang lain, atau melakukan hal hal negatif yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Misalnya mulai berani berbohong sama ortu dan sebagainya. 
4. Belajar mengenal dan menerima orang lain dalam kehidupan pribadi. 
5. Jika tak kuat iman, kita bisa terjebak melakukan hubungan seksual sebelum waktunya. 
6. Banyak berfantasi (melamun) yang jika dilakukan berlebihan merupakan tindakan memanjakan diri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading :)