Selasa, 12 November 2013

[CERPEN ] : Dua Tapi satu

Wulan melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. Waktu sudah menunjukkan pukul 15.30. Rasa-rasanya sudah cukup lama Wulan duduk berhadapan dengan laptop hitam kesayangannya itu. Sudah beberapa buku berhasil dia bolak balik untuk melengkapi teori yang dia butuhkan untuk kelengkapan skripsinya. Bahkan Wulan tidak sadar kalau dia sudah menghabiskan hampir 4 jam menekuri buku demi buku dan berkali-kali berpindah pandangannya ke laptopnya itu.

"Duh duh anak satu ini. Betah banget. Udah keburu deadline ya bu ?" Goda Fira teman Wulan yang sembari tadi sudah keluar masuk perpustakaan karena terlalu bosan kalau hanya untuk berlama-lama duduk di perpustakaan. Wulan tidak mengubris sindiran Fira. Bahkan dia hanya senyum dan seolah itu bukan apa-apa untuk dia. Wulan sedang merapikan peralatan "perang"nya hari ini dan bersiap untuk pulang. Tapi tiba-tiba Fira menahan Wulan dan meminta Wulan untuk duduk kembali. 
"Lan, kemarin ada yang nyariin kamu. Terus dia salam gitu buat kamu." Ucap Fira lirih karena takut-takut kalau tiba-tiba petugas perpustakaan menegur mereka. 
Lagi-lagi Wulan tidak berekspresi. Dia hanya mengerutkan dahinya seolah menanyakan tentang salam menyalam itu. 
"Kemarin Giga nyariin kamu. Tapi kemarin kamu pas nggak di kampus. Jadinya dia cuma titip salam aja buat kamu. Akhir-akhir ini kamu susah banget ditemuin. Kenapa ? Kalian sedang ada masalah ?" Tanya Fira seolah mengintrogasi. Bahkan Wulan yang diintrogasipun tidak merasa kalau pertanyaan-pertanyaan Fira itu harus dijawab. Wulan meneruskan beberesnya. 
"Masalah atau bukan itu tergantung orang mau memilih itu dijadikan masalah atau bukan." Ungkap Wulan singkat lalu tersenyum dan meninggalkan Fira yang masih kebingungan melihat tingkah laku Wulan akhir-akhir ini.

Akhir-akhir ini Wulan lebih sering terlihat sibuk dengan skripsinya. Padahal kalau dilihat-lihat belum deadline juga kalau seandainya memang itu alasan Wulan. Fira tahu kalau Wulan sebenarnya adalah tipe orang yang santai. Tapi Fira sendiri tidak tahu mengapa Wulan jadi berubah sikapnya dan tidak cerita dengan Fira seperti biasanya. Sepulan dari kampus, Fira mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan Wulan. Fira stalking Wulan mulai dari Twitter, FB, Path, sampai dengan blognya. Namun sepertinya semua usahanya sia-sia. Tidak ada pertanda apapun dari semua media sosila Wulan yang menceritakan bahwa dia sedang ada masalah atau ada hal lain yang membuat Wulan jadi pendiam seperti sekarang ini. Bahkan dari semua media sosial yang Wulan punyai, Fira malah mendapati post-post Wulan beberapa minggu yang lalu. Padahal biasanya apapun yaanng terjadi dengan Wulan bisa ditelusuri dari salah satu media sosialnya. Namun kali ini usaha Fira nihil.

Ada hal-hal yang kadang tergambar secara nyata, namun ada kalanya yang nyata itu semakin dibuat absurd oleh orang yang melihatnya. Langit sore ini nampak murung seolah tahu apa yang dirasakan oleh Wulan. Dia hanya menatap kosong di ambang jendelanya. Hujan sebentar lagi akan menyapa bumi. Daun-daun akan terbasahi oleh guyuran hujan. Tanah yang kering seolah sudah merindukan datangnya hujan untuk sedikit merasakan sebuah kesegaran yang memang sudah lama dirindukan. Awan gelap nampak mengantung dan tidak perlu hitungan jam lagi, hujan deras akan turun. Wajah Wulan memanas, dan tanpa dia sadari air matanya mendahului turunnya hujan. Air mata itu akhirnya keluar juga setelah beberapa hari ini Wulan mencoba untuk tetap biasa saja. 

"Hujan. Aku selalu suka hujan. Aku ingin menari di bawah hujan. Biar tidak ada satu orangpun yang tahu bahwa aku menangis." Bisik Wulan dengan lirih.

Hari demi hari berjalan dan Fira masih tetap saja penasan dengan apa yang terjadi dengan Wulan. Dia hari ini berencana untuk menemui Giga. Fira merasa ada yang ganjil antara Wulan dan Giga. Selama ini Fira hanya tahu kalau Wulan dekat dengan Giga namun tidak tahu pasti bagaimana hubungan mereka. Mungkin setelah dipikir-pikir Fira merasa bersalah dengan pertanyaannya beberapa hari lalu pada Wulan. Apakah Wulan sedang berkonflik dengan Giga ? Padahal hubungan mereka sendiri tidak jelas kemana arahnya. Yang Fira tahu, Giga dan Wulan baru dekat beberapa bulan ini semenjak mereka pernah ada satu proyek bersama. Dan pertemuan merekapun tanpa sengaja. Lalu mereka jadi dekat dan kelanjutannya bagaimana Fira tidak tahu karena mulai sata itu Wulan lebih memilih untuk tidak cerita. 

"Ga, kamu tahu buat apa sahabat itu ada ?" Tanya Fira membuka pembicaraan dengan Giga. Giga masih sibuk dengan semangkuk bakso di depannya yang tiba-tiba berhenti seolah tahu kalau Fira akan membuka pembicaraan menjadi serius. 
"Ada karena mereka dibutuhkan. Entah dibutuhkan dalam artian tulus atau mungkin hanya dimanfaatkan untuk kepentingan ego sendiri. Ya mungkin konsep sederhananya seperti itu." Jawab Giga tenang.
"Yah, mungkin seperti itu gampangannya. Tapi apa yang kamu lakukan jika nyatanya temanmu itu tidak menganggap kamu ada ?" Tanya Fira lagi yang semakin membuat Giga penasaran kemana arah pembicaraan mereka. 

"Ya sudah. Kalau nyatanya kita berusaha berbuat baik buat teman kita tapi tidak diterima. Toh mau bagaimana lagi. Ya harus kita terima. Dan yang pasti kita tidak bisa memaksa supaya sikap baik kita dihargai." Jawab Giga lagi-lagi dengan sikapnya yang tenang.
"Dan kalau seandainya teman kamu itu terus berusaha membantu kamu walaupun lewat orang lain. Apa kamu masih tetap membiarkan dia begitu saja ?" Fira masih terus membombardir Giga dengan pertanyaan.
"Mungkin masalahnya tidak sesimpel yang kita bayangnya. Dan kita juga tidak bisa menyalahkan kalau nyatanya teman kita itu memang tidak butuh bantuan kita. Tapi kalau memang kita care, mungkin kita bisa lewat cara lain untuk tahu apa masalah yang dihadapi teman kita itu melalui orang lain." Jawab Giga lagi.
"Dan itu poinnya. Aku merasa akhir-akhir ini semenjak dekat dengan kamu Wulan jadi lebih banyak diam. Kalian baik-baik sajakan ?" Tanya Fira kini langsung ke poinnya. Giga hanya diam dan tidak menjawab apa-apa. Dia mengungkapkan kalau tidak bisa cerita soal itu. Giga hanya menyarankan kalau soal itu Fira diminta bertanya langsung saja pada Wulan. Karena Wulan yang lebih tahu semuanya.

Mungin benar apa yang dikatakan Giga. Ada kalanya kalau orang itu memilih untuk bertahan dengan masalahnya sendiri karena sebuah alasan. Dan seoal alasan itu hanya orang itu sendiri yang tahu. Karena hakikatnya kita tidak akan pernah bisa memaksakan sesuatu sesuai dengan kehendak kita. Fira tahu kalau dia memang dekat dengan Wulan. Tapi Fira juga tahu mungkin tidak semua tentang Wulan harus diceritakan kepada Fira. Dan kini Fira memilih untuk diam. Dan dia hanya berharap kalau semuanya akan baik-baik saja.

beberapa hari setelah pertemuannya dengan Giga, Fira memilih untuk diam dan tidak ikut campur dalam masalah Wulan dengan Giga. Namun suatu ketika setelah sebelumnya SMS, Wulan datang ke kos Fira dan tiba-tiba langsung menghambur ke pelukan Wulan.
Fira hanya diam dan Wulan yang ada di pelukannya langsung nangis tidak terbendung lagi. 
"Are you okay ?" Tanya Fira sesaat setelah Wulan sudah nampak agak tenang. 
"Maybe yes maybe no. Maaf ya Fir kalau akhir-akhir ini aku seolah menghindar dan tidak mau cerita sama kamu soal masalah aku. Awalnya aku berpikir kalau semuanya bisa aku selesaiin sendiri tapi ternyata aku tidak sekuat seperti apa yang aku bayangkan. Aku lemah Fir, aku capek." Tutur Wulan dan air matanya kembali berderai lagi. 
"Aku percaya kalau kamu adalah wanita yang kuat Lan. Apapun yang kamu hadapi kamu pasti bisa. Kalau kamu saja meragukan diri kamu sendiri bagaimana orang lain memandang kamu nantinya. Apapun masalah kamu. Hadapi, dan tahklukan karena aku yakin kamu bisa." Ucap Fira memberi kekuatan pada Wulan. Akhirnya Wulan menceritakan semuanya dari awal tentang hubungannya dengan Giga. Dan inti masalahnya adalah Wulan dan Giga berbeda dunia, keyakinan yang membedakan mereka.
"Aku merasa kalau aku sudah menemukan orangnya Fir. Tapi akuu sadar kalau bukan dia orangnya. Aku kacau, aku tidak tahu harus bagaimana. Disatu sisi aku ingin berjuang dengan Giga, namun disatu sisi aku tidak mau menyakiti keluarga aku yang sudah mewanti-wani aku. Kenapa di dunia ini harus ada perbedaan kalau nyatanya banyak orang saling mencinta namun sakit karena perbedaan itu ?" Cerita Wulan dengan nada agak meninggi. Fira tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya meminta Wulan untuk akhir pekan ini mengosongkan waktu untuk Fira mengajaknya ke suatu tempat.

Weekendpun tiba. Fira mengajak Wulan datang ke sebuah pantai yang tidak jauh dengan kota tempat mereka tinggal karena kebetulan mereka tinggal di dekat pesisir. Sore itu senja yang nampak di bibir pantai terlihat sungguh menawan. Seperti sebuah lukisan yang tergambar dengan sempurna oleh Sang Maha Pembuat. Fira mengajak Wulan duduk di tepian pantai dan menghadap ke laut lepas sembari melihat senja yang masih terlukis orange dengan indahnya. 
"Kamu tahu Lan, kenapa Tuhan menciptakan perbedaan ? Itukan yang akhir-akhir ini selalu kamu keluhkan pada langit ?" Tanya Fira memecah keheningan. "Entahkah Lan, yang aku tahu perbedaan itu rasanya tidak adil buat aku." Jawab Wulan dengan nada putus asa dan tidak melepaskan bayangannya dari lautan lepas. "Karena perbedaan itulah Tuhan menciptakan cinta untuk menyatukannya. Bukan tentanga dil atau tidaknya. Namun ini memang sudah sebagaimana porsinya. Ini proses buat kamu. Entah itu kamu terima atau tidak tapi inilah perjalanan buat kamu." Tutur Fira tenang. Wulan masih tidak bergeming namun dia mencerna dengan baik ucapan Wulan. 
"Coba sekarang kamu lihat ke depan sana. Kenapa lautan dan langit nampak idah di depan sana ? Bahkan seolah mereka menyatu memperlihatkan keanggunannya ?" Tanya Fira pada Wulan. Wulan hanya menggeleng dan menatap Fira dengan rasa penasaran.
"Semata agar kita tahu, dalam perbedaan, ada batas yang membuat mereka tampak begitu indah." 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading :)