Selasa, 28 Oktober 2014

TIMING (2)

Seberapa kuat waktu mengikat seseorang untuk bertahan ? Apakah waktu menjadi alasan untuk selalu diulur-ulur ? Nanti dan nanti. Seolah semuanya menjadikan waktu sebagai alasan untuk tetap mempertahankan apa yang sudah sepantasnya dilepaskan. Lihat saja padi di ladang itu. Ada waktu untuk menabur benih dan ada waktu untuk menuainya. Apakah padi-padi itu bisa sedikit saja meminta waktu kepada petani untuk memperpanjang waktu tumbuhnya ? Yah memang semuanya sudah punya waktunya masing-masing. Terlalu terpacu dengan apa yang dinamakan dengan kuantitas tanpa mengesampingkan kualitas. Kebimbangan dan keraguan seolah juga ikut dimanjakan oleh waktu. Lalu apakah ada yang lebih pasti dari ketidakpastian itu sendiri ? Semuanya nampak masih semua, belum jelas pasti warna yang nampak. Bukankan hanya berpasrah dengan waktu sama saja memberi ruang untuk memberi bimbang pada diri sendiri ? Kembali mepertanyakan apa yang sudah diyakini dan dipegang bahwa itu benar adanya. Tapi dengan begini semuanya kembali menjadi titik nol. Mulai berusaha untuk menumbuhkan sebuah keyakinan yang sedari awal sudah ada digenggaman. Lantas menunggu apa lagi ? Apa kamu lupa dengan satu kata itu ? Proses. Proses yang menjadikan semuanya begitu nampak sempurna. Walaupun alam semesta tahu sekalipun tidak ada yang sempurna di dunia ini, namun apa ada yang salah jika hanya memamdang seolah itu nampak sempurna ?


Terimakasih waktu karena kesempatan yang kamu beri memberi ruang untuk kembali menelisik jalan mana yang memang seharusnya ditempuh. Coba pertanyakan saja dengan keraguan yang seolah menertawakan sudut-sudut keyakinan itu. Lalu apa yang terjadi nanti ? Apakah sudah siap ? Apakah kamu seyakin itu ? Sungguh tidak ada jaminan yang pasti akan semua itu. Lalu apakah ada yang bisa dilakukan lebih daripada sekedar percaya ? Ah sepertinya akan nampak klise jika harus mengosongkan diri dan seolah-olah tidak tahu menahu apa yang terjadi, bahkan semuanya sudah jelas terpampang dan bahkan sudah pernah mencicipinya. Mana lagi yang akan menghadirkan ruang untuk sejak saja hening sebelum semuanya sejauh angan-angan ? 


Apakah kamu mampu menjamin dirimu sendiri akan keraguan yang seolah terus mengejarmu ? Ah rasa-rasanya ini hanya semacam sepaket yang memang semuanya harus ditinjau ulang. Setiap orang punya ceritanya masing-masing. Apa ada yang salah dari proses itu ? Tidak semuanya terjadi sebagaimana mestinya. Bahkan tidak ada yang bisa memperlambat apa yang seharusnya dipercepat dan tidak ada yang bisa mempercepat apa yang seharusnya diperlambat. Apakah ruang bimbang itu akan terus meluas ? Lihat saja nanti. Yah tidak akan ada yang tahu pasti. Semua itu pasti akan ada konsekuensi, meski kadang sudah melakukan yang terbaik, namun itu masih jauh dari cukup. Segalanya tidak bisa diganti secepat apa yang kebanyakan orang inginkan. Nampak egois, lalu tanyakan saja lagi siapa kamu. Kamu bukan pengendali akan apa yang memang seharusnya ada dan terjadi. Biar saja semuanya menjadi yang semestinya. Serahkan saja semua ketakuttan, kekhawatiran dan keraguanmu di tanganNya. Percaya saja Dia tidak akan pernah ingkar janji. Meski keraguan bertubi-tubi mendatangimu, namun pada akhirnya Dia hanya menyatakan janjiNya bahwa semuanya akan indah pada waktunya. 

Kamis, 02 Oktober 2014

The End

Ini bukan tentang menang atau kalah. Bukan tentang persaingan, namun tentang sebuah cerita yang sudah digariskan untuk menjadi kisah nyata. Bukan tentang bersaing untuk menjadi siapa yang lebih hebat. Toh setiap dari manusia selalu diciptakan untuk menjadi hebat dan istimewa dengan cara dan pembawaannya sendiri-sendiri. Tidak perlu nampak seolah gagah atau tangguh untuk mendapat pujian, hingga namanya perlu dieluk-elukkan dimana-mana. Ah siapa yang akan bisa menebak apa yang akan terjadi. satu detik kedepan, satu menit kedepan, atau sampai satu tahun kedepan ? Semuanya masih nampak semu. Manusia hanya bisa menerawang dan menebak-nebak yang akan terjadi saat ini dan yang akan datang ? Kembali ke menang atau kalah. Orang yang bertanding selalu menampilkan yang terbaik untuk dirinya, hingga nantinya dia akan terpilih untuk penyandang gelar yang pantas. Apa sebenarnya hakikat pemenang itu ? Lagi-lagi bukan dalam arena pertandingan, ini bagaimana cara untuk memenangkan diri sendiri akan ego yang selama ini seolah menantang dan manja untuk dituruti. Akan semua mau yang seolah menjadi-jadi, akan semua harapan yang seolah dipaksakan. Lalu apa yang manusia perbuat dengan semua itu ? Ah manusia kadang tidak mau mengenalinya, yang dia mau hanyalah hasil akhir dari apa yang mereka perjuangkan untuk dimiliki. Nampak egois bukan manusia itu ? Tapi dengan begitu kita akan sadar bahwa tidak ada yang sempurna dalam perjalanan hidup ini. Aku kamu dan kita hanya saling memandang dan menjadi cermin satu sama lain akan semua yang kita lakukan, baik itu yang terbaik dari diri kita atau mungkin hanya sebagain diri kita yang mau berjuang. 

Let's see. Kita lihat saja nanti. Itu seolah kata aman yang menjaga manusia dari ketakutan akan spekulasi yang akan terjadi nanti. Jika tidak A mungkin akan B, atau mungkin malah akan melesat jauh menjadi Z. Yah, hidup ini memang penuh dengan kejutan. Namun, Tuhan sudah menepati janjiNya dan akan terus menepati janjiNya, karena semua itu akan indah pada waktunya. Tidak akan usaha yang sia-sia hingga pada akhirnya alam semesta mendukung. Minta saja, maka akan diberikan padamu. Ketuk saja maka pintu akan dibukakan bagimu. Kita ini adalah anak-anak kesayanganNya yang selalu diberikan kesempatan lebih dan lebih lagi untuk meminta. Lalu ada yang Dia minta dari kita ? Berusaha, doa dan percaya hingga mukjizat itu menjadi nyata. Diantara ketiga itu kadang kita dipatahkan semangat oleh satu istilah yaitu menunggu. Yah memang. Siapa bilang menunggu itu sangat mengasyikkan ? Semua orang mungkin tanpa terkecuali akan bilang kalau menunggu itu adalah hal yang sangat menjemukan. Manusia dibuat tidak pasti. Memang ada yang pasti dalam penantian ? Lalu apa yang membuatnya pasti. Hanya satu yang membuatnya pasti, keyakinan. Menunggu seolah menjadi momok yang membuat orang berpikir seribu kali lagi untuk melakukkannya. Tapi apakah bisa barang sedetik saja manusia dipisahkan dari kata menunggu ? Bukankan untuk menuju detik selanjutnya dalam hidup kita itu sama saja dengan menunggu. Memang, kadang manusia tidak sadar akan hal itu. Menunggu. semua kemungkinan bisa terjadi. Menunggu semua hal bisa terbolak balikkan karena yang empuNya perasaan adalah Maha membolak balikkan perasaan manusia. Tidak ada yang pasti dalam menunggu. Karena menunggu itu tidak akan terdefisnisi hasilnya hingga ujung waktu menunggu itu sendiri. Menunggu tidak bisa kita tawar. Menunggu hanya masalah menikmati dan membencinya. Menunggu membuat manusia lebih sadar bahwa perjalanan ini masih sangat panjang dengan segala kemungkinannya. Karena dengan menunggu manusia tahu bahwa dia bukan pemilik kendali akan kehidupan ini. Manusia hanyalah pelaku, pejalan kaki hingga nanti pada akhirnya akan menemui garis finis sebagai bukti janji yang telah ditepati.