Selasa, 19 November 2013

"malaikat" jalanan

Kamu dimana. Kamu siapa. Kamu untuk apa. Kamu apa ? Sebuah kata-kata ambigu. Seambigu itu jugakah jika kita merasa sendiri di jalan panjang yang tidak berpetujuk ? Hanya menyakinkan langkah untuk menemukan jalan setapak itu. Heran dengan segala kesombongan dunia yang seolah tahu arah mana yang akan mereka tuju. Jaminan apa yang memastikan mereka akan tetap seperti itu. Berjalan berlenggok dengan angkuhnya bahwa semua akan sama seperti semuala. Ini awal dan di depan sana ada akhir. Mungkinkah perjalanan  itu akan tetap sama ? Tidak ada satu orangpun yang tahu bagaimana dan seperti apa perjalanan itu nantinya. Semua memang kadang terlihat suram. Lihat saja orang-orang jalanan yang seolah kehilangan harapannya, mereka seperti kehilangan dunianya. Hanya gelap yang bisa mereka lihat. Orang selalu melenggang dengan anggunnya seolah memamerkan segala keberadaannya. Dimana sudut ruang yang bisa saling memahami itu ? Dunia ini memang adil. Walaupun adil itu tidak harus sama. Banyak orang yang bergelimpangan akan kasih dan sayang namun mereka menacuhkan begitu saja. Coba tengok sebentar saja kepalamu bagi mereka yang merasa sendiri dan tidak memiliki siapa-siapa. Meraka seperti kehilangan semua mimpi mereka. Tidak ada tanggan yang menggenggam mereka dengan hangatnya. Hanya tatapan pilu bahwa mereka rindu. Mereka rindu akan kepunyaan orang yang mereka tidak bisa punyai. Mereka hanya mencoba bertahan untuk hidup bukan menyerang seolah mereka punya daya yang lebih untuk menjadikan kenyataan seperti apa yang mereka harapkan. Apa sebuah belas kasiankah yang tersisa ? Rasanya sudah terdengar basi atau bahkan tidak lagi pantas untuk dipertanyakan ? orang lebih memilih untuk membutakan mata dari apa yang tidak ingin mereka lihat. Orang lebih memilih untuk menulikan telinga dari apa yang ingin mereka dengar.

Bayangkan saja sejenak, betapa bahagianya hidup ini jika kita mau memandangnya dengan sederhana. Sesederhana anak-anak yang selalu merindukan tatapan-tatapan hangat jika mereka masih diharapkan. Bukan untuk dibuang atau bahkan tidak dianggap. Lalu untuk apa mereka ada jika harus menanggung dosa awal dari manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab ? Mereka ada untuk melihat dunia lebih dekat lagi. Mereka ada untuk emnyapa dunia lebih nyata lagi. Bukan terkesan kabur dan lantas memburam bersama dengan jaman-jaman yang semakin tidak bisa diharapkan ini. Tangan-tangan mungil mereka terlatih untuk terbuka merintih meminta belas kasian dari sesama. Bahkan mereka sedikitpun tidak mau menyentuh tangan yang dianggap kotor itu. Lebih kotor mana dari mereka yang selalu menutup mata akan dunia ? Lagi-lagi ego yang sukses membawa mereka dalam posisi yang tidak mau diganggu lagi. Hidup mereka sudah nyaman. Tanpa terkena serbuan serdadu-serdadu langit jika awan menghitam. Atau mungkin serbuan asap yang seolah membuktikan keegoan orang dari kekuasaannya ? Mereka tidak meminta lebih. Bahakan jiwa ada penawaran mereka juga pasti tidak akan pernah mau berada di pinggiran jalan yang berdebu, panas dan sumpek itu hanya untuk bertahan hidup. Demia menghidupi diri tanpa harapan yang pasti. Dunia buat mereka sudah menghilang. Tidak lagi hitam atau putih, namun terlihat samar. Hingga semakin lama semakin menghitam dan menghilang. Semua. Tidak pasti. Tidak ada yang bisa menjamin mereka. Hanya tatapan-tatapan kosong itu yang seolah menerawang jauh ke depan untuk menemukan setitik cahaya yang bisa membawanya pada sebuah kepastian akan jaminan kehidupan yang lebih baik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading :)