Rabu, 29 Mei 2013

DENIAL

Perahkah kamu merasa benci dengan apa yang kamu rasakan sendiri ? Seperti sebuah rasa yang ada begitu saja namun kamu sendiri menginginkan perasaan itu seketika menghilang dari kamu. Sebuah perasaan yang tidak pernah dipaksa namun ada seakan menggelitik minat kita untuk memanjakannya. perasaan yang seolah seperti seorang tamu yang tidak punya malu karena kehadirannya hanya bisa mengusik ketenangan kita. Ibaratnya sebuah genangan air yang sudah tenang namun seolah-olah dijatuhi benda ke dalamnya dan akhirnya genangan air itu menjadi tidak lagi berada dalam titik tenangnya. Terdistraksi. Apa itu ? Ya semacam terganggu atau seolah menyita segala pikiran dan perasaan kita untuk lebih memperhatikan lebih pada apa yang sebenarnya ingin kita hindari. Sesuatu itu sama sekali mencoba untuk kita hindari namun sekalinya kita coba untuk menghindarinya, yang ada sesuatu itu malah semakin nyata dan jelas adanya. Ingin melupakan apa yang mengganggu pikiran kita namun sejauh apapun kita pergi dan berlari rasa itu tetap ada seolah seperti bayangan yang selalu mengikuti kita. Ada apa dengan sesuatu itu ? Apakah punya maksud yang lain ?

Pernahkah kamu merasakan rindu sekaligus benci akan sesuatu yang seolah ingin kamu tolak keras untuk lebih memanjakannya ? Sebuah perasaan yang tak sanggup untuk dimengerti mengapa sesuatu itu selalu dan selalu ada dalam sebauh pemikiran yang dicoba dibuat untuk serasional mungkin. Mencari alasan sekauat dan sebanyak apapun namun rasa itu seolah memiliki alasan terbesarnya sendiri untuk selalu diperhatikan. Lalu mengapa apa yang kita tolak itu malah semakin menjadi-jadi ? Mencoba untuk merealitiskan perasaan dengan berbagai macam logika untuk menolaknya seolah tidak mempan untuk mengusir segala sesuatu yang seyogyanya masih ingin singgah. Lalu mengapa harus dipikirkan kalau nyatanya hanya menjerumuskan ? Bukankan bahagia itu sederhana ? Sesederhana membuang dan menjauhi apa yang membuat kita sedih. Namun sesuatu itu selalu dan selalu muncul ketika kita ingin menghindar daripadanya. Selalu ada celahnya untuk sesuatu itu mempunyai ruang tersendiri dalam benak kita. Sesuatu yang sangat menyebalkan pastinya. Seolah ingin melemparkannya ketempat yang sedalam-dalamnya supaya tidak lagi-lagi mengikuti kemana kaki kita melangkah. Namun sesuatu itu rasanya lebih cerdik, seolah kita ingin membuatnya merasa terbodohi, namun semakin kita membuatnya merasa bodoh semuanya itu malah berbalik dengan lebih liciknya kepada kita. Dia tak pernah mau pergi. Ketika sesuatu itu datang yang ada hanya penyangkalan dan penyangkalan dengan berbagai macam logika kita. Sesuatu itu memiliki kekuatannya sediri untuk mengusik kita. Ia seolah haus akan perhatian dan memaksa kita untuk lebih memperhatikannya. Namun bagaimana sesuatu itu yang hanya membuat kita tidak mau bangkit ? Lagi-lagi sesuatu yang menjengkelkan. 

Itu dia apa yag dinamakan dengan perasaan. Selicik apapun kita membohonginya, sekuat itu pula dia akan membuktikan dan membawa kita pada sebuah bisikan untuk lebih merasakannya. Bukan untuk diketahui namun lebih pada untuk dipahami. Logika mampu membawa kita pada pencerahan, namun perasaan akan emnuntun kita pada pencerahan itu. Dia tidak akan pernah mau dikalahkan kalau nyatanya logika hanya membuat kita menjadi pribadi yang bebal. Itu yang dinamakan dengan penyangkalan atau denial. Rasa itu ada untuk emmbuat kita lebih merefleksikan diri, tahu apa yang kita mau dan tahu apa yang harus kita perbuat. Logika dan perasaan tidak akan pernah bisa untuk ditandingkan, karena mereka ada untuk dikolaborasikan. Kita punya seribu alasan untuk melogikakan sesuatu, tetapi apa kita punya satu alasan untuk merasakan sesuatu ? Dengarkan apa kata hati kita, terima dia, biarkan dia yang menuntun kita pada logika yang lebih rasional. 

Minggu, 26 Mei 2013

Lampion

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan segala macam bentuk budaya, alam, penduduk, suku dan segala macam yang ada di dalamnya. aku, kamu, kita saling hidup berdampingan satu sama lain. Kita saling menyapa, kita saling bertukar cerita, dan kita saling bergandengan tangan untuk menuju sebuah negara yang lebih berbudaya. Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang masih memegang teguh adat ketimurannya. Mengapa begitu ? Karena semakin maraknya arus globalisasi yang trejadi akhir-akhir ini, Indonesia berusaha keras untuk menunjukkan ciri khas Indonesianya yaitu negara yang masih beradat, berbudaya dan bersopan satun. Karena banyaknya ragam masyarakat yang ada di Indonesia, kita tidak bisa trepisah dari apa itu namanya mainstream dan anti mainstream. Sebuah kata-kata yang mungkin tidak asing lagi ditelinga kita. 

Mainstream sendiri berarti sesuai dengan kebanyakan orang pada umumnya. Fenomena yang trejadi saat ini, ketik asemua orang marak menggunakan smartphone maka semua orang berlomba-lomba untuk menggunakannya juga, entah itu efektif digunakan atau hanya untuk mengikuti perkembangan jamannya saja. Sedangkan antimainstream sendiri lebih pada melawan arus yang sedang terjadi, kalau saja kebanyakan orang berajalan kearah kanan, yang anti-mainstream akan berjalan melawan arah ke kiri. 

Namun kali ini kita tidak akan membahas tentang kemainstreaman dan keanti-mainstreaman yang terjadi akhir-akhir ini. Namun disini akan dibahas tentang perayaan acara Waisak. Dimana perayaan Waisak yaitu hari suci saudara kita umat Budha. Mereka merayakan hari besarnya setelah setahun dinanti dengan penuh pengharapan. Umat Budha layaknya seperti umat agama lainnya, dimana kita mengharapkan ketenangan dan kedamaian ketika menrayakan hari besar yang ditunggu-tunggu selama setahun. Ketika momen itu datang banyak umat Budha yang merayakannya dengan penuh sukacita, pengharapan dan segala macam bentuk permohonan lainnya. Namun, seperti perayaan acara Waisak yang diacarakan semalam di Borobuder banyak hal yang membuat saya bertanya-tanya akan penyelenggarannya sendiri. Ketika mereka semua beribadah, mungkin ketenangan dan kedamaian yang mereka cari, tapi mengapa hal ini dijadikan sebagai momentum kedatangan para wisatawan dari berbagai macam penjuru untuk mengikuti ritual yang diadakan oleh umat Budha yang merayakan hari besarnya. Banyak orang datang mengharapkan untuk lebih dekat bisa menikmati keindahan pada saat upacara ceremonial pelepasan lampion dan satu lampion dijual pada pengunjung yang datang seharga  Rp 100.0000,00 Awalnya kita semua yang datang kesitu sudah saling berdesak-desakakn untuk mendapatkan stiker yang disana bisa kita tulis wish yang nantinya bisa ditukar dengan lampion yang sudah dipesan. Namun karena keadaan semalam yang hujan lebat, membuat acara pelepasan lampion ditunda sampai waktu yang belum bisa diketahui. Hal ini membuat banyak pengunjung kecewa. Mereka berharap bisa melewati momen setahun sekali ini lebih dekat namun speertinya alam mengatakan hal lain. Dan pada saat itu juga saya berpikiran, "atau mungkin malam ini Tuhan memang sengaja membuat hujan supaya kedamaian dan ketenangan umat Budha yang melakukan ibadah tidak terganggu ?" Tapi pada kenyataannya bukannya pengunjung berkurang atau gimana, namun banyak pengunjung yang ricuh karena banyaknya yang datang dan mereka berebut untuk mendapatkan hak mereka kembali yaitu uang seratus ribu. Belum lagi yang disayangkan, kawasan Borobudur yang awalnya bagus dan ditata apik menjadi tidak karuan karena sampah yang dibuang sembarangngan belum kawasan yang rusak karena pengunjung yang ricuh dan terllau banyak. Mainstream memang banyak orang yang datang ke situ untuk tidak melewatkan moment pelepasan lampion.
Tapi kenyataan berkata lain.


Bahkan ditengah kerumunan orang yang berteduh di payungnya masing-masing ada sepasang calon pengantin yang melakukan foto pre-wedding. Mungkin niat mereka tidak mau melewatkan pelepasan 1000 lapion untuk foto pre-wedding mereka, namun karena hujan foto mereka dirubah konsepya menjadi romantisme dibawah payung. Yang lebih anti-mainstreamnya lagi hal itu dilakukan ditengah banyaknya kerumunan orang yang menunggu hujan reda. Dan yang paling memprihatinkan yaitu kekhusyukan saudara kita Umat Budha dalam menjalankan ibadah yang mungkin terganggu dengan kehadiran banyaknya pengunjung. Belum lagi kawasan yang awalnya tertata apik menjadi carut marut. Ya inilah ketika fenomena itu ada yang ada hanyalah mainstream dan ati-mainstream. 

Senin, 06 Mei 2013

why so serious ?

setiap orang punya cerita. setiap orang memiliki rahasianya masing-masing. Ada empat dimensi dalam pemikiran kita. pertama, aku tahu orang lain tahu. kedua, aku tahu orang lain tidak tahu. ketiga, aku tidak tahu orang lain tahu. dan yang terakhir aku tidak tahu dan orang lain tidak tahu. Ini menjadi sebuah dimensi yang menjadikan kita mengkotak-kotakkan setiap masa dan setiap cerita yang kita miliki. Bukan tentang sebuah pengertian, namun ini tentang sebuah pemahaman. Kita tidak akan pernah tahu jalan kehidupan sebelum kita sendiri yang menjalaninya. Setiap orang bisa berasumi ini dan itu, namun apa yang menjamin segala asumsi itu benar ? Tidak ada yang berani menjamin. Kita bukan hanya dituntut untuk berlaku baik terhadap orang lain dan diri kita sendiri, namun kita diminta untuk berlaku cerdas. Memang sudah semestinya kita berbuat baik, namun akan luar biasa kalau kita cerdas dalam berbuat baik. Entah itu terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Ada bagian dalam diri kita yang bahkan kita sendiri tidak mengetahuinya. Mungkin di tempat itu ada banyak hal yang menyimpan sebuah rahasia yang nantinya akan terungkap dalam tatanan waktu. Siapa lagi yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan kalau bukan waktu yang nantiny akan menjabarkan dengan detail mana-mana saja yang memang semestinya untuk kita.

Kita ditakdirkan untuk hidup dan berkembang ditengah-tengah banyak pribadi yang jelas berbeda dengan diri kita. Kita berbeda dengan yang lain, itu sudah pasti. Kita istimewa dengan cara dan pemikiran kita sendiri, itu juga sudah semestinya. Apa yang kita presepsikan, itulah yang kita lakukan. Karena apa yang menjadi pandangan kita akan mempengaruhi kita dalam bertindak. Orang selalu beranggapan kalau yang untuh itu yang selalu memiliki cerita yang utuh pula. Kata siapa ? Mengapa harus lahir sebuah pemahaman seperti itu kalau apa yang kita butuhkan itu ditawarkan oleh sekitar kita yang banyak memberi sebuah ruang untuk kita meminta ? 

Kita diberi keleluasaan akan hidup kita. Banyak jalan yang dilapangkan untuk kita, tinggal jalan mana yang akan kita pilih untuk kita lewati. Entah akan melalui kanan, kiri, tengah, semua tergantung bagaimana kita menemukan jalan itu. Cara penemuan jalan inipun setiap orang akan berbeda. Ada yang harus merangkainya dulu hingga mendapatkan sebuah jalan yang selama ini hanya terangkai dalam pikiran saja. Ini sungguh rumit ketika kita mencoba untuk menjabarkannya. Karena tidak akan ada pernah yang tahu dimana nantinya ujung dari perjalanan ini. Ada yang tidak bisa terhindar dalam kehidupan ini yaitu kematian. Karena kita semua akan bertemu dengan apa yang dinamakan dengan kematian. Ini hanya masalah waktu. Kapan dan dimana, semua itu bukan kita yang menentukan. Meskipun kita sendiri yang menentukan seberapa lama perjalanan yang akan kita tempuh. Ada banyak hal yang tidka kita ketahui tentang diri kita, walaupun kita hidup dengan diri kita. Namun, kadang kita akan merasa terasing dengan diri kita. Siapa kita, apa mau kita, dan apa yang kita inginkan. Inilah kita. Perlu perkenalan lebih lanjut tentang diri kita. Tidak akan mudah bersahabat dengan diri kita sendiri kalau yang ada kita selalu menyepelekan diri kita dan membandingkannya dengan kegemerlapan yang ada diluar diri kita. Karena sesungguhnya yang berkilau itu belum tentu emas, namun yang redup itu juga belum tentu bukan emas. Banyak hal yang harus kita ketahui. Bagaimana kita tahunya ? Yah, cuma masalh waktu. Lagi-lagi hanya wkatu yang mampu menjabarkan jawaban hingga merangkais ebuah jawaban menjadi sejelas mungkin.