Selasa, 23 April 2013

salut

salut sama orang yang mampu berjuang. Salut sama orang yang mempu bertahan. Salut sama orang yang mampu mempertahankan prinsip. Salut sama orang yang tidka pernah mengenal putus asa. Salut sama orang yang konsisten dengan ucapannya. Salut sama orang yang mau berkorban. Salut kepada mereka yang mau mencoba hingga akhirnya tahu apa yang trebaik untuk mereka. Kadang banyak dari kita merasa ketika menghadapi sebuah masalah, kitalah yang paling menderita, namun cobalah kita lihat disekita kita, bagaimana dengan mereka ? Banyak yang lebih dan lebih dari kita, entah itu lebih sengsara atau lebih bahagia dari kita. Itu tergantung dari kita, ingin menengok ke atas atau menengok ke bawah. Semua itu ada disekeliling kita. Ini belum seberapa yang kita alami. Masih banyak yang tidak seberuntung kita. Kita ini hanya bagian dari mereka yang saling bertumbuh dan saling menyapa. Bukan untuk saling menyaingi, namun untuk saling beriringan. 

Mungkin kita memang tidak seberuntung mereka, namun kita juga tidak pernah tahu kalau mereka juga berpikiran mereka tidka seberuntung kita. Kita ini adalah semacam materi yang ada dalam sebuah bola, bola yang terus berputar tanpa sebuah poros, kadang kita ada disana kadang kita ada disini, semua itu adalah sebuah ketidakpastian masa yang akan membawa kita pada sebuah pertukaran posisi. Untuk saling merasakan satu sama lain. Bukan untuk saling mengunggulin, namun slaing melengkapi. Namun pada kenyataannya, orang ingin selalu dipandang paling pertama dan utama. Tidak ingin biasa-biasa saja, karena sesuatu yang biasa-biasa saja saat ini akan terabaikan begitu saja. Mengingat untuk terlupakan, memperhatikan untuk diabaikan, mencintai untuk dikecewakan. Ini semacam timbal balik yang bukan pada tempatnya. Namun pada kenyataannya hal ini banyak terjadi saat ini. Tetap salut dengan mereka yang mampu menunjukkan konsistensinya dalam menjalani prinsipnya, tetap melangkah tanpa menyerah hingga pada akhirnya mas aitu datang juga. 

Tuhan. Punya. Rencana.

Kita selalu mengeluhkan sesuatu yang sebenarnya sudah ada jalan dan alurnya masing-masing. Pekerjaan yang sulit, kehidupan yang semakin susah, kuliah yang lama, ini dan itu. Belum setiap detail dari kehidupan kita, selalu saja ada keluahan yang membuat kita merasa kurang dan selalu menjadi alasan kita untuk mengeluh meminta ini dan itu. Mulai dari kita bangun di pagi hari, kadang kita sejenak kembali mengumpulkan kesadaran dan aware kalau nyatanya kita kembali ke rutinitas kita yang itu dan itu lagi. Rutinitas apa itu ? Kuliah, tugas, teman, kegiatan lagi, pekerjaan, belum lagi pertemanan, belum lagi hubungan kita. Dan masih banyak lagi hal-hal yang akan sellau kita temui setiap harinya. Oke coba kita lihat perbagian dari kehiudpan kita. Bangun pagi, tersadar kalau mimpi semalam hanyalah sebuah mimpi dan kita kembali lagi mengijak ke dunia nyata, ke realitas yang tidak bis akita hindari kecuai kita meninggal. Terbangun dan sekejap kita melihat ke sekeliling kita, dinding di kamar kita, barang-barang yang setiap harinya menemani kita. Lalu pernahkah kita terpikirkan kalau kita kadang mengabaikan nafas yang masih mengalir di paru-paru kita, darah yang masih mampu kita rasakan desirannya di nadi kita ? Ah pasti ketika sekejap terbangun hal pertama yang dilakukan mengecek HP, belum membuat planning ini itu buat sehari. 

Kita bangun, mempersiapkan diri untuk menjalani hari dengan penuh kepercayaan diri. Selalu ingatkah kita kalau hal yang paling berharga dari hiudp kita yaitu satu detik yang baru saja berlalu dari hidup kita ? lalau mengapa untuk setiap detik itu kita kadang lupa untuk mengucapkan terima kasih ? Terlalu susahkah aksen kata itu sampai kita kadang lupa untuk mengucapkannya ? Ah inilah kita, manusia yang penuh dengan kelalaian. Kita terlalu dimanjakan oleh keadaan sekitar, dimanjakan oleh keinginan ini dan itu, dan sekalinya keinginan itu tidak terpenuhi, pasti akan ada pemberontakan dalam diri kita. Wajar. Ya, karena kita hanyalah manusia biasa yang penuh dengan kekurangan. Jauh dari kesempurnaan. Namun bagaimana dari kita yang selalu mengusahakan kesempurnaan ? Mereka selalu mengejar kepuasan, dan itu kadang mengabaikan kebutuhan sekitar. 

"Hai para pencari kesempurnaan, semakin kamu mencarinya semakin kamu akan dikecewakan oleh kenyataan."
Pernahkah kita sejenak merenungkan mengapa Tuhan kadang tidak mengabulkan doa kita ? Tuhan bukannya tidak mengabulkan doa kita, namaun Dia tahu cara dan saat yang tepat untuk menjadikannya semua indah pada waktunya. Kadang kita sebagai manusia apa-apa menginginkan segalanya berjalan sesuai dengan keinginan kita. Mempercepat segalanya sesuai dengan keinginan kita. Lalu apa kuasa kita untuk semua itu ? Bukankah kita ini hanya sebagai pemain dan bukan sutradara akan permainan ini ? Bahkan kita bukan juri atas apa yang telah kita mainkan. Kita hanya mampu dan bisa melakukan segalanya sesuai dengan peran kita masing-masing. Namun kenyataannya saat ini, sudah banyak orang beralih peran untuk mengejar sebuah kepuasaan diri. Entah titik mana nantinya yang akan mereka temui untuk mencapai puncaknya. Karena kepuasaan itu ibarat sebuah candu, sekali kita mendapatkannya kita akan terus dan terus mengejarnya sampai tidak ada standar yang pasti akan kosakata satu itu. Kepuasaan. Manusia adalah mahkluk yang serba kompleks. Mereka mampu menjelma menjadi apapun untuk menjadikan dirinya terpandang dan memiliki nama. Solah kehidupan ini menjadi sebuah ajang untuk memperbesar nama. Semakin kita mengingkari kenyataan itu, namaun inilah realita yang terjadi saat ini.

Kita kadang terlalu memperjuangkan apa yang sebenarnya tidak worth it buat kita perjuangkan. Kita terlalu mengharapkan segala sesuatu menjadi milik kita padahal sebenarnya bukan kapasitas kita untuk memilikinya. Kita berusaha sekuat mungkin untuk mempertahankan apa yang sebenarnya ingin terlepaskan dari kita. Sekuat apapun kita mencoba, sekeras apapun kita menunggu, selama apapun kita setia, namun jika Tuhan tidak menuliskannya untuk kita, semua itu sama saja bohong. Pernahkah kita terpikir, sebenarnya ada jalan, sebenarnya kalau diperjuangkan hal itu akan menjadi nyata, sebenarnya kalau mau dikompromikan semuanya itu akan menjadi komitmen, namaun seakan cerita membawa pada alur yang hanya memperumit saja. Taukah kita mengapa ? Karena Tuhan tidak ingin kita tersakiti. Tuhan terlampau sayang pada mereka yang pernah dikecewakan. Misalnya saja, dalam sebuah hubungan kita tahu kalau seandainya kita hanya bertahan dalam ekadaan yang hanya memperburuk keadaan itu akan menyakiti diri kita. Kita tahu kalau sosok itu tidak abik untuk kita, namun dalam doa kita, kita seakan memaksa untuk meminta jalan itu dibukakan kembali, dan pintu itu terbuka kembali. Tatapi yang ada keadaan semakin rumit dan tidak seperti yang kita inginkan. Tahukah mengapa ? Karena Tuhan memiliki rencana yang luar biasa dibandingkan rencana-rencana amatir kita.

Satu hal yang mungkin akan selalu terdengar klise, namun kalau kita tahu, inilah yang akan mempermudah setiap jalan kita. Ikhlas. Dalam setiap tindakan, perkataan, ucapan, pelayanan, dalam apapun itu jika kita mengunakan hati yang tulus untuk meskipun tidak menerima kita akan selalu dihadirkan sebuah keikhlasan yang lebih untuk menjalaninya. Apa yang perlu kita kuatirkan ? kekuatiran hari ini cukuplah hari ini, karena esok akan ada kekuatirannya sendiri. 

"Kamu lelah ? Ya aku tahu kamu lelah. Kamu bosan ? Ya aku tahu kamu bosa ? Istirahatlah sejenak, panjangkanlah nafasmu. Ketika kedamainan itu sudah berada digenggamanmu, lanjutkanlah langkahmu, dan lapangkanlah jalanmu dengan keikhlasan."

Senin, 22 April 2013

whatever...

Apa pernah kita bisa memilih pada siapa kita jatuh cinta ? Apa pernah kita bisa kepada siapa kita takut untuk dikecewakan ? Taukah kamu bagaimana rasanya jika orang yang kamu sayangin memintamu untuk berhenti menyanyanginya ? Pastinya setiap orang memiliki rasanya masing-masing. Tidak pernah bisa disamakan. Pernahkah kamu merasa lelah dan cepak dengan menunggu ? Menunggu tanpa sebuah harapan yang pasti ? Kamu tahu bagaimana melawan segala rasa yang ternyata itu salah ? Perahkan kamu disalahkan oleh orang akan rasa yang begitu besar ? Pernahkah kita bisa meminta untuk dibuat keadaan sesuai dengan apa yang kita mau ?

Pernahkah kamu berlari namun lagi-lagi sampai pada titik itu lagi dan lagi ? Lelah, jenuh, dan muak. Namun itulah perasaan. Kita tidak akan pernah bisa memilih pada siapa kita menaruh hati. Sebuah kata klise dan semua. Namun kenyataan itu mengatakan apa yang sejujurnya terjadi. Keadaan tidak pernah berbohong walaupun sebisa mungkin kita mencoba membohongi diri sendiri. Belari sekencang dan sejauh mungkin, namun lagi-lagi kesalahan yang sama yang ditemui. Bukan sebuah ruang baru untuk tempat singgah. Namun ruang itu seolah menjebak kita dalam sebuah rasa yang tiada akhir.

Ketika bertemud engan orang yang salah kita mengira kalau rasa itu salah. Sesungguhnya semua perasaan itu suci, dia lahir tanpa dibuat-buat. Tumbuh seiring waktu yang berjalan. Andai saja setiap dari kita punya kekuatan magic, pasti banyak dari kita akan memilih apa yang dari awal kita ingini untuk menjadi milik kita dan menjauhkan segala macam kesakitan yang hanya mengecewakan. Namun inilah realitanya, semua tidak akan selalu berjalan mulus dengan apa yang menjadi sejuta cumbu imajinasi orang. Realitanya itu yang kadang mengejutkan. Inilah mengapa kalau realita itu dinamakan dengan misteri.


Jumat, 19 April 2013

too much. too hurt.

Kita makan, kita minum, kita memilih pakaian, kita mengisi bahan bakar, apapun itu pasti ada takarannya masing-masing. Takaran itu sesuai dengan porsinya masing-masing juga. Tidak bisa melebihi ataupun kurang dari itu. Apa yang terjadi kalau kita melakukannya lebih ? Yah pasti akan ada yang terbuang dengan percuma. Begitu juga dalam memberi dan menerima. Kadang kita lebih mementingkan siapa mereka yang ingin kita beri, sampai kita lupa siapa diri kita dan apa yang sebenarnya kita butuhkan pula. Begitulah adanya. Kita lupa apa itu esensi dari memberi, entah itu memberi bantuan, perhatian, kasing sayang, care, dan semacamnya. Kita terlalu berfokus bagaimana menyenangkan objek yang kita beri, namun ada satu hal yang kita lupa dari situ. Seberapa porsinya dari kita memberi itu. Sudah cukupkah, berlebihankah, atau kurangkah. Bahkan kadang kita sampai membenarkan kalau peduli itu salah. Dimana letak kesalahannya ? Ya karena kita terlalu berlebihan. Kita lupa kalau setiap orang memiliki porsinya masing-masing. Ibaratnya gelas yang diisi oleh air, apakah mungkin gelas itu bisa menampung air lebih dari volume yang semestinya. Tidak akan pernah bisa, bahkan air itu akan tumpah dan terbuang dnegan percuma. 

Disini kita bisa lihat kalau apa yang berlebihan itu tidak akan ada artinya dan akan terbuang dengan percuma. Lantas bagaimana mengukurnya untuk tahu seberapa porsinya ? Dalam hidup ini tidak ada takaran yang pas dimana kita bisa memberi dan menerima dengan pas. Kita mencaripun tidak akan ada lelahnya. Mengapa ? Ya karena kita tidak pernah punya standar yang pasti akan mencari itu. Kita selalu mencari dan mencari lagi, karena kepuasan tidak ada batasnya. Itu yang mungkin bisa menyamakan persepsi orang stau dengan orang lainnya. Kepuasan itu tidak akan ada batasnya. Tapi mengapa bisa ketika kita memberi dan menerima harus pas ? Karena ini beda konteks dan beda tema. Kita harus selalu aware kalau segala sesuatu itu tidak bisa digeneralisasikan begitu saja. Setiap detail dalam kehidupan ini ada aspeknya masing-masing. Jika saja dalam kehiudpan ini bisa dipersepsikan merah semua, pasti kita akan melakukannya dalam garis merah dan tidak lagi peduli dengan warna lainnya.

Memberi untuk menerima. Kita seakan tahu, siapa apa dan untuk apa kita memberi dan menerima. Ini semacam ada korelasi yang saling timbal balik. Tidak bisa dipisahkan begitu saja. Karena mereka memiliki simbiosis. Memberilah untuk menerima, memberilah secukupnya untuk menerima secukupnya. Memberilah lebih maka menerimalah sepantasnya. Seakan tidak adil dalam kasus satu ini. Kita mencintai berlebih itu hanya akan menjadi jalan penghalus untuk kita kehilangan apa yang kita cintai. Kita peduli lebih, itu hanya akan menjadi jalan kita untuk lebih terlihat bodoh. Lalu bagaimana semestinya ? Tidak akan ada yang pernah tahu akan yang stau ini. Too much ? simpel tapi complicated. 

Sudahlah tidak usah pedulikan tentang porsi itu. Kita tahu dan sadar kalau segala sesuatu itu ada resikonya. Simpelnya, kita makan padahal itu untuk mengenyangkan perut tapi disisi lain kita memiliki resiko dari makan itu sendiri. Kalau kita tidak makan makanan yang sehat bisa-bisa kita terkena penyakit, belum dalam proses makannya, bisa-bisa kita tersendak dan akhirnya jadi penyakit juga. Sudahlah, bebaskanlah diri kita masing-masing. Listen to your heart. Jangan pernah memikirkan akan apa yang trejadi nanti, karena itu hanyalah sebuah misteri. Manusia hanya bisa berasumi. Kadang tanpa fakta pendukungpun, manusia bebas mengasumsikan apapun sesuka yang kita mau. Itulah kita, penuh dengan asumsi. 

"Menarilah sebebas mungkin seakan tidak ada orang yang akan melihatmu. Menyanyilah sebebas mungkin seakan tidak akan ada orang yang mendengarmu. Mencintailah sebebas mungkin seakan tidak ada orang yang akan menyakitimu."

Selasa, 09 April 2013

memutuskan. berhenti. disini.

aku berhenti bukan berarti menyerah. Aku tahu sampai mana batas kemampuanku, kemampuanku untuk mengerti, kemampuanku unutuk memahami, dan pada akhirnya aku tahu sampai mana aku mampu untuk menunggu. Bertahan rasanya tidak akan mungkin lagi jika nyatanya sudah tidak ada secerca harapan atau bahkan jalan itu semua sudah tertutup. Aku berhenti bukan berarti aku lelah. Aku hanya mencoba mempersilahkan logika berkata dan menunjukkan mana yang seharunya aku tempuh. Ketika memaksakan sesuatu yang sejatinya tidak akan pernah bisa itu ibaratnya menunggu sesuatu yang tidak pasti dan yang ada hanyalah percuma. Aku berhenti sampai disini. Titik dimana aku menyadari aku tidak bisa lagi. Semua waktu hanya akan terbuang percuma jika menunggu sebuah kepastian padahal nyatanya hal itu jauh dari angan. Aku berhenti di sini. Aku hanya ingin melihat apa yang nantinya kamu dapat. Aku tahu aku sosok yang jauh dari kata sempurna, oleh karena itulah aku mencoba bertahan. Bertahan dalam ketidakpastian itu ibarat menunggu hujan di musim kemarau. Sebuah ketidakpastian yang hanya akan menghambarkan. Aku berhenti disini karena kau tidak ingin terbilang sosok yang egois. Aku hanya ingin melihat senyum itu tetap mengembang walapun senyum itu bukan untukku lagi. Aku berhenti disini karena aku ingin melihat kamu berjalan menjauh dariku. Aku tidak ingin mendengar ucapan selamat tinggal karena itu akan menghapuskan kesempatan untuk kita bertemu lagi. Aku berhenti disini karena ternyata aku tahu itu bukan aku. Aku berhenti disini karena aku ingin membebaskan rasaku menemukan dunia barunya. Aku berhenti disini karena aku tahu kamu ingin menemukan caramu untuk terbang. Aku berhenti disini bukan karena aku lelah, namun aku ingin melihat kebebasan yang kamud apat. Aku berhenti disini karena inilah saatnya aku menyudahi semua rasa yang hanya akan menjerumuskanku dan menjebakku dalam istilah menunggu. Aku berhenti di masa ini karena aku yakin akan ada masa lain yang menungguku dengan cerita barunya. Aku memutuskan untuk berhenti disini, menyudahi semua ini, dan mencukupkan penantian ini. 

Minggu, 07 April 2013

aku dan kamu

Aku dan kamu sama-sama tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi nanti. Aku dan kamu dipertemukan di waktu yang entah itu bisa dikatakan tepat atau tidak. Aku dan kamu menjadi satu bagian dalam penggalan kisah kehidupan. Mencoba menyamakan persepsi, mencoba menyamakan langkah, mencoba menyamakan pikiran, dan mencoba menyamakan impian. Aku dan kamu mungkin adalah sebuah rencana. Tidak ada yang kebetulan, karena semua sudah di rencanakan. Aku dan kamu menjadi satu cerita dalam lembaran kisah yang kita lukiskan bersama. Aku dan kamu menjadi sebuah naungan kisah yang tidak akan pernah habis untuk dikisahkan. Aku dan kamu memulainya dari awal ketidaktahuan kita bersama. Aku dan kamu saling menyapa untuk melihat jauh ke depan. Aku dan kamu bukanlah sebuah kesalahan. Aku dan kamu hanyalah sebagai pelaku. Aku dan kamu sama-sama belum mengerti akan pemaknaan yang akan kita cari. Aku dan kamu mencoba menyelaraskan langkah untuk menemukan jalan baru. Jalan yang aku dan kamu buat untuk kita lali bersama. Aku dan kamu tidak akan pernah tahu waktu mana lagi yang akan menyatukan kita. Aku dan kamu sama-sama terjebak dalam sebuah ruang yang membuat kita untuk merenung. Aku dan kamu sama-sama mencoba untuk merenungkannya kembali. Aku dan kamu dua insan yang mencoba untuk ditatar dengan segala pemikiran yang baru. Aku dan kamu bukanlah dua kutub magnet yang saling bertolakbelakang. Aku dan kamu itu perjuangan. Aku dan kamu belum tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi dalam hitungan detik, menit dan jam yang akan datang. Aku dan kamu sama-sama mencoba mengenal diri masing-masing. Aku dan kamu mencoba berdamai dengan keadaan yang membuat aku dan kamu merenungkannya kembali. Aku dan kamu bukanlah sebuah awal dan akhir. Aku dan kamu adalah persamaan untuk mengambil kesimpulan. Aku dan kamu menjadi sebuah melodi dengan perbedaan ritme untuk menjadikannya lebih indah. Aku dan kamu itulah yang kini ada. Aku dan kamu terpisah dalam dimensi ruang untuk saling berpikir. Aku dan kamu diminta untuk lebih mengalah akan ego. Aku disini, dan kamu disana. Aku dan kamu adalah jarak yang ingin terputus oleh waktu. Kesempatan selalu tercipta ketika aku dan kamu saling beradu pandang. Aku dan kamu mencoba untuk menghapuskan perbedaan itu. Aku dan kamu itulah doaku. Aku dan kamu akan menjadi bagian yang entah akan menyatu ataukah akan terpisah. Aku dan kamu adalah ruang hati yang memiliki rasa tersendiri. Aku dan kamu itulah harapku untuk menjadikannya kita. 

Kamis, 04 April 2013

Logika Vs Perasaan

Dua sisi yang selalu memiliki keterkaitan namun mereka kadang menemukan titik untuk bertolakbelakang. Sebuah persimpangan yang menemukan dimensi untuk mengatakan sebuah perbedaan. Antara arah, tujuan dan makna. Mereka seakan berinteraksi untuk menentukan sikap yang nantinya akan dipilih. Menjadi sebuah titik balik untuk menemukan sebuah perumpamaan. Ketika momen itu tiba mereka saling tarik menarik untuk menjadi yang terdepan dan terunggul. Membisikkan langkah mana yang akan dipilih. Menuntun dengan bisikan yang membawa pada sebuah dimensi untuk menentukan titik akhir dalam sebuah penemuan. Mereka ada untuk menjadi sebuah cermin. Ketika duia sisi ini saling membutuhkan ada sebuah masa dimana mereka memerlukan waktu untuk berkompromi. Dua sisi yang nantiny akan berkolaborasi dalam penentuan akhir yang akan terucapkan.

Logika. Sebuah pertimbangan akan dunia luar. Akan rasional sebuah kenyataan yang mau tidak mau menjelaskan titik permasalahan yang tidak bisa ditawar lagi. Dia memberi cara untuk mengerti dengan kebermaknaan yang jelas tanpa babibu lagi. Logika menghantarkan kita pada masa dimana ada norma yang perlu ditaai. Logika menawarkan kejelasan, karena sejatinya dia tegas. Dia lebih melihat dunia dengan apa adanya tanpa tendeng aling untuk di hilangkan dari kenyataan yang ada. Logika memberikan refrensi untuk lebih menemukan kejelasan yang nyata tanpa pembohongan yang terbiasa dibuat untuk melumasi sesuatu hingga nyatanya hanya menjadi kamuflase. Logika membisikkan dunia secara gamblang, logika tidak mengenal kata nanti-nanti, karena inilah realitanya.

Perasaan. Dia masih mengenal apa itu yang namanya belas kasih. Dia tidak memandang siapa dan dari mana.  Perasaan lebih bisa menerima keadaan dengan lebih fleksibel. Dia tidak kaku, masih mau mendengarkan logika berkata. Perasaan menuntun pada sebuah sudut pandang yang lain untuk membukakan alternatif dari apa yang kenyataannya terjadi. Perasaan masih bisa mentolerir apa yang tidak bisa dimaafkan, karena perasaan itu lembut tanpa ada sebuah keterpaksaan untuk ditaati. Perasaan memiliki cara untuk meluluhkan. Dia tahu bagaimana dia harus menyesuaikan. Namun kadang perasaan terlalu membawa pada kenyataan untuk terlampau memaksakan keadaan. Perasaan membawa pada titik untuk meratapi kenyataan yang ada. Dia lebih peka terhadap rasa yang terlalu mendalam. Karena sejatinya perasaan mengerti kapan dia harus mengerti.

Ini sebuah dilema. Dimana dua sisi yang ada dalam diri mengatakan hal yang berbeda. Menyerah dan realistis itu beda tipis, atau bahkan tidak bisa lagi di bedakan. Ini kenyataan untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi, tidak pilih kasih lagi, karena sejatinya logika diminta untuk memainkan perannya secara apik. Perasaan hanya membawa pada titik untuk terus meratapi hal yang hanya akan menghalangi langkah ke depan. Ketika tidak ada lagi titik temu, saat itulah logika mengatakan apa adanya karena perasaan hanya akan semakin melarutkan pada hal yang seharusnya bisa ditinggalkan dengan terus belari tanpa membalikkan badan lagi pada masa yang telah jauh tertingga. Karena inilah realita yang terjadi.


Selasa, 02 April 2013

WAKTU

Waktu itu luar biasa sekali. Dia bisa membolak balikkan perasaan menjadi semakin tidak menentu. Bahkan kadang kita merasa terjebak dalam waktu yang bukan menjadi harapan kita. Waktu dirasa sudah jauh tertinggal dibelakang, namun kenyatannya waktu itu seakan berputar kembali menuju poros dimana kisah itu bermula. Waktu menjadi semacam permainan, semacam teka teki, semacam puzzel yang sulit untuk di tebak. Dia datang dan pergi begitu saja. Seolah tidak pernah ada sebuah ruang yang dia tinggalkan begitu saja. Waktu yang menciptakan ruang itu menjadi sebuah ruang yang penuh dengan rasa, namun seketika waktu bisa menghancurkan ruang yang sudah dengan susah payah di bangun untuk menjadi ruang pemberhentian. Apa yang bisa diperkirakan dari waktu ? Kita hanya bisa berspekulasi namun lagi-lagi waktu punya cara dan bentuk lain untuk menjadikan sesuatu itu penuh dengan kejutan. Kita dihantarkan pada sebuah kisah yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Waktu mampu menjadi sebuah jawaban. Jawaban akan kebahagiaan, kesedihan, berlalunya luka, penyembuhan kesakitan, penerimaan, dan waktu juga yang nantiny akan mempertemukan kita dnegan kisah sejati kita. Waktu berjalan terus, dan apa yang bisa kita perbuat kecuali mengikuti alur permainannya. Sampai titik ini, kita akan merasa waktu mampu merekam semua rasa, cinta, cerita apapun itu dari titik awal kita berjalan. Waktu yang memberikan kita dimensi untuk meluaskan sebuah pengharapan. Waktu memberikan jarak bagi sebuah realita dengan ekspektasi. Waktu menjadi sbeuah pintu untuk masuk ke memori satu ke memori yang lain. Seperti sebuah siklus yang tak mudah untuk di tebak. Dia seolah mengerti akan akan pengharapan kita. Seolah dia mengerti dimana dan kapan kita menunggu waktu yang tepat. Waktu akan selalu berbaik hati untuk memberikan obat bagi hati yang treluka. Waktu juga mampu memberi cambuk bagi mereka yang melepaskan kesempatan. Waktu ibarat sebuah lorong panjang, disaat itu kita tidak akan mungkin selalu berjalan di lorong yang penuh dengan cahaya, namun di ujung sana, yah, di ujung sana ada secercah cahaya dimana lorong itu hanyalah waktu. Kita bisa mencapai lorong itu jika kita mampu melewati masa demi masa untuk sampai pada titik itu.

Waktu menyimpan sejuta rahasia. Waktu juga yang menyimpan segala tanya. Waktu selah tak akan berpihak bagi mereka yang terlampau ingin memaksakan keadaan. Tetapi waktu selalu memberikan pengharapan bagi mereka yang sabar menunggu. Menunggu jika akan ada masa indah yang datang mengganti masa yang ingin segera tertinggalkan. Waktulah yang mampu menghapus tangis akan sebuah kehilangan. Waktu yang akan memberikan senyum bagi mereka yang masih percaya. Waktu tidak akan pernah ingkar janji. Seperti mentari yang selalu terbit di pagi hari dan akan terbenam jika senja menjelang. Waktu akan bermula di porosnya dan akan berhenti juga di porosnya. Waktu tidak akan pernah bisa terulang. Namun kesempatan akan bisa dihadirkan oleh waktu jika kita masih mampu percaya. Waktu memberikan rasa bagi hati yang kosong. Tidak ada waktu yang percuma, karena waktu kapanpun itu selalu berarti bagi kita. Manusia selalu berambisi mempercepat waktu untuk tahu apa yang terjadi nanti, namun waktu bukanlah semacam roda yang bisa diputar sesuka kita, namun waktu mampu dan tahu kemana membawa kita akan sebuah hari yang baru. Ketika kita selalu mempertanyakan waktu, akan selalu ada cara waktu menjawabnya. Karena apa yang trejadi kemarin, esok, dan yang akan datang hanya waktu yang bisa mengungkapnya. Percayalah, segala sesuatunya akan indah pada waktunya.