Sabtu, 12 November 2011

Cerita Ria

Aku mempunyai kisah akan waktu yang begitu singkat. Tak sesingkat waktu sakitku setelah aku harus melupakan kisah yang berlalu itu. Ria Ria, aku mencoba menyadarkan diriku sendiri. Sudah, aku ingin terlepas dari bayangan mimpi itu. Seperti layaknya aku dibuai oleh sebuah kebahagiaan. Yah sebuah mimpi lebih tepatnya. Dimana aku saat itu, aku hanya mencoba menyadarkan diriku sendiri. Sekirannya aku bertemu dengan King yang memberiku sebuah ruang cerita. Sesaat tapi memberiku arti. Dia melepaskanku dari sebuah perangkap yang sudah terlalu lama membelengguku. Aku diajak berkelana mengenal akan dunia yang sesungguhnya. Dia memberiku sebuah senyuman. Awalnya aku tidak berani untuk seutuhnya berjanji. aku hanya seorang gadis yang berani menjalani bukan janji jika nanti pada akhirnya hanya akan melukai diriku sendiri karena aku tidak bisa menepatinya. Aku memandang wajahku dicermin, apakah ini yang aku cari saat itu ? Ria, aku menyebut namaku lagi. Apa mauku ? Inikah yang aku beri naman fantasi ? Fantasi akan sebuah pencapaian ? Aku sendiripun takut untuk memberi alternatif jawaban.

30 hari. Bagiku itu adalah waktu dimana aku setiap detiknya diberi pelajaran yang begitu cepat. Tapi itu hanya sesaat. Aku nikmatin apa yang memang harus aku nikmatin saat ini. Sesaat aku terdiam. Aku bertanya lagi pada diriku sendiri. "Ria, apa yang kamu cari ? Kebahagiaan semu yang seolah-olah kamu nyatakan ?" Aku terdiam. Sudahlah aku terlanjur berjalan dimana jalan ini aku tidak bisa membelok. Aku belajar untuk bersabar. Berbesar hati meneliti setiap ruang dihati aku. Ah konyol, sudahlah. Apa salahnya aku memberikan yang terbaik bagi sesama selama aku bisa ? Seperti waktuku akan berakhir. Yah, ternyata ini bukan waktuku. Aku harus bisa meredam emosi yang sewaktu-waktu bisa meledak menahan egonya. Dia yang aku harapkan memberi arti kasih yang sesungguhnya. Ya, berharap boleh nggak salahnya. Tapi sekali aku ingin berdiri dan mencoba dia mematahkan semangatku, menghilangkan seleraku dengan tingkah dia yang bagiku itu tidak berkenan dimataku. Sudah, harapanku sepertinya pupus.

Waktu  berjalan, komunikasi nggak ada apalagi saling mengerti dan mendukug. Nothing. Susah. Aku mencoba menikmati hidupku dengan caraku sendiri tanpa menghiraukan dia lagi. Sungguh tak berperasaan. Memang kebaikan belum tentu akan dibalas oleh kebaikan pula. Baik tergantung siapa yang mau menghargainya. Aku membodohkan diriku sendiri. Ria, tolol. Aaaah terserah orang mau berkata apa tentangku. Aku hanya menjalani apa yang harus aku jalani. Ya mungkin ini resiko dari keputusan bodohku. Semua pergi entahlah. Dan saat terakhirpun datang. Pertemuan terakhir itupun seperti menjadi pertanda kalau sabarkupun akan memberi makna bagi aku. Sudah ikhlas kata orang-orang. Toh dia bukan yang terbaik jika dia hanya selalu meberi kejenuhan dalam hari-hariku jika aku harus tetap mempertahankannya disini.

Dari certita Ria diatas, banyak makna yang bisa kita ambil. Kalau apa yang kita yakini belum selamanya memberi kebaikan untuk kita. Tergantung bagaimana kita memaknainya. Memberi belum tentu menerima. Lakukan yang terbaik selama kita mampu. Menjadi diri sendiri itu lebih dari segalanya. Penerimaan akan siapa kita bukan bagaimana kita menjadi orang lain untuk dihargai. Berbesar hati akan kenyataan yang memang harus dihadapi. Kembali lagi semua akan ada waktunya, akan ada saat dimana waktu akan berpihak pada kita. Jangan pertahankan apa yang memang tak pantas kita pertahankan kalau itu hanya akan menyakiti kita. Rasa sayang bukan jaminan, yang etrpenting adalah kasih yang didukung oleh perasaan saling mengerti untuk menciptakan kenyamanan :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading :)