Jumat, 10 Agustus 2012

A Letter ( From May To August )

Ada seorang gadis panggil saja dia May. Dia sebagai gadis yang sederhana terlalu banyak memiliki kisah yang bisa membuat banyak orang bisa mengerti tentang sebuah rahasia. Rahasia tentang sebuah ‘kejutan’. Namun ternyata takdir tidak mengijinkan ia terlalu lama berjalan dalam petualangan di dunia ini. Hingga suatu saat dia jatuh sakit dan terbaring koma di rumah sakit sampai beberapa minggu tidak sadarkan diri. 

Dalam masa komanya itu, jiwanya seakan bermain ke sebuah dunia yang May sendiri tidak mengetahui dimana dia berada. Dalam kebingungannya dia berusaha mencari orang untuk ia tanyai. Tempat yang sungguh indah. Bukit yang terhampar luas didepannya dengan sejuta taman yang bisa memanjakan mata. Banyak ditumbuhi bunga-bunga yang bermekaran dengan cantiknya. Kupu-kupu berterbangan hilir mudik. Tak bisa disangkal lagi kalau tempat itu sungguh teramat indah. Namun tempat itu terlalu sepi. Karena lelah, May beristirahat di bawah pohon yang rindang dengan pemandangan bak lukisan yang jika dijual pastilah sangat berharga tinggi. Namun semua itu nyata didepan May. Tiba-tiba May tertegun ketika ada seorang laku-laki tua yang tidak ia kenali, asing bagi May namun wajah laki-laki tua itu begitu mendamaikan. Tatapan matanya langsung bisa menyingkirkan seribu tanya yang sempat terlintas di benak May. Laki-laki tua itu berpakaian serba putih, dengan tatapan mata yang tenang. 

“Kau suka pemandangan ini nak ?” Tanya laki-laki tua itu. May hanya mengangguk dengan seulas senyum di wajahnya. “ Bolehkan saya bertanya Pak Tua ?” Tanya May hati-hati. Pak Tua itu tersenyum dan mengiyakan. “ Kalau boleh saya tahu dimana saya berada ? Kenapa saya bisa berada disini ? Bukankah aku sedang sakit bahkan membuka matapun aku tidak bisa. Tapi kenapa aku tiba-tiba berada disini ?” Tanya May hati-hati. Pak Tua hanya tersenyum tenang dan tidak menjawab apa-apa. Senyum itu seakan menghipnotis May untuk tidak bertanya lagi dan hanya takjim diam mendengarkan apa yang hendak dikatakan oleh Pak Tua itu. 

“Nak, saat ini Tuhan berbaik hati meminta saya untuk menemui kamu. Selama ini saya diperintahkan untuk menjagamu, disetiap langkah kamu. Saya tahu tentang kamu. Kini kamu diberi tiga permintaan. Saya tahu kamu sedang memendam sesuatu yang selama ini selalu kamu bilang kamu tidak pernah beruntung dalam hal ini. Kamu memiliki kedua orangtua yang hebat, keluarga yang hebat. Namun ada satu hal yang membuatmu masih enggan untuk pergi. Kini kamu diberi 3 kesempatan dan tiga permintaan kamu itu akan terkabul.” Tutur Pak tua itu dengan tenang. May bingung. Dalam hal apa ? Apa yang harus dia ucapkan ? Hal yang merasa May tidak pernah merasa beruntung dalam hal ini ? Apa ? Ya sepertinya Pak Tua ini tahu akan hal ini. 

“Pak Tua, saya tahu jika Pak Tua tahu semuanya. Sesuatu yang mengganjal dalam benak saya saat ini. Kisah saya tentang dia, mungkin itu yang pak tua maksud. Bolehkan saya menyampaikan surat pada dia jika waktu saya memang sudah habis ?” Tanya May mengiba. Pak Tua itu mengelus rambut May dengan lembut. Tiba-tiba kertas serta peralatan tulis sudah tangan May. Tanpa bertanya lagi May langsung menuliskan apa yang selama ini dia pendam.

Hei taukah kamu ? Sampai saat ini aku masih belum habis pikir, kenapa aku bisa mengenalmu ? Sosok yang sedari awal tidak pernah ada dalam bayanganku untuk aku ketahui bahkan aku kenal. Awalnya aku hanya mendengar namamu, cerita tentang kamu dan apapun tentang kamu dari dia yang ada didekatku. Hingga entah langit mempunyai rencana apa tentang hidupku hingga aku bisa mengenalmu bahkan hampir terjun dalam hidupmu. Buat apa semua ini ? Kenapa kita harus bertemu ? Bahkan aku sempat menghabiskan malam-malamku dengan mengais-ngais jawaban dari langit untuk semua tanyaku tentang kamu. Toh ini berending menyakitkan dengan cerita yang ambigu bahkan mengambang. Aku tidak mengerti. Kamu hadir tanpa permisi bahkan mampu mengacak-acak apa yang telah susah payah aku rapikan. Hanya sesaat. Camkan itu. Hanya sesaat. Dan setelah kamu berhasil memporakporandakan apa yang telah aku rapikan dengan susah payah kamu juga pergi begitu saja tanpa permisi menyisakan ruang yang penuh dengan tanya. Oya salah siapa ini ? Haruskan menertawakan kebodohan sendiri ? Tanpa akal dan bahkan seperti kehilangan logika ketika aku dengan gamblangnya mempersilahkan kamu merusak semua benteng pertahananku. Bagus sekali. Apa ini yang dinamakan dengan lelucon ? Teman ? hanya itu memang. Aku ingin menghujanimu dengan segala pertanyaan yang selama ini aku limpahkan pada langit bahkan cacian dihadapanmu, namun apa hakku ? Aku bukan juri atas permainan ini. Masih sering aku habiskan malamku dengan segala tanya tentang kamu. Sampai aku akan tertidur panjang nanti mungkin masih kamu yang menjadi tanyaku. Ya tentang kamu. Kamu yang tidak pernah aku harapkan sama sekali hadir dalam hidupku. Boleh aku tersenyum pahit di hadapanmu ? Bisakah aku meminta obat penangkal untuk menyembuhkan semua perlakuan ini ? Mungkin dengan mudahnya kamu bisa melakukan ini, karena aku tidak pernah bisa menjadi mereka atau bahkan dia. Ah ini pasti akan menjadi sebuah lelucon dihadapanmu. Toh aku tahu betapa tidak enaknya dipandang atas nama orang lain. Apalagi dengan ini aku kehilangan ‘kepercayaan’ yang selama ini susah payah aku bangun dan aku terjatuh dalam lubang yang aku gali sendiri. Apakah kamu masih tega mengusikku walau hanya dengan cerita bahkan bayanganmu ? Ini saja sudah cukup memuakkan. Ternyata itu semua hanya euforia sesaat. Aku terlalu tenggelam dalam “visi muliaku” yang sudah melenceng jauh dari tujuan awalku sampai-sampai aku kehilangan logikaku sendiri. Kini, sekarang, saat ini. Bahkahkan jika aku menulis ribuan kata sekalipun kamu tidak akan pernah mengerti. Karena sekali lagi ini hanya lelucon buat kamu. Sekarang entah apa yang tengah menyibukkanmu, aku tahu kamu sedang sibuk memekarkan bunga yang sempat layu. Berharap dapat bersemi bersama. Selamat atas bahagiamu. TERIMAKASIH atas kehadiran dan keberhasilanmu atas kelakuanmu yang telah ‘meluluhlantahkan’ (kembali) benteng pertahannanku. Tertawalah kamu saat ini, semoga waktu berbaik hati membantu menyembuhkan sakit ini. MAAF jika penyesalan yang ada karena aku telah pernah mengenalmu. 

“Maaf Pak Tua jika kata-kataku disurat itu terlalu lugas, saya lelah jika harus berpura-pura.” Kata May kehilangan daya seperti semua emosinya tercurah di surat itu. “Itulah kamu nak. Kamu selalu lugas dalam bersikap. Kamu sellau lugas untuk berbuat baik terhadap sesamamu, sampai kamu terlalu polos untuk menyadari kelugasan rasa yang telah dihadirkan untuk kamu. Kamu bukannya kehilangan akal, namun karena kelugasanmu dalam berbuat kasih itu yang membuat kamu tega membohongi diri kamu sendiri karena kamu tidak ingin menyakiti sasamamu. Kasihmu begitu besar dan tanpa pamrih Nak.” Kata Pak Tua itu dengan nada yang mendamaikan. 

“Surat ini akan diberikan pada orang yang kamu maksud Nak. Perlu kamu tahu, tidak ada yang tidak disengaja di dunia ini, di hidup ini kamu dipertemukan dengan dia karena sebab dan akan menjadi akibat buat kamu atau dia atau yang lainnya yang berkenaan dengan masalh ini. Syukurilah kamu pernah mendapatkan cerita ini, karena ini yang membuatmu semakin yakin dalam pengharapan. Lalu apa pertanyaan kedua dan ketigamu ?” Tanya Pak Tua itu lagi. May terdiam. Pak Tua kembali mengelus kepala May lagi dengan lembut seperti seorang ayah yang dengan lembut menmbelai anaknya. “Pak Tua, aku tidak tahu lagi apa yang aku minta. Surat inipun sudah mewakili semua permintaanmu. Kadang lebih baik aku tidka tahu apa-apa dibandingkan aku harus pura-pura tahu padahal aku tahu dan itu hanya akan menyakitkan. Tapi jika aku boleh meminta. Permintaan kedua dan ketigaku tidaklah terlalu muluk jika masih harus tentang dia. Permintaan keduaku, aku hanya ingin dia bahagia, mendapatkan apa yang dia cari selama ini. Permintaan ketigaku, aku ingin ada orang yang juga mendapatkan kesempatan sepertiku saat ini disaat dia benar-benar membutuhkan jawaban atas semua pertanyaannya. Karena kau tahu tidaklah sangat melegakan jika harus memendam segala tanya tanpa jawaban seperti yang pernah aku rasakan.’’Pinta May dengan tenang. 

Pak Tua itu tersenyum. “ Sungguh mulia hatimu Nak. Memang benar apa katamu, kadang tidak tahu itu lebih indah. Ketulusan itu tidak bisa dikalahkan oleh caci maki orang sekalipun. Karena ketulusan kasih itu yang membuat kamu memiliki kesempatan seperti ini. Kasihmu itu tidak bersyarat, kamu memberi dengan apa adanya dirinya. Percayalah Nak, tidak ada yang percuma didunia ini jika kamu mau berbuat kasih kepada siapa saja dengan tulus dan tak bersyarat.” 

Tidak lama kemudian, Pak Tua dan May menghilang. Dan tangispun pecah di kamar rawat May. May sudah pergi untuk selamanya. Dia pergi dengan senyum karena tanya tanpa jawabnya selama ini akan “ketidakberuntungannya” terjawab sudah. Semua itu terbayar di bulan Agustus dimana itu tepat di hari ulang tahunya. Janji itu bagaikan menggema disepanjang bulan, karena ketulusan bisa memancarkan kasih kepada siapa saja tanpa mengharapkan balasan. Walaupun kadang tidak semua pertanyaan harus ada jawabannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading :)