Rabu, 27 Februari 2013

Aku. Kamu. Kita. Perbedaan.

ketika kita berbicara tentang perbedaan, tidak bisa dihindarkan lagi akan banyak prespektif yang muncul. Ada yang memandang dari sisi negatif, positif atau mungkin netral. Menapa perbedaan selalu menjadi topik hangat ? Karena perbedaan tidak bisa terlepas begitu saja dari kehidupan kita sehari-hari. Dalam hal apapun itu kita akan tetap bertemu dengan apa itu yang dinamakan dengan perbedaan. Tidak perlu jauh-jauh, dalam diri kita sendiri saja kita sering menemui perbedaan. Ketika apa yang kita inginkan secara naluriah dan apa yang kita inginkan secara nyata sering mengalami gesekan karena perbedaan kemauan yang sulit untuk diselaraskan sehingga kita tidak bisa terhindar lagi dari apa itu yang dinamakan dengan konflik diri atau lebih kerennya lagi konflik batin. Ini masih mencakup dalam hal mikro yaitu diri kita sendiri. Lalu bagaimana jika kita berbicara dalam konteks makronya ? Ini akan lebih kompleks lagi, karena perbedaan pandangan yang selalu menilai hal yang sedang menjadi isu hangat dari berbagai sisi yang berbeda. Sehingga pergesekan antara pendapat satu dengan pendapat yang lainnya tidak bisa terlepaskan begitu saja.

Perbedaan cara pandang, perbedaan cara bersikap, perbedaan cara berbicara, atau perbedaan apapun itu selalu bisa menimbulkan konflik. Karena sejatinya perbedaan itu bisa dilihat dari dua sisi yang berbeda. Dari sisi positif, ketika memandang perbedaan itu sebagai warna, maka orang yang bisa menghargai perbedaan itu akan menganggap kalau perbedaan itu yang bisa membuat sesuatu menjadi lebih indah. Seperti pelangi akan selalu terlihat indah dengan padupadan warna warninya. Tetapi ketika dilihat dari sisi negatif, orang yang melihat perbedaan yang ada karena memang berbeda, maka perbedaan itu sendiri akan menjadi bumerang yang tidak akan pernah menemukan titik temunya. Seakan menjadi titik dimana ini akan berbenturan dan yang ada hanya akan menimbulkan konflik ketika tidak ada satu pihak yang mempertahannya apa yang dipercayainya dan terlampau memaksakan kehendak akan apa yang dipikirkannya.

Perbedaan keyakinan. Ini yang masih sering terdengar dan mungkin akan tetap menjadi isu hangat untuk selalu dibahas lagi dan lagi. Mengapa ? Karena memang ini kenyataan yang terjadi saat ini. Bukan untuk membasa konflik yang terjadi karena adanya pihak minoritas dan mayoritas namun kali ini yang akan dibahas bagaimana perbedaan itu disatukan dalam sebuah ikatan. Yap, hubungan berbeda keyakinan. Pastilah sering atau bahkan saat ini banyak yang bertemu dengan kasus seperti ini. Lingkungan sekitar kita seolah menjadi panggung pertunjukan untuk satu kisah yang jika diruntut asal muasal ataupun endingnya tidak akan menemui titik habisnya. Orang selalu beranggapan kalau ini akan bisa dibicarakan baik-baik. Namun selalu ada pro dan kontra akan hal ini. Lebih menarik dan selalu tidak akan ada habisnya untuk membahas ketika perbedaan itu dipertemukan dalam sebuah rasa.

Pro. Setiap hubungan itu pasti ada perbedaan. Simpelnya, tidak perlu berbicara tentang perbedaan karakter, sifat atau apa itu karena memang itu sudah jelas berbeda. Dalam pasangan saja kodratnya kita memang sudah berbeda, laki-laki dan perempuan. Pasti akan beda ceritanya kalau hubungan itu terjadi bagi sesama jenis. Orang yang pernah mengalami ataupun sedang mengalami dimana perasaan mereka bertemu pada sebuah masalah yang mungkin sebenarnya bukan masalah ini akan selalu berusaha untuk berkompromi dengan hal yang satu ini. Ketika mereka dihadapkan dengan masalah besar yaitu perbedaan keyakinan, bahkan masalah-masalah kecil akan tersingkir dengan sendirinya karena sebenarnya ada masalah besar yang sedang mereka hadapi. Sehingga ketika apa sebuah pertanyaan "bagaimana hubunganmu ? Bagaimana dia ?" Pasti akan muncul kata-kata klise untuk menutupi nyatanya perbedaan itu. "Baik-baik saja. Karena dia baik blablabla" dan segala alasan klise lainnya. Namun apakah perasaan itu salah ? Ketika kita berbicara benar atau salah tidak ada sesuatu itu yang bernilai mutlak. Yang membenarkan atau menyalahkan sesuatu itu sebenarnya adalah presepsi dari masing-masing orang tersebut. Ketika mereka bisa mengompromikan perbedaan itu sebagai suatu wujud yang bisa dijalani dan dinikmati dengan proses maka mereka mengganggap bahwa proses itu lebih baik daripada hasilnya. Mengapa ? Karena tanpa kita sadari, dalam sebuah hubungan hanya ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu putus atau nikah. Jika perbedaan itu bisa diselesaikan dengan "mengalah" makan pernikahan yang akan menjadi penghujung dari sebuah cerita atau proses. Namun ketika perbedaan itu tidak bisa lagi dikompromikan maka segala sesuatu itu akan berakhir dalam sebuah kata "putus". Orang yang menjalani hubungan beda agama awalnya pasti akan aware dengan hal ini. Namun mereka dengan prinsip "you never know if you never try" akan terus melanjutkan langkah mereka untuk menikmati proses. Dan pada akhirnya dia akan tahu apa yang akan terjadi karena dia mengalaminya sendiri. 

Cinta adalah sebuah anugrah. Dia adalah sebuah keajaiban. Karena kita tidak pernah bisa memilih dengan siapa kita akan jatuh cinta. Ketika kita dipertemukan dengan pasangan yang berbeda keyakinan, disinilah sebuah keputusan besar itu sedang diuji. Sesosok jiwa dewasa sedang dipertanyakan. Bagaimana kita menyikapinya, bagaimana kita memutuskannya, bagaimana kita menjalaninya, dan pada akhirnya bagaimana kita siap menerima segala konsekuensinya. Segala konsekuensi itu pasti ada bukan hanya pada hubungan yang berbeda keyakinan saja, karena sebenarnya masalah itu akan lebih kompleks jika mengatas namakan perbedaan keyakinan hanya untuk menjadi alibi akan kebohongan lainnya. Betapa miris jika melihat kenyataan ini. Ketika dua orang berjuang akan perasaan mereka, mereka akan selalu dipertemukan pada sebuah prinsip yang berbeda. Pada akhirnya masing-masing dari mereka mempertanyakan berhakkah kita akan perasaan ini. Kita pastinya tidak pernah meminta perasaan yang hanya menimbulkan kesakitan belaka, karena sewajarnya manusia itu tidak ingin merasa tersakiti. Namun segala sesuatu itu pasti ada alasan mengapa itu terjadi. Tidak akan ada hujan jika tidak ada akan ada pelangi. Semua seperti sebuah dimamika, karena perbedaan itu akan selalu menjadi pembelajaran harus bagaimana kita bersikap menerima perbedaan itu sendiri. Ego yang harus dihilangkan untuk saling mendengarkan, saling memahami dan pada akhhirnya untuk saling menerima sebuah kenyataan. Tapi satu yang harus kita sadari, kita selalu berhak untuk menerima sebuah perasaan yang utuh, bukan atas salah atau benar namun layak atau tidaknya.

Kontra. Kalau berbicara dari pihak kontra tidak bisa diragukan lagi pasti akan ada seribu suara yang menentang keras ketika dua insan disatukan dalam hubungan yang berbeda keyakinan. Kita lahir dan dibesarkan dalam mutikultural yang kuat. Kita memiliki pemahaman yang berbeda-beda dalam menerima perbedaan itu. Ada yang bisa menerimanya, namun ada juga yang menolaknya. Karena seperti sebuah hukum alam. Jika pondasinya saja berbeda bagaimana bisa membangun bangunan yang kokoh. Karena kita selalu berpikiran pada ending dari sebuah cerita, kita lupa akan sebuah proses di dalamnya. Bukan seberapa banyaknya, namun bagaimana kita bisa mengambil nilai dari semua itu. Hidup itu adalah belajar. Bukan melulu belajar di sekolah, kampus dan sebagainya, namun belajar itu terjadi selama kita hidup. Kita akan menemui perubahan-perubahan yang bisa membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih baik lagi di kemudian hari. Orang pasti akan beranggapan kalau dari awal sudah enggak ya enggak. Karena sekuat apapun kita berusaha, selama apapun kita menunggu, sesabar apapun kita untuk setia namun jika memang Tuhan tidak menuliskan "iya" untuk kita semua itu seperti terbuang sia-sia. Harus kita sadari, bukan kehendak kita yang terjadi namun kehendak Tuhanlah yang menjadikan segalanya saat ini. Kita selalu berharap bisa menyamarkan perbedaan itu, saling bertahan dan meyakinkan, namun ketika kita memiliki kemauan dan keinginan keras kita harus menerima jika memang bukan itu yang terjadi. Tuhan bukannya tidak mengabulkan doa kita, namun Dia tahu saat yang tepat untuk menjadikan semuanya indah pada waktunya. Jika sesuatu itu tidak sesuai dengan kenyataannya, Tuhan lebih tahu apa yang terbaik buat kita daripada apa yang kita inginkan, karena apa yang kita inginkan itu belum tentu terbaik untuk kita. Pacaran adalah berproses bersama untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Begitu juga dalam hubungan beda keyakinan, selalu ada celah untuk bisa memahami satu sama lain, menghargai satu sama lain hingga penerimaan itu muncul. Namun ketika kita semakin mencari celah pro atau kontra akan masalah satu ini, semakin kita akan dipertemukan pada pertentangan pendapat dari berbagai sisi, karena setiap orang memiliki pemahaman masing-masing akan hal ini. Sehingga tidak ada yang baik atau buruk dan tidak ada yang salah atau benar. Karena sejatinya segala sesuatu itu dijadikan indah pada kenyataanya, tinggal kacamata mana yang akan kita pakai untuk melihat itu semua. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading :)