Senin, 25 Maret 2013

We Are Special

Kita sekarang adalah kita di masa lalu. Kita sekarang adalah hasil dari pengalaman kita. Kita yang baru. Kita yang telah mengalami banyak perjalanan dan kejadian-kejadian yang menjadikan diri kita saat ini. Tidak ada istilah kebetulan atau ketidaksengajaan, karena segala sesuatu itu terjadi karena adanya sebuah rite. Dimana ritme itu yang menjadikan sebuah pola dalam kehidupan kita. Senang, sedih, ragu, semangat, kehilangan, ikhlas, atau apapun itu yang menjadi kata sifat. Bukan hanya kata sifat saja, segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita adalah hasil dari perpaduan kata sifat, kata benda, dan kata kerja. Semuanya itu adalah kita saat ini. Kita yang saat ini mungkin sedang membaca tulisan ini.

Kita dari lahir dianugerahi cipta, rasa dan karsa. Untuk apa semua itu. Sebagaimana mestinya semua itu berperan. Ketika kita dihadapkan oleh sebuah masalah, cipta, rasa dam karsa kita akan saling berkolaborasi menyusun sebuah cara yang lebih dikenal dengan problem solving. Pikiran kita, perasaan kita, ibarat dua mata tombak yang saling melengkapi satu sama lain, meskipun mereka berkerjasama namun ada kalanya mereka saling bertolakbelakang, hal inilah yang kita kenal dengan konflik batin. Ketika hati berkata a namun logika berkata b, ini yang cenderung membawa kita ke dalam keadaan dimana yang sekarang lebih dikenal dengan istilah galau. Galau adalah keadaan dimana ekspektasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tidak hanya itu ketika kita dihadapkan oleh banyak pilihan dan secara tidak langsung kita dituntut untuk memutuskan mana yang terbaik, inilah saatnya coping strategis itu berkerja. Apa itu coping strategis ? Coping strategis adalah cara atau strategi yang kita pilih, kita pertimbangkan dan kita lakukan untuk menghadapi sebuah masalah atau problem. Setiap orang memiliki coping strategy yang berbeda-beda, ada yang mengunakan lajur kanan, lajur kiri, baris kanan, atau baris kiri. Ini semua dipengaruhi oleh latarbelakang masing-masing. Bagaimana iklim di keluarga kita, bagaimana lingkungan membesarkan kita, dan pada akhirnya bagaimana kita mekompilasikan faktor-faktor itu dalam memilih cara atau melakukan sebuah tindakan untuk memilih jalan keluar dari masalah yang kita hadapi.

Anggap saja diri kita ini ibarat dengan gelas, air yang dimasukkan kedalam gelas itu adalah hal-hal yang kita terima setiap hari, entah itu informasi, pengetahuan, ilmu, masalah, dan apapun itu. Ketika gelas itu masih cukup untuk menampung air yang dituangkan ke dalamnya, maka tidak akan ada masalah yang terjadi. Tapi bagaimana jika air yang di masukkan kedalam gelas itu sudah melebihi kapasitasnya ? Air itu pasti akan luber dan tumpah. Begitu juga dengan diri kita. Ketika setiap hari entah itu kita kuliah, entah itu kita kerja, bertemu teman, bertemu klien, ataupun melakukan segala sesuatu yang menjadi rutinitas kita akan memberi kita sebuah "isi". Jika apa yang kita terima itu masih berada dalam batas normalnya, hal itu pasti tidak akan menimbulkan sebuah masalah. Kalau kurang, kita masih bisa berusaha untuk mencari informasi yang sekiranya bisa memnuhi kapasitas kita itu. Tapi bagaimana jika hal itu sudah berlebih ? Seperti sebuah bus yang di isis dnegan penumpang yang melebihi kapasitasnya, pastinya di dalam bus itu akan terasa sumpek, riweh, ah pasti sudah tidak mengenaknya. Yah, hal ini sering kita kenal dengan overload (ketika apa yang kita terima dan kita masukkan tidak sesuai dengan kapasitas semestinya). Lalu apa yang terjadi ? Orang pasti akan lebih mudah untuk marah, frustasi, depresi, ataupun melakukan hal-hal lain yang tidak sewajarnya. 

"WHATEVER IT IS YOU ARE FEELING IS A PERFECT REFLECTION OF WHAT IS IN THE PROCESS OF BECOMING"
Terlepas dari "isi" yang kita peroleh setiap hari, kita memiliki diri asli kita. Dimana diri kita yang utuh, belum terkontaminasi oleh hal-hal lain di luar kita. Diri kita yang utuh inilah yang menjadikan sosok pribadi kita yang asli. Kita yang melalui tahap pembelajaran dari waktu ke waktu. Dari kecil kita belajar berjalan, belajar berbicara, belajar naik sepeda dan proses belajar kita. Kita yang mungkin saat ini sudah memasuki kepala dua, telah melalui banyak proses belajar, proses belajar itu ibarat sebuah cupcake adalah topingnya, dan rotinya itu adalah diri kita yang utuh. Karena proses ini kita memiliki sebuah memori untuk menyimpan bagian demi bagian dari apa yang telah kita lewati. Dan memori itu dibedakan menjadi dua, yaitu short term memory and long term memory. Short term memory itu adalah sebuah bagian memori kita yang menyimpan hal-hal yang berlangsung jangka pendek, seperti tadi sore mungkin kita baru saja makan nasi goreng atau mungkin tadi sore kita habis menyetrika baju. Short term memory ini berhubungan dengan hal-hal yang dengan mudah ingatan itu menguap. Berbeda dengan long term memory. Long term memory lebih pada ingatan jangka panjang. Mungkin dulu kita pernah patah hati, mungkin kita yang pernah mengalami mas SMA yang indah, ataupun hal-hal yang lain yang jika melalui proses "recall" dengan mudah ingatan itu muncul ke permukaan karena kita masih mengingatnya. 

Setiap orang istimewa dengan caranya masing-masing. Hal ini yang harus kita sadari. Betapa kompleknya hidup kita ini, namun kita jarang untuk mensyukuri hal sesimpel yang ada pada diri kita. Kita lebih cenderung menuntut diri kita lebih dengan segala sesuatunya. Seperti cupcake tadi, kita kadang memaksakan untuk menggunakan toping coklat, keju ataupun rasa-rasa lainnya yang sebenarnya itu terlalu memaksa. Ya, itulah manusia. Kita dianuragi kemampuan untuk merasakan, mendengarkan , meraba, melihat, mencium dan sesimpel apapun itu harusnya selalu menjadi alasan kita untuk mengucap terima kasih. Simpel namun lebih sering kita sepelekan. 

Kita yang begitu kompleknya ini selalu mengalami hal-hal yang tidak pernah terduga. Ada hal yang perlu kita ketahui dari dalam diri kita. Pertama, kita harus kapasitas diri kita. Sepanjang hidup kita ini adalah proses belajar. Belajar untuk lebih bersahabat dengan diri sendiri dan kenyataan. Supaya tidak ada "denial" dalam diri kita, lebih pada rasa penerimaan yang bis amenjadikan diri kita legowo dalam menjalani segala sesuatu. Jujur pada diri sendiri terkesan lebih sulit dibandingkan jujur pada orang lain, melatih diri untuk apa adanya adalah salah satu jalan untuk menjadikan hidup kita lebih hidup. Karena bahagia itu ada dalam diri kita, kita tidak akan pernah menemukannya sebelum kita menerima diri kita sebagaimana mestinya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading :)