Jumat, 19 April 2013

too much. too hurt.

Kita makan, kita minum, kita memilih pakaian, kita mengisi bahan bakar, apapun itu pasti ada takarannya masing-masing. Takaran itu sesuai dengan porsinya masing-masing juga. Tidak bisa melebihi ataupun kurang dari itu. Apa yang terjadi kalau kita melakukannya lebih ? Yah pasti akan ada yang terbuang dengan percuma. Begitu juga dalam memberi dan menerima. Kadang kita lebih mementingkan siapa mereka yang ingin kita beri, sampai kita lupa siapa diri kita dan apa yang sebenarnya kita butuhkan pula. Begitulah adanya. Kita lupa apa itu esensi dari memberi, entah itu memberi bantuan, perhatian, kasing sayang, care, dan semacamnya. Kita terlalu berfokus bagaimana menyenangkan objek yang kita beri, namun ada satu hal yang kita lupa dari situ. Seberapa porsinya dari kita memberi itu. Sudah cukupkah, berlebihankah, atau kurangkah. Bahkan kadang kita sampai membenarkan kalau peduli itu salah. Dimana letak kesalahannya ? Ya karena kita terlalu berlebihan. Kita lupa kalau setiap orang memiliki porsinya masing-masing. Ibaratnya gelas yang diisi oleh air, apakah mungkin gelas itu bisa menampung air lebih dari volume yang semestinya. Tidak akan pernah bisa, bahkan air itu akan tumpah dan terbuang dnegan percuma. 

Disini kita bisa lihat kalau apa yang berlebihan itu tidak akan ada artinya dan akan terbuang dengan percuma. Lantas bagaimana mengukurnya untuk tahu seberapa porsinya ? Dalam hidup ini tidak ada takaran yang pas dimana kita bisa memberi dan menerima dengan pas. Kita mencaripun tidak akan ada lelahnya. Mengapa ? Ya karena kita tidak pernah punya standar yang pasti akan mencari itu. Kita selalu mencari dan mencari lagi, karena kepuasan tidak ada batasnya. Itu yang mungkin bisa menyamakan persepsi orang stau dengan orang lainnya. Kepuasan itu tidak akan ada batasnya. Tapi mengapa bisa ketika kita memberi dan menerima harus pas ? Karena ini beda konteks dan beda tema. Kita harus selalu aware kalau segala sesuatu itu tidak bisa digeneralisasikan begitu saja. Setiap detail dalam kehidupan ini ada aspeknya masing-masing. Jika saja dalam kehiudpan ini bisa dipersepsikan merah semua, pasti kita akan melakukannya dalam garis merah dan tidak lagi peduli dengan warna lainnya.

Memberi untuk menerima. Kita seakan tahu, siapa apa dan untuk apa kita memberi dan menerima. Ini semacam ada korelasi yang saling timbal balik. Tidak bisa dipisahkan begitu saja. Karena mereka memiliki simbiosis. Memberilah untuk menerima, memberilah secukupnya untuk menerima secukupnya. Memberilah lebih maka menerimalah sepantasnya. Seakan tidak adil dalam kasus satu ini. Kita mencintai berlebih itu hanya akan menjadi jalan penghalus untuk kita kehilangan apa yang kita cintai. Kita peduli lebih, itu hanya akan menjadi jalan kita untuk lebih terlihat bodoh. Lalu bagaimana semestinya ? Tidak akan ada yang pernah tahu akan yang stau ini. Too much ? simpel tapi complicated. 

Sudahlah tidak usah pedulikan tentang porsi itu. Kita tahu dan sadar kalau segala sesuatu itu ada resikonya. Simpelnya, kita makan padahal itu untuk mengenyangkan perut tapi disisi lain kita memiliki resiko dari makan itu sendiri. Kalau kita tidak makan makanan yang sehat bisa-bisa kita terkena penyakit, belum dalam proses makannya, bisa-bisa kita tersendak dan akhirnya jadi penyakit juga. Sudahlah, bebaskanlah diri kita masing-masing. Listen to your heart. Jangan pernah memikirkan akan apa yang trejadi nanti, karena itu hanyalah sebuah misteri. Manusia hanya bisa berasumi. Kadang tanpa fakta pendukungpun, manusia bebas mengasumsikan apapun sesuka yang kita mau. Itulah kita, penuh dengan asumsi. 

"Menarilah sebebas mungkin seakan tidak ada orang yang akan melihatmu. Menyanyilah sebebas mungkin seakan tidak akan ada orang yang mendengarmu. Mencintailah sebebas mungkin seakan tidak ada orang yang akan menyakitimu."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading :)