Kamis, 27 Maret 2014

SOMEDAY

Alam. Apa yang manusia bisa lakukan untuk sebentar saja bercengkerama dengan alam ? Mencoba menghindar tapi apa yang manusia bisa ? Konspirasi alam itu seolah menujukkan sebuah jalan untuk mengungkap takdir manusia. Mana yang dikatakan cobaan dan mana yang bisa dikatakan pertanda ? Coba beri satu alasan untuk membedakannya. Bukankah itu amat sangat beda tipis sekali? Seolah menjadi pertanda kalau semua itu hanya ada dalam jangkauan mata untuk membedakannya. Bukankah manusia hanya diminta untuk berusaha lebih ? Lalu apa mau alam ? Seolah usaha manusia terkesan sia-sia jika alam menampakkan kemauannya yang tidak bisa dinego lagi. Ada hitam ada putih. Ada datang ada pergi. Ada hujan ada pelabgi. Bukankan dari hal sekecil itu semua membutuhkan proses ? Proses untuk mengubahnya. Yah, hati tidak bisa lagi memohon jika ntanya usaha yang manusia lakukan belum menujukkan hasil yang maksimal. Semua butuh usaha. Itu adalah kata-kata klise untuk mempermulus sebuah kekecewaan dan keputusasaan. Ini hanya tentang proses mengubah. Bukan tentang cara untuk memaksa. Wajar jika manusia berharap yang terbaik bagi hidupnya saat ini dan yang akan datang. Lalu bagaimana yang telah berlalu ? Itu hanya sementara. Toh pada akhirnya sudah berlalu. Lihat saja susunan katanya "masa lalu". Bisakah diubah ? Tidak yang bisa dilakukan hanyalah melakukan yang terbaik untuk waktu yang akan datang. Saat ini dan yang akan datang.Manusia sewajarnya boleh berusaha dan berdoa, berharap dan menerima. Hingga kelak semua akan indah pada waktunya. Akan ada masa dimana masa itu yang awalnya hanya ada di pelupuk mata kita, di angan kita, dan di mimpi kita. Semua akan begitu nyata hingga hidup menjadi terasa utuh karenanya. 

Selasa, 18 Maret 2014

TWIST

Rasa-rasanya baru kemarin kamu ingin segera mengejar ketertinggalanmu? Ah iya, rasanya juga baru kemarin juga kamu ingin segera menyelesaikan apa yang memang sepantasnya diselesaikan. Dan baru saja kamu berusaha meyakinkan dirimu sendiri bahwa kamu bisa dengan dirimu. Lalu sepertinya memang benar jika banyak orang berdalil kalau Tuhan itu memang Maha membolak balikkan perasaan umatNya. Mau buktinya ? Lihat saja kamu sekarang. Kamu baru saja mencari banyak keyakinan untuk memperkuat langkahmu sendiri menghadapi apa yang memang harus kamu hadapi. Lalu apa ? Sepertinya semuanya terlihat sia-sia. Ruang yang kamu kira sejenak saja memberimu kekuatan ternyata jauh dari apa yang kamu harapkan. Tempat untukmu sejenak saja mengadu sepertinya tidak mendengar teriakan dari dalam hatimu. Mereka bahkan membisu, menulikan telinganya untuk menghindar dari teriakanmu. Lalu apa yang salah dari sikapmu ? Coba sejenak saja kamu merenungkan apa yang kamu cari saat ini. Yah, kamu lagi-lagi harus berusaha berdiri di kakimu sendiri. Tidak tergantung dengan orang lain. Toh siapa yang mau kamu andalkan ? Bukankah dirimu sendiri, keyakinanmu pada Tuhanmu. Tidak ada yang lain. Jangan terlalu banyak berharap orang-orang mendengarkan rintihanmu, keluhakan saja semuanya pada Tuhanmu. Tidak ada tempat yang lebih mendamaikan ketika kamu bersujud dan memohon kepadanya. Sudah, abaikan saja segala kejengahanmu akan dunia ini. Luapkan saja apa yang membuatmu marah dan membuatmu merasa muak. Coba dengarkan saja kata hatimu. Tetaplah tersenyum untuk menghibur dirimu sendiri. Bukan dia atau mereka tapi dirimu sendiri. Tidak ada yang lain. Jangan terlalu percaya pada apa yang ditampilkan mereka dihadapanmu. Bukan mengajarkan untuk memiliki dendam namun yang pasti tempat untukmu menimba lagi semangat ya ada dalam dirimu sendiri. Lagi-lagi bukan dia atau mereka. Yah, memang rasa-rasanya tidak perlu hitungan hari, bulan atau tahun jika kamu ingin menguji seberapa kuat dirimu bertahan. Buktinya tidak dalam hitungan 24 jam kamu lagi-lagi diminta untuk yakin. Yakin untuk apa ? Yakin bahwa ruang itu ada dalam hatimu. Mungkin selama ini mereka tidak tahu apa yang kamu perjuangkan dibalik senyum bahagiamu ? Yah, mereka mungkin hanya tahu apa yang terlihat dari wajahmu. Tenanglah tenang kamu harus yakin bahwa dirimu tidak selemah itu. Belajarlah untuk mengampuni. Mungkin benar jika kamu belum melakukan yang terbaik. Anggap saja ini cara waktu dan keadaan menempamu hingga menjadi kuat. Tidak Harus setangguh baja namun jika kamu jatuh kamu tahu bagaimana caranya untuk berdiri. Oke, boleh saja kamu menertawakan dirimu sendiri saat ini. Dirimu yang ternyata tidak sekuat apa yang kamu bayangkan. Lagi-lagi janganlah kamu mengasiani dirimu sendiri. Gunakan saja waktu yang tersisa untuk menerima. Bukan menerima keadaan namun belajar untuk menerima dirimu sendiri. Lihat, kamu dalam hitungan detik kebelakang kamu masih terbakar oleh semangatmu. Namun seketika kamu mengingat titik lemahmu, hei ini saatnya untukmu berdiri. Bukan untuk tergantung dan hanya mematung. Tapi kamu harus tahu bahwa dirimu tetaplah sosok yang tahu bagaimana terus melanjutkan langkah meski setiap kali mengikis rasa percayamu pada sekitarmu. 

Selasa, 11 Maret 2014

Lantas (?)

Mau komentar apa ? Yah, sepertinya kepalamu itu sudah penuh dengan buncahan kata-kata yang seolah ingin kamu luapkan semua. Coba keluarkan saja apa itu yang sering orang sebut dengan unek-unek. Tidak. Tidak perlu kamu mempedulikan orang disekitr kamu. Apa kuasa mereka hingga dengan mudahnya menilai kamu dengan semaunya ? Memang mereka tahu apa tentang kamu ? Mereka hanya melihatmu dari apa yang mereka lihat secara kasat mata. Bahkan mungkin mereka tidak akan mempedulikan apa itu yang dinamakan rahasia. Atau mungkin mereka ingin mengetahuinya untuk tahu apa kelemahanmu. Oh sungguh menyedihkan. Orang nampak berempati namun hanya untuk menjatuhkanmu. Kamu berhak mendapatkan cara untukmu berbahagia. Tidak perlu kamu dengar teriakan orang akan kekuranganmu. Memang mereka tahu juga apa yang salah dari mereka ? Cukup. Diam saja. Tidak perlu kamu seolah merasa kehilangan muka atas apa yang mereka lontarkan kepadamu. Kamu punya hak untuk membahagiakan dirimu sendiri. Peduli apa mereka denganmu. Cukupkan saja semua ketakutanmu akan penilaian orang tentang dirimu. Ini hanya sesaat. Toh mereka yang merasa tahu segalanya pasti akan ada saat dimana dia akan merasa buta akan apa yang jelas dihadapannya. Sekali lagi itu bukan hak mereka untuk menilaimu dan memintamu menjadi sesuai dengan pemikiran mereka. Bebaskan saja segala inginmu dengan caramu. Biarkan saja dirimu mendapatkan bahagianya sendiri. Jangan terlalu mempercayai mereka yang hanya menampakkan keanggunannya untuk mengelabuhimu, hingga pada akhirnya mau menjerumuskanmu dengan cara kalah telak. Mereka seolah tahu dengan pembenaran mereka sendiri. Mereka seolah yakin bahwa caranya itu benar. Lantas dengan begitu harus takut ? Tidak. Ini hidupmu dan kamu berhak menentukan arah hidupmu. Mereka tidak behak mengemudikan hidupmu yang seutuhnya milikmu. Abaikan saja kata-kata sumbangnya. Ini caramu dan ini hidupmu. Kamu berhak untuk menjadi dirimu sendiri tanpa harus takut untuk sendiri. 

Senin, 10 Maret 2014

DEBU

Manuisa itu memang mahkluk yang rumit. Susah untuk imengerti namun bukan berarti tidak pernah bisa. Mungkin hanya butuh sebuah teknik saja untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi pada manusia. Dengan pemikirannya, ide, gagasan, dan perasaannya manusia selalu tampak anggun memainkan perannya sebagai mahkluk Tuhan yang memang sejatinya menjadi mahkluk pemikir. Manusia memang dibekali oleh akal, budi dan karsa untuk menjadikan kehidupan ini selaras. Namun bagaimana ketika esensi manusianya itu telah menghilang ? Rasa-rasanya semakin sulit untuk mentolelir yang terjadi pada manusia. Ada titik-titik dimana manusia bertumbuh dengan keadaan yang membawanya pada fase yang memang seharusnya mereka lalui. Masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan pada akhirnya masa lanjut usia. Oh begitulah perjalanan hidup manusia. Manusia hanya diminta untuk melakukan perannya dengan apik, lalu skenario itu sudah ada dengan apiknya dibuat untuknya. Tapi banyak manusia selalu meenggerutu dengan jalan yang sudah ditetapkan untuknya. Ingin begini, bukan begini, seharusnya begitu dan rutukan lainnya. Oh sungguh manusia ini memang juaranya kalau diminta untuk menggerutu. Selalu menuruti keinginan sendiri dan terlalu memaksakannya itu yang dinamakan ego manusia. Tidak pernah merasa puas dengan apa yang didapatnya. Seolah semuanya harus menjadi miliknya. Ketika pemikiran-pemikiran liar sudah terasa angkuh dan mengorbankan banyak keinginan orang, lantas dimana letak bela rasa itu ? Ah disaat seperti ini rasanya munafik kalau orang masih diminta untuk memperhatikan kepentingan orang lain. Seperti 1 : 1000. Sejauh itukah rasio keberadaan bela rasa itu diantara sesama manusia saat ini ? Tidaklah cukup untuk menjadi orang yang selalu tampil dengan tampang sok sucinya. Semua orang nampak dengan anggun menutupi kedoknya untuk memenuhi hasratnya. Seolah matanya tertutup untuk merampas kebahagiaan yang lain, dan untuk apa ? Ya untuk kepuasaan dirinya sendiri. Manusia seolah tidak ada bedanya antara satu dengan yang lain. Semua berbaur dengan dunia yang semakin menua ini. Lantara skenario itu apa gunanya ? Skenario itu tetaplah yang terkuat. Siapa yang bisa melawan skenario yang orang sering menyebutnya dengan istilah takdir ? Ah rasanya mustahil jika ingin beringkar dari jalan itu. Setangguh-tangguhnya manusia, dia tidak ada bedanya dengan debu. Manusia bisa terbang dan terombang ambing oleh angin yang membawanya. Bahkan seolah manusia tidak ada artinya, manusia hakikatnya hanyalah debu. Manusia tidak akan ada artinya tanpa penyerahan seutuhnya hingga menyadari bahwa manusia itu penuh dengan kelemahan. Lihat saja debu. Apakah mereka sebenarnya diperhatikan orang ? Tidak. Debu selalu tidak nampak jelas oleh pengelihatan. Mereka bisa terbawa kemanapun angin emnerbangkannya. Hingga debu itu jatuh ditempat yang semestinya. Karea debulah kita. 

Jumat, 07 Maret 2014

Tuan dan Nona

Lucu memang. Jarak seperti apa lagi yang nona harapkan ? Kurang jauh apa tempat ini dengan keberadaan nona dan tuan ? Bukankah kita sudah tidak saling bertegur sapa lagi. Tenanglah tenang nona, dia seutuhnya milik anda. Jangan cemaskan dan khawatirkan apa yang akan terjadi. Tempat ini sudah terlalu nyaman untuk saya beranjak dan mengusik ketenangan nona dan tuan. Tidak ada sedikitpun rasa ingin berada disana bersama sang tuan. Cukup tempat ini, meski itu tidak akan mungkin lagi. Lupakanlah saja apa yang telah berlalu. Ini hanya sementara dan tidak akan lama lagi. Silahkan saja menghapus semua jejak keberadaan untuk menyamarkan jalan hingga tidak lagi tahu jalan untuk kembali. Boleh saja nona menghilangkan semua jalan untuk menemukan ruangnya kembali. Sekali lagi tidak ada yang perlu Anda takutkan. Janganlah lagi anda hujani tuan dengan kecurigaan. Dia untuk milik nona. Bukankah yang pasti itu yang di depan sana ? Dia berusaha untuk meyakinkan nona. Terimalah keyakinan dia untuk nona. Hargai usahanya untuk meyakinkan nona bahwa nona adalah yang utama. Meski nona sering menanyakan keseriusan ungkapannya. Tenanglah tenang nona. Hidup Anda terlalu indah untuk diikuti rasa takut akan terulangnya masa lalu. Lihatlah wajah tuan. Dia sudah meyakinkan nona dengan seribu caranya bahwa masalalunya telah terlupakan. Namun nona tetap meronta, seolah tidak percaya. Yah, jika nona ingin tahu. Jangan salahkan jika nyatanya ruang itu masih ada untuk menyimpan dengan rapi segalanya yang telah lalu. Namun lihatlah dimatanya nona. Kesungguhan itu ada untuk anda. Bukan untuk siapa-siapa, bahkan bukan untuk yang lain. Itu hanya untuk nona seorang. Nona, tahukan anda jika dia berusaha selalu untuk emnjaga hati nona ? Meski dia sendiri harus mengingkari hatinya sendiri akan rasanya ? Nona, aku mohon percayalah. Tuan tidak akan pernah ingkar janji. Tapi aku mohon beri sedikit ruang dihatinya untuk berdamai dengan dunia. Biarkan dia menyimpannya dengan rapi. Bukan dengan keterpaksaan karena keangkuhan nona yang memintanya. Sungguh nona, aku tidak sedikitpun berusaha untuk kembali. Tuan tahu apa yang harus dia lakukan, begitu juga dengan aku. Tenanglah tenang nona, dia tulus untukmu (saat ini).