Jumat, 17 Agustus 2012

cerita kepada kawan

Kawan, maukah kamu mendengarkan ceritaku ? Sudah lama kita tidak bersua dengan cerita kita masing-masing. Apa kabar hidupmu sekarang ? 

Masihkah kamu dengan senyummu yang dulu ? Oh sungguh aku merindukan tawa itu. Tawa bersamamu dibawah hujan yang memberi kesejukan bagi setiap cerita kita. 

Kawan, aku ingin kamu tahu akan ini. Kerinduan ini. Kerinduanku  akan tawa yang tiada henti. Kerinduan akan waktu yang tak berbatas. Kerinduan akan menghabiskan malam dengan cerita kita masing-masing. Masih sangat jelas lekuk wajahmu ketika kau mengisahkan lukamu. Sungguh aku tak kuasa jika harus kembali menyaksikan lagi luka yang telah lama kau simpan sendiri. 

Kawan, pastinya kini kamu sudah dengan senyummu yang baru. Mana banyolamu yang dulu ? Lelucon akan hidup yang keras. Namun masih dengan santainya kita menertawakanya bersama. Untuk apa kita mengabiskan waktu kita untuk sebuah cerita yang sudah ada alurnya, itu ucapmu saat ini. Masih ingatkah kamu akan lagu kita ? Lagu tentang hujan. Yah aku rindu menikmati hujan denganmu. Melihat bulir-buliran air itu turun dari tempat di surga. 

Kawan, ingatkah kamu tentang awan yang terbuka dengan indahnya ketika kita menikmati dinginnya sore di hadapan ciptaan Tuhan yang sungguh mengagungkan ? Hanya sepenggal cerita memang. Hanya diam kita bisa merasakan keriuhan hati kita masing-masing. Menertawakan mereka yang dibuai oleh cinta tanpa memandang ruang dimana mereka berada. Pasti hanya tawa jika aku mengingat akan cerita itu. Katamu, “itulah cinta bisa memabukkan siapa saja. Bisa menjadi candu, namun bisa juga menjadi racun. Tergantung porsi bagaimana kita menikmatinya.” Obrolan sok bijaksanamu yang masing selalu membuatku tertawa. Ah ternyata itu sudah berlalu. 

Oya, mana ceritamu lagi ? Sungguh ingin aku mendengarkan tentang kisahmu lagi. Tentang kamu yang dulu, tentang mimpi-mimpimu, tentang kisah cintamu, tentang apa saja, tentang kamu. Pastinya itu. Maafkan aku kawan jika aku terlalu banyak komentar akan kebiasaanmu, namun sungguh bukan niatku untuk mengguruimu. Namun, aku tidak tega melihatmu terlalu terpenjara oleh masa lalumu. Jika mereka punya hak untuk bahagia, begitu juga dengan dirimu. Sungguh berhak untuk bahagia. 

Kawan, aku salut dengan segala sikapmu. Sikapmu yang selalu berusaha untuk seimbang. Caramu menjaga, caramu memanjakan. Dan caramu menghormati. Itu mampu membuka mataku untuk selalu menjaga dan mensyukuri apa yang kita miliki saat ini sebelum semuanya terlambat dan pergi. 

Kawan, masih mengangakah lukamu yang dulu ? Semoga itu semua tinggal menjadi cerita. Aku ingin melihatmu dengan senyummu yang baru ketika bertutur tantang kisahmu yang baru. Kawan, aku rindu akan cara kita melihat dunia. Perbedaan bukan menjadi pembatas. Kamu selalu berucap semoga aku mendapatkan yang terbaik. Tidak jauh beda darimu, bahkan dalam setiap doaku aku ingin kamu mendapatkan apa yang kamu cari. Bahagia yang ingin kamu rengkuh dan cita yang ingin kamu capai. 
Kawan, saat aku bisa ikut merasakan bebanmu. Aku tahu sangatlah berat beban yang kamu panggul. Aku tidak bisa banyak ucap dan sikap. Aku hanya mampu memberimu sebuah doa. “Tuhan, dampingilah dia dan kirimkanlah dia pendamping untuk menemaninya melewati kerasnya dunia ini.” Hanya itu, tidak lebih lagi aku berharap. 

Kawan, aku rindu mengabiskan malam disudut-sudut kota bersamamu. Menikam dinginnya malam saat kita bercerita tentang hidup. Bertukar cerita tentang ulasan akan sebuah cinta, cita dan hidup. Ketulusan, pengorbanan, keikhlasan. Mungkin itu yang aku pelajari darimu. 

Kawan, saat berhadapan denganmu. Aku seperti menemukan dunia untuk lebih bisa mengerti. Mengerti akan arti melepaskan, mengerti akan arti sebuah kehilangan dan arti sebuah perjuangan. Aku masih terlalu ingat senyum itu ketika kamu menanyakan bagaimana dirimu dimataku. Ah itu terlalu retoris. Bahkan itu tidak seharusnya kamu pertanyakan dan tidak aku jawab. Karena aku tahu kamu terlalu cerdas untuk menilai dirimu sendiri. 

Kawan, sepertinya sudah lama kita tidak berjumpa. Perjumpaan terakhir itu kamu aku dengar sudah dengan hidupmu yang baru. Semoga selalu begitu ketika kita bertemu. 

Kawan, mungkin ini sama. Bahkan tidak ada artinya jika dibandingkan. Namun terimakasih kawan akan pembelajaran yang telah kamu berikan. Karena tawa ejekanmu waktu itu, kini aku semakin bisa mencintai mimpiku. Aku ingin jika kita bertemu nanti kita sudah bersama dengan kisah baru kita masing-masing meskipun entah mengapa aku masih tetap merindukan senyum kita yang dulu.

Kawan, mungkin hanya ini ceritaku padamu. Tetaplah berlari di jalan yang kamu yakini. Tetaplah menjadi pribadi yang aku kagumi. Rengkuhlah bunga yang kau cari untuk mendatangkan bahagia yang ingin kamu miliki. 

Tuhan, jagalah dia dan dampingilah dia selalu. Amin. 




Dari kawan lamamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading :)