Senin, 25 Maret 2013

Katarsis



Menulis. Membaca, Menyanyi. Traveling. Kumpul dengan teman. Tidur. Dan masih banyak kegiatan lainnya yang bisa kita pilih dan kita lakukan untuk mengisi waktu luang kita. Ya, istilah kerenya sekarang mengisi waktu "selo". Kegiatan-kegiatan yang yang kita lakukan untuk mengisi waktu luang itu kadang lebih di kenal dengan hobi. Dari kegiatan itu kita bisa merasakan sebuah kepuasan yang itu didapat setelah melakukan kegiatan yang kita sukai. Namun, kali ini kita tidak akan membahas tentang hobi ataupun waktu selo. Namun kita akan membahas istilah dan alasan mengapa kadang kita cenderung melakukan hal-hal yang kita sukai atau bahkan lebih ekstrem ketika kita sedang mengalami sebuah masalah atau istilah gaulnya galau.

Katarsis. Apa itu katarsis ? 
Dalam KBBI, katarsis diartikan 1 Kris penyucian diri yg membawa pembaruan rohani dan pelepasan dari ketegangan; 2 Psi-cara pengobatan orang yg berpenyakit saraf dengan membiarkannya menuangkan segala isi hatinya dengan bebas; 3 Sas kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat suatu lakuan dramatis. Dalam wiki Katarsis atau katharsis, (dari bahasa Yunani: κάθαρσις) pertama kali diungkapkan oleh para filsuf Yunani, yang merujuk pada upaya "pembersihan" atau "penyucian" diri, pembaruan rohani dan pelepasan diri dari ketegangan. Istilah ini digunakan antara lain oleh: "Penyucian" yang dihasilkan pada para pemirsa dalam sebuah pentasan sandiwara, menurut Aristoteles, metode psikologi (psikoterapi) yang menghilangkan beban mental seseorang dengan menghilangkan ingatan traumatisnya dengan membiarkannya menceritakan semuanya (JS Badudu, hlm 175)

Dua pengertian itu adalah pengertian formal. Namun dalam keseharian kita lebih di kenal dengan istilah curhat (curahan hati). Curahan hati itu ada dua jenis yang pertama tersirat dan yang kedua yaitu tersurat. Tersirat contohnya kita yang memiliki kebiasaan pergi traveling jika ada masalah seenggaknya dengan alibi untuk "merefresh pikiran". Secara tidak langsung kita sedang melakukan proses katarsis yang tidak kita sadari. Karena dengan berpergian itu seseorang bisa melepaskan emosi-emosi negatifnya dan mengantinya dengan emosi positif. Atau mungkin orang yang memiliki kesukaan naik gunung. Dengan naik gunung itu terlepas dari hobi adalah sebuah media untuk mengeluarkan segala beban pikiran, mungkin dengan naik gunung segara masalah yang di hadapi di kampus atau di manapun itu setidaknya bisa terlupakan sejenak. Dan bisa jadi dengan naik gunung itu mendapat sebuah pencerahan untuk melakukan sesuatu sebagai jalan keluar. Sedangkan katarsis secara tersurat misalnya kita curhat dengan teman. Dengan begitu emosi-emosi negatif yang ada dalam diri kita keluar dan dengan begitu ada sebuah kelegaan yang bisa menjadikan diri kita lebih rileks dan bisa berpikir secara dingin untuk menghadapi sebuah masalah.

Dalam ilmu prikologi sendiri katarsis dikenal dalam dalam proses konseling Freud. Karena melalui katarsis seseorang bisa digali lebih jauh apa yang dialaminya, sehingga klien tersebut bisa menceritakan apapun masalahnya kepada psikolog. Sehingga psikolog di sini berperan sebagai media katarsis yang memberikan sebuah cermin kepada klien akan masalah yang di hadapinya.Setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda untuk melakukan katarsis, mungkin dengan berpergian, makan yang banyak, karoke, tidur, ataupun menulis. Menurut sebuah Penelitian Adi Onggoboyo dalam “Suatu Fenomena Sociocyber yang unik dan dinamis” pada bulan Oktober 2004 yang lalu mengungkapkan bahwa 95,26% dari 211 blogger Indonesia menyatakan bahwa mereka merasa mendapatkan hal-hal positip setelah menjadi blogger. Hal-hal positif tersebut diuraikan lagi oleh Adi Onggoboyo sebagai berikut :

  • Meningkatkan Gairah Hidup 2,98%
  • Lebih Disiplin 0,49%
  • Semangat Prestatif 3,98%
  • Menjalin dan memperbanyak relasi/ kawan/ persahabatan 48,75%
  • Rajin menulis/ meningkatkan kemampuan/ produktivitas menulis 8,95%
  • Lebih kreatif/ ekspresif/ inspiratif/ motivatif 4,47%
  • Menambah berbagai wawasan 3,98%Lega bisa berbagi 2,48%
  • Lain-lain 7,96%
  • Gabungan beberapa poin diatas 15,92%



Dalam penelitian itu di jelaskan sebuah media katarsis dengan menulis. Dengan menulis seseorang bisa bebas menjadi siapapun dan mengeluarkan unek-unek apapun. Menulis merupakan proses ledakan otak yang bisa membuka sbagian yang awalnya tidak bisa kita temukan dengan merenung. Menulis bisa menjadi sebuah wadah penemuan jati diri. Ketika kita menulis kita tidak perlu menjadi orang lain, apa yang ada dalam benak kita, apa yang ada dalam otak kita itulah hasil kita. Tidak perlu berpikir tentang komentar orang lain karena orang lain tidak akan pernah mengerti proses apa yang kita alami dalam katarsis kita itu. Bahkan sebuah tulisan bisa menyiaratkan keperibadian dan gaya berpikir seseorang, bagaimana dia berbahasa, bagaimana mereka berpendapat dan bagaimana mereka bisa berekspresi. Jangan pernah takut untuk mengungkapkan siapa diri kita dalam sebuah tulisan jika memang kita menyakini ini menjadi media katarsis yang ampuh untuk kita. Pengungkapan diri dengan menulis akan memberikan sebuah jalan bagi kita untuk sebuah proses pembaharuan. Oleh karena itu mengapa akhir-akhir ini di temukan banyak blogger (entah itu blog yang dipublish atau tidak) yang bisa sukses dengan menulis. Karena mereka tidak hanya jujur pada diri sendiri saat menulis namun mereka berani untuk menyampaikan pendapat mereka ke ranah publik, dengan begitu proses katarsis tidak melulu harus berkonotasi negatif karena selalu berindikasi dengan galau. Salah satu contoh yang nyata yaitu Mantan Presiden kita BJ. Habibie. Saat beliau ditinggal oleh Ibu Ainun untuk selama-lamanya, beliau sempat mengalami rasa kehilangan yang mendalam sehingga beliau sempat didiagnosa mengalami depresi. Ada beberapa alternatif yang ditawarkan oleh tim dokter untuk mengatasi depresi beliau, pada akhirnya beliau memilih untuk menulis sebagai media katarsisnya. Buku itu memuat perjalanan beliau dengan Ibu Ainun dan juga sukses difilmnya. Dari situ kita bisa lihat dengan nyata betapa besar manfaat menulis sebagai media katarsis kita. 

Katarsis adalah wajar bagi setiap orang. Karena pada dasarnya setiap orang memiliki letupan emosi yang berbeda-beda, sehingga media katarsis setiap orangpun juga berbeda-beda. Akan berbeda sudut pandangnya dengan orang yang memilih menulis sebagai media katarsis dengan backpacker sebagai media katarsis. Seseorang yang memiliki kesukaan pada backpaker akan memiliki prespektif bahwa dengan berpergian itu bisa merefresh kembali pikiran dan segala unek-unek itu akan berguguran sepanjang perjalanan mereka, sehingga mereka beranggapan sekembalinya dari berpergian akan ada sebuah penemuan jiwa yang baru dari sebuah perjalanan dengan mengambil nilai-nilai yang di dapat dari setiap momen yang di temui dari proses perjalanan itu sendiri. Oleh karena itu, katarsis dilakukan sebagai salah satu cara pengungkapan diri seseorang untuk memperbarui diri dengan insight-insight yang baru dan membuang pikiran negatif. 


We Are Special

Kita sekarang adalah kita di masa lalu. Kita sekarang adalah hasil dari pengalaman kita. Kita yang baru. Kita yang telah mengalami banyak perjalanan dan kejadian-kejadian yang menjadikan diri kita saat ini. Tidak ada istilah kebetulan atau ketidaksengajaan, karena segala sesuatu itu terjadi karena adanya sebuah rite. Dimana ritme itu yang menjadikan sebuah pola dalam kehidupan kita. Senang, sedih, ragu, semangat, kehilangan, ikhlas, atau apapun itu yang menjadi kata sifat. Bukan hanya kata sifat saja, segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita adalah hasil dari perpaduan kata sifat, kata benda, dan kata kerja. Semuanya itu adalah kita saat ini. Kita yang saat ini mungkin sedang membaca tulisan ini.

Kita dari lahir dianugerahi cipta, rasa dan karsa. Untuk apa semua itu. Sebagaimana mestinya semua itu berperan. Ketika kita dihadapkan oleh sebuah masalah, cipta, rasa dam karsa kita akan saling berkolaborasi menyusun sebuah cara yang lebih dikenal dengan problem solving. Pikiran kita, perasaan kita, ibarat dua mata tombak yang saling melengkapi satu sama lain, meskipun mereka berkerjasama namun ada kalanya mereka saling bertolakbelakang, hal inilah yang kita kenal dengan konflik batin. Ketika hati berkata a namun logika berkata b, ini yang cenderung membawa kita ke dalam keadaan dimana yang sekarang lebih dikenal dengan istilah galau. Galau adalah keadaan dimana ekspektasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tidak hanya itu ketika kita dihadapkan oleh banyak pilihan dan secara tidak langsung kita dituntut untuk memutuskan mana yang terbaik, inilah saatnya coping strategis itu berkerja. Apa itu coping strategis ? Coping strategis adalah cara atau strategi yang kita pilih, kita pertimbangkan dan kita lakukan untuk menghadapi sebuah masalah atau problem. Setiap orang memiliki coping strategy yang berbeda-beda, ada yang mengunakan lajur kanan, lajur kiri, baris kanan, atau baris kiri. Ini semua dipengaruhi oleh latarbelakang masing-masing. Bagaimana iklim di keluarga kita, bagaimana lingkungan membesarkan kita, dan pada akhirnya bagaimana kita mekompilasikan faktor-faktor itu dalam memilih cara atau melakukan sebuah tindakan untuk memilih jalan keluar dari masalah yang kita hadapi.

Anggap saja diri kita ini ibarat dengan gelas, air yang dimasukkan kedalam gelas itu adalah hal-hal yang kita terima setiap hari, entah itu informasi, pengetahuan, ilmu, masalah, dan apapun itu. Ketika gelas itu masih cukup untuk menampung air yang dituangkan ke dalamnya, maka tidak akan ada masalah yang terjadi. Tapi bagaimana jika air yang di masukkan kedalam gelas itu sudah melebihi kapasitasnya ? Air itu pasti akan luber dan tumpah. Begitu juga dengan diri kita. Ketika setiap hari entah itu kita kuliah, entah itu kita kerja, bertemu teman, bertemu klien, ataupun melakukan segala sesuatu yang menjadi rutinitas kita akan memberi kita sebuah "isi". Jika apa yang kita terima itu masih berada dalam batas normalnya, hal itu pasti tidak akan menimbulkan sebuah masalah. Kalau kurang, kita masih bisa berusaha untuk mencari informasi yang sekiranya bisa memnuhi kapasitas kita itu. Tapi bagaimana jika hal itu sudah berlebih ? Seperti sebuah bus yang di isis dnegan penumpang yang melebihi kapasitasnya, pastinya di dalam bus itu akan terasa sumpek, riweh, ah pasti sudah tidak mengenaknya. Yah, hal ini sering kita kenal dengan overload (ketika apa yang kita terima dan kita masukkan tidak sesuai dengan kapasitas semestinya). Lalu apa yang terjadi ? Orang pasti akan lebih mudah untuk marah, frustasi, depresi, ataupun melakukan hal-hal lain yang tidak sewajarnya. 

"WHATEVER IT IS YOU ARE FEELING IS A PERFECT REFLECTION OF WHAT IS IN THE PROCESS OF BECOMING"
Terlepas dari "isi" yang kita peroleh setiap hari, kita memiliki diri asli kita. Dimana diri kita yang utuh, belum terkontaminasi oleh hal-hal lain di luar kita. Diri kita yang utuh inilah yang menjadikan sosok pribadi kita yang asli. Kita yang melalui tahap pembelajaran dari waktu ke waktu. Dari kecil kita belajar berjalan, belajar berbicara, belajar naik sepeda dan proses belajar kita. Kita yang mungkin saat ini sudah memasuki kepala dua, telah melalui banyak proses belajar, proses belajar itu ibarat sebuah cupcake adalah topingnya, dan rotinya itu adalah diri kita yang utuh. Karena proses ini kita memiliki sebuah memori untuk menyimpan bagian demi bagian dari apa yang telah kita lewati. Dan memori itu dibedakan menjadi dua, yaitu short term memory and long term memory. Short term memory itu adalah sebuah bagian memori kita yang menyimpan hal-hal yang berlangsung jangka pendek, seperti tadi sore mungkin kita baru saja makan nasi goreng atau mungkin tadi sore kita habis menyetrika baju. Short term memory ini berhubungan dengan hal-hal yang dengan mudah ingatan itu menguap. Berbeda dengan long term memory. Long term memory lebih pada ingatan jangka panjang. Mungkin dulu kita pernah patah hati, mungkin kita yang pernah mengalami mas SMA yang indah, ataupun hal-hal yang lain yang jika melalui proses "recall" dengan mudah ingatan itu muncul ke permukaan karena kita masih mengingatnya. 

Setiap orang istimewa dengan caranya masing-masing. Hal ini yang harus kita sadari. Betapa kompleknya hidup kita ini, namun kita jarang untuk mensyukuri hal sesimpel yang ada pada diri kita. Kita lebih cenderung menuntut diri kita lebih dengan segala sesuatunya. Seperti cupcake tadi, kita kadang memaksakan untuk menggunakan toping coklat, keju ataupun rasa-rasa lainnya yang sebenarnya itu terlalu memaksa. Ya, itulah manusia. Kita dianuragi kemampuan untuk merasakan, mendengarkan , meraba, melihat, mencium dan sesimpel apapun itu harusnya selalu menjadi alasan kita untuk mengucap terima kasih. Simpel namun lebih sering kita sepelekan. 

Kita yang begitu kompleknya ini selalu mengalami hal-hal yang tidak pernah terduga. Ada hal yang perlu kita ketahui dari dalam diri kita. Pertama, kita harus kapasitas diri kita. Sepanjang hidup kita ini adalah proses belajar. Belajar untuk lebih bersahabat dengan diri sendiri dan kenyataan. Supaya tidak ada "denial" dalam diri kita, lebih pada rasa penerimaan yang bis amenjadikan diri kita legowo dalam menjalani segala sesuatu. Jujur pada diri sendiri terkesan lebih sulit dibandingkan jujur pada orang lain, melatih diri untuk apa adanya adalah salah satu jalan untuk menjadikan hidup kita lebih hidup. Karena bahagia itu ada dalam diri kita, kita tidak akan pernah menemukannya sebelum kita menerima diri kita sebagaimana mestinya. 

Kamis, 21 Maret 2013

Realita tentang kita

Dimana itu sebuah kebebasan ? semakin kamu mencarinya semakin berlevel apa itu yang dinamakan dengan kebebasan. Karena disitu nanti akan ada level pertama, kedua, ketiga atau bahkan tidak akan pernah menemui titik puasnya. Seperti sebuah kebahagiaan, semakin kamu menanyakannya, semakin kamu tidak pernah bisa menemuinya. Seperti sebuah piramida yang dikemukakan oleh Maslow, ketika manusia terpenuhi kebutuhan dasarnya, akan selalu ada kebutuhan-kebutuhan lain yang minta untuk dipenuhi. Hingga puncaknya akan ditemui sebuah istilah aktualisasi diri. Apa pula itu aktualisasi diri ? Apakah mungkin manusia bisa diteorikan ? Tapi pada kenyataannya selalu saja ada teori yang dimunculkan atau diadakan atau mungkin diciptakan untuk mengeneralisasikan tentang kita. Kita manusia. Lalu, belum lagi ketika manusia dikategorikan dalam sebuah angka. Kecerdasan, kepribadian, atau mungkin kapasitas hidup ? Sepertinya tidak adil jika angka mengkotak-kotakkan manusia ke dalam kategori-kategori yang jatuhnya hanya akan menimbulkan sebuah kesenjangan. "oh ternyata akan masuk golongan 1 atau 2 atau 3" itu mungkin pemikiran yang akan berkembang karena ketidakadilan yang disebabkan oleh angka. Kedengarannya angka itu kejam. Menjadikan orang seperti objek keangkuhan. Namun keadaan nyatanya sekarang kebanyakan dari kita akan dan mungkin akan selalu termakan oleh angka. Sungguh dipertanyakan letak kemanusiawiannya. Toh, apa yang bisa dieprbuat, jika angka itu sudah menjadi sebuah budaya sehingga manusia semakin terbiasa dengan angka-angka yang sebenarnya hanya akan menmilah-milahkan mereka. Bahkan dengan angka semua orang bisa menafsirkan sebebas dia berpikir. Kebebasan berpikir itu yang mungkin juga ditafsirkan dengan aktualisasi diri. Seperti yang dikatakan orang-orang filsafat 'kamu ada karena kamu berpikir". Dengan berpikir kita bebas menjadi apapun yang kita mau dan kita suka. Menjadi wartawan, penulis, penari, atau menjadi apapun, tidak lain dan tidak bukan untuk mengaktualisasikan diri. Siapa kita dan itulah mau kita. Bagaimana bisa kita menjadi semua itu ? Berpikir dan bertindak. Karena sepanjang hidup kit, kita tidak akan pernah berhenti untuk berpikir. Karena itulah hakikatnya. Berpikir tentang apapun. Seperti itulah kita. Penggerutu. Penggerutu akan semua hal. Kebahagiaan, kehidupan, hubungan dan banyak lagi. Namun ada satu hal yang terabaikan oleh kita, berpikir tentang berpikir itu sendiri. Karena itulah kita. 

Jumat, 15 Maret 2013

salah (?)

Salahkan kalau bertahan tanpa ada tujuan ? Salahkan bila berusaha menunggu walau tak ada lagi jalan ? Salahkan bila harus menunggu jika nyatanya tidak ada yang pasti ? Salahkan bila harus menghabiskan waktu untuk sesuatu yang percuma ? Salahkan bila mencoba menunggu jika nyatanya tidak ada lagi harapan ? Salahkan bilsa menunggu jika nyatanya pintu itu sudah tertutup ? Salahkan bila harus membuang waktu dengan percuma untuk mengerti akan cerita sebuah takdir ? Salahkan bila harus menunggu sesuatu yang nyatanya bukan terbaik untuk kita ? Salahkah bila harus menunggu dia yang telah mengabaikan kita ? Salahkah bila harus menunggu sebuah keajaiban jika nyatanya tidak ada lagi celah ? Salahkan bila harus menunggu dan mengabaikan yang datang ? Salahkan bila Masih mengharapkan yang telah pergi Dan menghilang ? Salahkan bila menunggu untuk kesempatan kedua ? Salahkan bila sebuah rasa masih begitu nyata namun tidak tahu itu apa ? Salahkan jika terlihat seperti orang bodoh yang menunggu hujan di musim kemarau ? Salahkan kalau nyatanya tidak pernah bisa berpaling ? Salahkan kalau ternyata harapan itu semu ? Salahkan kalau menunggu hanya menjadikan orang seperti orang bebal ? Salahkan jika waktu berusaha dipercepat untuk apa yang akan terjadi ? Salahkan kalau harus memaksakan kehendak ? Salahkan kalau ternyata kita tidak bisa membohongi diri sendiri ? Salahkan kalau Kali ini semuanya seperti stuck ? Salahkan bila mengharapkan sebuah keajaiban itu terjadi ? Salahkan kalau nyatanya itu masih menjadi yang utama ? Salahkan kalau harus memanjakan perasaan dalam sebuah penantian ? Salahkah kalau ini yang menyenangkan ? Salahka kalau ternyata ini kenyataannya ? Salahkah dengan menunggu ? Salahkan dengan sesuatu yang kosong, hambar Dan tanpa asa ? Salahkah kalau semua hanya terlihat semu adanya ? Beri setidaknya satu alasan untukku mengerti bagaimana aku bisa melogikakan kesalahan ini. 

Rabu, 13 Maret 2013

sang waktu

Ini seperti sebuah permainan waktu. Datang dan pergi melahirkan sebuah cerita yang nantinya akan tersimpan dalam suatu bagian yang dinamakan dengan kenangan. Apa yang telah berlalu selalu meninggalkan sebuah kisah yang mempunyai cerita yang tak bisa disamakan antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada kebetulan atau ketidaksengajaan, karena semua seperti berjalan sebagaimana mestinya. Ruang yang tertutup oleh masa lalu akan terbuka perlahan seiring dengan hadirnya sebuah kisah baru yang melahirkan sebuah dinamika baru. Entah menyenangkan atau menjemukan namun begitulah keputusan alam yang menentukan. Tak bisa mengelak untuk memilih cinta mana yang akan melukiskan sebuah sejarah tentang perjalanan. Ini tentang sebuah runtutan waktu yang tidak bisa dipermainkan. Semua kisah itu selalu memiliki ruang tersendiri, hingga nanti akan terjabarkan sebuah kanvas dengan penuh goresan tinta yang menceritakan apa yang telah berlalu untuk menemukan sebuah celah untuk cerita yang baru. Kosong. Menjadi bagian dalam sebuah pencarian. Hambar. Menjadi sebuah fase untuk memulai. Meneliti batin apa yang hendak dicari. Bukan tentang kesenangan semata, namun lebih pada sebuah lembaran untuk kisah yang akan datang. Terimakasih kepada sang waktu yang dengan manisnya mampu melahirkan banyak cerita untuk dikenang. Seperti bermain dengan pergulatan teka-teki yang sulit untuk terjawabkan. Apa yang nanti terkisah belum pasti apa yang telah kita harapakan dimasa kini. Itu menjadi sebuah rahasia yang sulit untuk terpecahkan kecuali sang waktu yang mampu memberikan jalan untuk kita menjemput jawaban itu. 

Senin, 11 Maret 2013

like a drama


Dalam film ada sebuah permainan peran yang diperankan oleh orang yang berbeda-beda. Dengan karakternya masing-masing, ia akan berlaku selayaknya apa yang dituliskan dalam cerita. Menjadi sebuah alur yang menjadi sebuah episode-episode tersendiri. Seperti sebuah drama juga, hidup ini menjadi bagian-bagiannya sendiri. Ada plot yang mengisahkan apa yang memang seharusnya terjadi. Setting dalam setiap saatnya memberikan kesan dalam permainan itu menjadi lebih hidup. Mengisahkan sebuah cerita sesuai dengan skenario yang sudah ditentukan dari awal untuk membentuk sebuah keutuhan cerita.

Ada peran antagonis, protagonis, figuran. Dan ada peran-peran lainnya yang mendukung keutuhan sebuah cerita. Tidak hanya itu demi keutuhan sebuah cerita ada pendukung-pendukung lainnya yang mungkin lebih sering terabaikan karena memang mereka selalu berada dibelakang layar. Genre yang diangkatpun beranekaragam, namun hidup ini lebih mendekati sebuah permaiann drama. Setiap dari kita memerankan peran masing-masing dari diri kita. Memainkan karakter yang sudah tertulis untuk kita lakukan. Sebuah ceritapun sudah dirangkai sedemikain rupa oleh sang sutradara dan pada akhirnya nanti ingin menampilkan sebuah cerita yang menarik dan memang terbaik dari hasil permainan peran kita. Kita tahu siapa sang sutradara yang mengatur jalannya cerita, bagaimana kita harus bersikap, dan kenaturalan yang bagaimana yang harus kita tunjukkan, yaitu Dia. Tuhan sudah menyetting sedemikian hingga sebuah kisah yang memang terbaik untuk hidup kita.

Seperti dalam permainan drama. Ada tangis, ada suka, ada duka, ada ragu, ada bimbang, dan berbagai rasa dan cerita lainnya yang dengan uniknya ditampilkan. Dengan cara yang berbeda pula setiap kisah satu dengan kisah yang lainnya. Seperti sebuah hidup. Satu orang dengan orang yang lain memiliki kisah dan jalan cerita yang berbeda-beda. Mereka memiliki kekhasan yang tidak bisa digeneralisasikan. Namun yang menyamakan hanyalah ada satu sutradara yang mengatur semua permaian itu. Tuhan dengan hebatnya menata dengan caraNya menjadikan semua kisah sungguh seperti permainan cerita yang endingnya tidak bisa ditebak. Tidak seperti kebayakan drama yang dibuat oleh manusia yang sering ditampilkan di televisi-televisi itu, drama yang dibuat oleh Tuhan memiliki sebuah penyajian yang berbeda. Kita sebagai pemain hanya mampu memerankan sosok sebaik mungkin. Tanpa membantah apa yang emmang sudah tertulis untuk kita.
Kita tidak punya hak untuk menjadikan sebuah cerita sesuai dengan keinginan kita. Karena memang semua sudah tertulis dengan rapi untuk kita. Yang bisa kita lakuan hanya menjadi yang terbaik dari diri kita, hingga apa yang memang tertulis untuk kita itulah yang terindah.

Sebuah drama pastinya ada alur dimana disitu ada klimaks yang menjadikan sebuah cerita itu lebih menjadi cerita yang seseungguhnya. Begitu juga dalam hidup, setiap momen dalam perjalanan kita akan menampilkan sebuah alur yang akan menemui sebuah klimaks dari setiap cerita yang kita lalui. Namun seperti sebuah kurva, sesudah klimaks pasti akan ada tahapan penyelesaian dari cerita yang kita lalui. Dengan begitu ada sebuah hikmah dari sebuah cerita yang terjadi. Ada top and down yang akan mengiringi setiap perjalanan hidup kita, karena itu seperti menjadi suatu siklus yang memang sejatinya harus begitu.

Konflik dilahirkan dan diciptkan untuk menjadi rangkaian cerita antara pemeran satu dengan pemeran yang lainnya. Dari situ juga akan ada sebuah hikmah yang bisa diambil dari konflik yang terjadi. Dimana saat konflik ini dipertunjukkan ada pihak-pihak yang memainkan peran seseuai dengan posisinya masing-masing. Oleh karena itulah mengapa hidup ini  merupakan sebuah rantai yang tidak bisa terputus antara pihak satu dengan pihak lainnya. 

terjebak dalam istilah menunggu


Seberapa percaya kamu akan keajaiban itu ? Yah, apa yang bisa manusia perbuat untuk sebuah keajaiban itu ? Kita menyiapkan lahannya dan biarlah Tuhan berkerja atas apa yang tidak bisa kita lakukan. Ketika penantian terbuang dengan percuma. Mungkin memang ada yang salah dalam hal ini ? Oh bukan hal ini, namun lebih tepatnya konsep ini. Buat apa menunggu sesuatu yang percuma ? Tapi sebenarnya apakah ada sesuatu yang percuma itu ? Ah mungkin omong kosong untuk hal satu ini. Lebih tepatnya lagi lebih terbuka akan kenyataan. Yah, kenyataan. Realita yang memang sebenarnya terjadi. Kadang mata ini lebih tertutup oleh kenyataan yang ada di depan, dan mengabaikan begitu saja realitas yang terjadi. Masih tetap dimanjakan oleh sebuah spekulasi “mungkin saja” atau mungkin semacamnya. Tapi kenyataannya, pikiran ini bahkan terlalu bebal untuk dibujuk kalau kenyataan yang terjadi jauh dari imajinasi semata. Perlahan-lahan, pasti semuanya akan teridentifikasi. Seperti sebuah cerita yang mengambang, dan mencoba mencari endingnya, hingga ending itupun ditemukan, dan kenyataannya apa yang terjadi bukan seperti yang ada di spekulasi semata. Yah, mungkin selama ini perasaan ini hanya terlalu dimanjakan oleh harap-harap cemas yang diciptakan sendiri. Mencoba membujuk semesta untuk menjadikan pikiran itu nyata, namun jika ternyata bukan itu kejadiannya, apakah harus dipaksakan ? Mencoba untuk meredamkan euforia yang tercipta dalam benak sendiri. Coba bernegosiasi dengan diri sendiri untuk lebih terbuka akan realita. Realita ? Masih haruskan dipertanyakan, kalau kenyataannya jarak itu semakin jauh dan jauh, bahkan sudah tak bisa lagi terukur. Oh ternyata yang mendekatkan selama ini hanya sugesti yang memberi harapan palsu. Termakan oleh spekulasi sendiri. Mana kenyataan itu ? Hei, coba sebentar. Coba renungkan keadaan ini. Ingatkah dengan satu kata ini ? “REALISTIS” Ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan, saat ini logika harus dimainkan. Ini bukan sebuah novel yang kisahnya bisa diputar balik sesuai dengan keinginan. Ini dunia nyata, bahkan bukan lagi sebuah dunia dongeng atau mungkin dunia khayalan. Buka mata, coba lihat disekeliling. Masihkah mau dipaksakan keadaan ini ? Redamkan sejenak sugesti itu, mungkin benar, hanya termakan sugesti. Hingga logika mampu dilumpuhkan dan mata tertutup oleh kenyataan yang tersaji dengan jelas. Redamkan sebentar apa itu yang dinamakan dengan “feel”. Biarkan logika itu berjalan sebagaimana mestinya. Biarkan dia mengatakan, biarkan dia yang menunjukkan ketika hati terbutakan oleh harapan. Oh ya, pasti logika akan membisikkannya lewat kata hati. Bahkan hati pula yang akhirnya menentukan. Biarkan dia lebih realistis. Lalu apa bedanya dengan menyerah ? Ini bukan menyerah. Ini hanya lebih melihat pola dari apa yang terjadi. Relaistis lebih memberikan jalan untuk logika bermain ketika usaha itu telah sepenuhnya tercurahkan. Menunggu, mungkin itu usaha yang terdengar dengan percuma. Seperti orang bodoh yang menunggu pelangi disiang bolong, bagaimana bisa kalau tidak ada hujan atau semacamnya hingga menjadikan indahnya pelangi ? Bahkan kini menunggu terdengar konyol kalau hanya menunggu tanpa usaha yang pasti. Kesempatan kedua, ketika dan keajaiban sekalipun itu ada karena ada usaha. Tapi apa yang bisa diwujudkan dengan menunggu ? Percuma. Omong kosong. Hei, ini lebih pada menyerahkah ? Bukan. Ini lebih pada realistis. Melihat kenyataan sudah tak berpihak lagi, biarkan akal sehat yang menentukan. Hingga realistis dan menyerah itu beda tipis. Bahkan tidak bisa dibedakan lagi. Namun kali ini entah apa namanya, yang pasti jalan itu sudah tertutup. Sekeras apapun menunggu kalau tidak ada celah sepertinya semua akan percuma. Lalu apa yang bisa diperbuat ? Ikhlas. Ah terlalu terdengar seperti sebuah lelucon klasik. Ikhlas, ikhlas dan ikhlas. Toh, ketika pintu itu sudah tertutup apa boleh buat kalau bukan mencari pintu lain yang masih terbuka. Serahkan pada waktu, biar dia yang menjawabnya, hingga pada kahirnya apa yang akan terjadi. Jika ternyata itu yang dinamakan dengan keajaiban masih berlaku pasti akan ada celah. Namun jika tak ada jalan lagi, akan ada jalan lain untuk mewujudkan sebuah harapan. Bukan lagi terjebak dalam menunggu, menunggu yang memaksakan untuk menyerah namun membiarkan akal sehat membuka mata untuk berpikir realistis.

Senin, 04 Maret 2013

Seleksi Alam

Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan isitilah satu ini, yap, seleksi alam. Seleksi alam sering kita dengar di pelajaran biologi yang mejelaskan adanya gejala alam dimana disitu mahkluk yang bisa bertahanlah yang akan bisa survive dan menjaga kelangsungan hidupnya, kalau tidak salah teroi ini dikemukakan oleh Darwin yang meenemukan istilah ini dari rusa jerapah yang awalnya berleher pendek, panjang, sedang, hingga akhirnya ada jerapah macam sekarang karena mereka mampu bertahan dengan keadaan alam yang menjadikan mereka seperti sekarang ini berleher panjang untuk menjangkau pohon yang tinggi untuk mendapatkan makanan. Kurang lebih seperti itulah teorinya. Ya, namun kalau kita cermati, seleksi alam tidak saja ada dijaman dahulu, bahkan sampai sekarang seleksi alam masih sangat lekat di kehidupan kita. Bahkan di keseharian kita, dalam berbagai hal, seleksi alam itu masih ada.

Inti dari teori seleksi alam itu sendiri adalah siapa yang mampu bertahan dialah yang bisa meneruskan kelangsungan hiudpnya sesuai dengan lingkungan sekitarnya, bahkan ada semacam eliminasi pihak-pihak yang tidak bisa menyesuaikan diri hingga harus punah. Begitu juga dalam sebuah hubungan persahabatan, entah sadar atau tidak sadar ada proses seleksi alam untuk kita menemukan mana yang bisa dikatakan "true friend". Bahkan ada kata bijak yang mengatakan "jangan menjadi sahabat bayangan", apa maksudnya ? Yah, seperti yang kita ketahui bayangan ada disaat sinar itu ada, dia akan mengikuti kemanapun sumber bayangan itu, namun jika tidak ada lagi cahaya bayangan itu menghilang. Tanpa harus dijelaskan lebih detail lagi, masing-masing dari kita pasti tahu apa makksudnya. Seperti yang kita ketahui, konflik itu ada sebenarnya untuk menguji. Lebih baik memiliki satu sahabat daripada seribu teman namun yang ada semuanya seperti bayangan. Kita tahu kita tidak bisa hidup tanpa orang lain, oleh karena itu mengapa Tuhan menghadirkan sosok sahabat ditengah-tengah kita. Kita sebagai manusia tidak selamanya benar dan tidak sepenuhnya salah. Ada kalanya kita ibarat cermin, menjadi pantulan bagi sosok lain untuk menemukan diri mereka. Bukan untuk mengurui namun untuk menemani. Ibaratnya ada lima orang mengikrarkan diri mereka bersahabat, ketika berjalannya waktu pasti akan ada konflik-konflik entah itu disengaja atu tidak yang akan menguji persahabatan mereka, dan seperti sebuah ajang kompetisi pasti akan sada pihak-pihak yang berguguran hingga nantinya teruji mana yang memang pas atau layak dipanggil sahabat. Ini yang kita temui sebagai seleksi alam di dalam sebuah hubungan kita sehari-hari dengan sahabat. Karena kita tahu yang bisa menguji seberapa kuat hubungan dan kedewasaan seseorang adalah waktu dan masalah. Ketika kita bisa melewati itu, kita tahu apa itu yang dinamakan dengan bertahan. 

Kenyataan akan berjalan sebagaimana mestinya. Karena kenyataan bukanlah sebuah angka-angka yang bisa dimanipulasi tetapi sebuah fakta yang memang tidak bisa dihindari dan dibohongi. Inilah realitas yang memang seharusnya kita hadapi. Realitas itu bersifat subjektif dan objektif. Tinggal bagimana kita memandang realita yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, mau dinikmati atau mau disesali. Hingga perubahan yang terus menerus menjadi suatu yang tidak bisa terhindarkan lagi dan ini yang menyebabkan kita semakin berkembang. Dan seperti yang kita tahu ini yang membuat kita juga tidak bisa terlepas dari seleksi alam selama proses hidup kita. Bahkan kalau dengar kata seleksi pasti kita akan familiar dengan kata kompetisi juga, disinilah ajang kita untuk membuktikan siapa kita. Karena sejatinya setiap orang memiliki jalan ceritanya masing-masing. Hingga satu orang dengan orang lainnya tidak bisa disamakan. Kalah atau menang itu adalah hal biasa dalam sebuah kompetisi. Tinggal bagaimana kita bisa menghargai setiap hasil dari sebuha permainan itu.

Setiap orang memiliki tinggat fleksibilitasnya masing-masing. Apa maksudnya ? Yap, kita dari lahir hingga sekarang ini dianugrahi kemampuan untuk menyesuaikan diri, bukan hanya binatang saja yang dalam teori biologi memiliki kemampuan adaptasi. Kita sebagai manusia memiliki daya, cipta, dan karsa begitu juga kemampuan untuk menyesuaikan lingkungan. Ketika dunia berubah secara tidak pasti kita dituntut untuk bisa menyesuaikan dengan perubahan itu, bukan hanya menyesuikan. Karena dengan adaptasi kita lebih bisa menerima keadaan sebagaimana mestinya tanpa ada keinginan untuk merombak keadaan yang sudah terjadi,  namun diri kita yang diubah dengan maindset baru untuk lebih bisa survive hingga kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan dari lingkungan sekitar kita. Berbeda jika kita hanya menyesuaikan, karena menyesuaikan selalu ada keinginan dalam benak kita untuk mengubah sistem atau keadaan yang memang sudah begitu adanya, sehingga tidak akan ada indikasi kesuksesan karena kita selalu berusaha mengubah apa yang terjadi sesuai dengan keinginan kita tanpa mau memperdulikan mindset kita. Yap, satu yang pasti kita harus siap dengan segala perubahan yang terjadi ketika seleksi alam itu menuntut kita untuk survive dengan kemampuan adaptasi kita. Bersikap fleksibel sehingga kita tidak terlalu trepenjara oleh kehendak kita yang kaku. Karena apa yang terjadi itu adalah sebuah proses yang memang begitu adanya dan tidak bisa kita rubah sesuai dengan kehendak kita sendiri, intinya yang bisa kita rubah adalah mindset kita untuk mampu bertahan dalam arus persaingan yang semakin ketat. Bersahabat dengan diri sendiri adalah kuncinya tanpa harus menjadi orang lain untuk diakui dunia. 

Sabtu, 02 Maret 2013

Kesempatan Kedua

Bagi para pencari kesempatan, ketauilah kalau kesempatan itu ada karena diperjuangkan. Kita tahu mana sesuatu yang memang worth it buat diperjuangkan atau diabaikan begitu saja. Kita tidak akan pernah terlepas dari sebuah pilihan. Bertahan atau pergi. Semua itu perlu sebuah keputusan dimana kita tahu apa yang kita cari dan kita mau. Bagaimana dengan menunggu ? Pasti setiap orang tidak ingin menunggu hanya untuk sesuatu tidak pasti. Namun itulah resikonya. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi sedetik, satu menik, satu jam, satu hari, atau bahkan satu minggu dari sekarang. Semua itu hanya ada dalam angan-angan kita. Apa kuasa kita untuk menjadikannya sesuai dengan kemauan kita ? Bukan kehendak kita yang terjadi namun kehendakNyalah yang menjadikan semua itu indah pada waktunya. Betapa beruntungnya mereka yang selalu percaya dan akan tetap percaya pada "akan indah pada waktunya" karena janji itu seperti mentari yang tidak akan pernah ingkar janji. Keajaiban itu dekat bagi kita yang percaya bahwa itu bukanlah sesuatu yang mustahil. Sesuatu yang tidak mungkin bagi kita akn dinyatakannya hingga saat itu datang. Kadang kita terlampau cepat putus asa dengan keadaan yang terjadi saat ini, ketika semuanya seperti sudah menjauh kita cenderung untuk menarik kesimpulan kalau itu tidaka kan mungkin terulang kembali. Namun bagaimana dengan 'kesempatan kedua" ? Kesempatan itu akan selalu sama dengan kesempatan-kesempatan sebelumnya. Bahkan ini akan membutuhkan sebuah kesabaran untuk menunggu. Hingga kesempatan itu terbuka kembali. Kita tidak akan pernah tahu apakah kesempatan itu akan datang untuk kedua kalinya atau memang sudah sepantasnya kita mengubur dalam-dalam ekspektasi kita yang berlebihan itu. Jika kit masih mampu menunggunya tidak ada yang tidak mungkin semua itu akan kembali terjadi. Ketika satu pintu tertutup bukan berarti pintu lainnya akan ikut tertutup juga. Kita tahu seberapa tangguh kita akns ebuah penantian. Namun yang perlu kita ingat, semua itu masih dalam spekulasi. Bahkan kemungkinan untuk terjadi masih 50:50. Jika memang itu masih yang terbaik akan selalu ada jalan untuk itu, namun jika itu bukan lagi yang trebaik akan ada jalan terbuka untuk sesuatu yang trebaru dan yang trebaik. Percayalah, Tuhan selalu memiliki skenario yang lebih indah dari segala rencana kita. Dia tahu mana yang terbaik bagi kita. Ketika kita tidak sanggup lagi melakukan semuanya dengan daya dan upaya kita, berserahlah, biarkan Tuhan berkarya dalam hidup kita. Jangan pernah meragukan kekuasaanNya. Karena Tuhan tidak akan pernah mengecewakan kita yang percaya akan segala rencana luarbiasaNya. Sekuat apapun kita menunggu, sekeras apapun kita setia, dan setangguh apapun kita bertahan namun jika Tuhan tidak menuliskan "iya" untuk itu, semua itu akan mustahil dan terbuang dengan percuma. Lakukan yang trebaik yang bisa kita lakukan saat ini, namun kita harus siap dengan kemungkinan terburuk sekalipun. Percayalah, Tuhan akan menjadikan segalanya indah pada waktunya.