Sabtu, 08 Juni 2013

(masih samakah) JIKA ITU KAMU (?)

Aku dan kamu selalu memiliki cerita bersama. Ingat ? Oh ya diwaktu itu kita dengan bebasnya menarik di bawah hujan yang bukan apa-apa untuk menjadi penghalang kita. Hei, pasti kamu selalu ingat itu. Senyum yang selalu bisa kita buat dengan berbagai cara dan tingkah kita. Saat aku dan kamu masih bersama pasti itu menjadi bagian yang selalu aku tunggu untuk aku ungkap bahagia. Ah bahagia. Sudah jangan tanyakan lagi tentang bahagia jika aku masih bersamamu. Semua tempat, semua jalan, bahkan semua waktu rasanya ingin kita hiasi dengan berbagai cerita kita. Canda kita, tawa kita, dan semua tentang kita. Waktu itu, yah aku masih ingat waktu itu. Waktu dimana ingin rasanya seketika bumi berhenti untuk berputar. Ingin rasnaya aku menghentikan segalanya dengan kekuatanku untuk menahanmu di sini. Disini kita merangkai sebuah kisah yang orang lain tidak punya seperti kita. Aku egosi ? Yah, keegoisan ini yang membuatku engan untuk melupakan semua cerita tentang kita. Langkah kita rasa-rasanya tidak menjadi sebuah loncatan. Namun langkah yang aku lalui rasanya menjadi sebuah anugrah karena aku selalu bisa disampingmu. Tenang, cerita kita masih tetap ada. Meski semua masa telah berlalu dan berubah. Yah, kalau berbicara dengan waktu, sepertinya dia iri pada kita, cerita kita, dan perjuangan kita. Berjuang untuk saling bergandengan dan saling mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja. Kedamaian itu. Yah kedamaian itu yang aku dapati dari sorot matamu. redup namun aku selalu mendapatkannya. entah ada harapan tersimpan apa yang ada dibalik itu smeua. Itulah kita. Tanpa banyak kata, kita tahu apa yang kita rasa. Masih bisakah sama semua itu ? Selalu. selalu akan ada wkatu untuk aku mengenang semua tentang kita.

Bukan lagi tentang waktu. Namun ketika kita sudah sampai pada penghunjung waktu aku tersadar satu hal. Semua sudah berbeda. Lalu bisakah aku menyalahkan dengan keadaan ? Apa yang salah dengan keadaan ini. Aku berlari. aku meninggalkanmu sejauh mungkin. Kita terpisah dalam pesimpangan yang tidak bisa disatukan. Lalu bagiamana dengan segala rasa yang selama ini tak terucap ? Lagi-lagi bisakah aku menyalahkan keadaan ? Keadaan hanya berjalan sebagaimana mestinya. Atau mungkin dari awal kita tidak pernah menyadari. Keterbatasan kita dalam mengungkap sebuah ketakutan yang sama-sama kita hindari. Kita hindari untuk saling mengungkap kenyataan yang ternyata tidak berpihak pada kita. Bukan hanya kamu yang pecundang, tetapi ternyata akupun juga begitu. Aku dan kamu sama-sama takut melihat realita yang terjadi. Nyata ini yang membuat kita terpisah. Menjadikan segala rentang waktu dan ruang untuk membuat jarak yang nyata kalau semuanya tidak lagi sama.

Yah, akhirnya kini aku terbangun dari mimpi panjangku. Akan bahagiaku jika masih bersamamu. Akan kesakitan yang selalu aku hindari jika itu masih bersamamu. Karena denganmu aku temukan sisi lain yang aku tidak pernh dapati. Aku temui cermin apa yang memantulkan segala rasa yang tak pernah terucapkan. Sorot mata yang menjanjikan kalau semuanya baik-baik saja. Tapi mana ? Bukannya semua sudah menguap begitu saja dengan seiringnya waktu yang dengan kejam menggilas kita dengan segala bentuk kenyataan yang diungkapnya. Yah, sepertinya kemarin kita terlalu egois untuk saling mempertahankan. Namun, rumah yang dulunya nyaman dan betah berada di dalamnya, ternyata tidak sesuai dan kini sudah ditemukan dan ditempai oleh orang yang layak. Layak untuk membangun segala rasa tanpa takut lagi akan realita. Lalu apa yang salah dengan perbedaan ? Pernah aku memintamu untuk berbeda denganku ? Tidak. Aku tidak pernah membayangkan untuk bertemu denganmu dulu. Namun ternyata waktu yang mengalirkan kita pada sebuah pertemuan. Lalu apa aku salah dengan segala pengharapan ini ? Kenapa lagi-lagi tentang perbedaan ? Aku dan kamu tidak meminta keadaan bisa menjebak kita dalam masa yang tak pernah ingin terlepas. Hei, disitu duniaku. Disitu aku temui tempat yang selama ini aku cari untuk berdiam. Lalu kenyataannya ? Yah, aku tersadar. Kamu memilih untuk melanjutkannya. Begitu juga aku lebih memilih untuk realistis membuka segala kemungkinan ini. Kemungkinan yang tidak bisa lagi aku tawar. Karena kemungkinan ini yang kini sudah menjadi sebuah kenyataan. 

Aku bukan lagi naif. Tapi aku adalah seorang penggerutu sejati. Seorang daydreamer yang mengharapkan itu semua masih tentang kamu. Mungkin kini aku yang menjadi pecundang. Jika dulu kamu meyakinkan kalau kenyataan itu bukan untuk dihindari tapi untuk dihadapi. Namun kini aku lebih memilih untuk kembali pada rasa yang dulu membuat aku tenang. Siapa lagi kalau bukan kamu. Aku bukannya tidak mau menghadapi, namun jatuh yang berulang-ulang membuatku ingin berlari lagi pada sosokmu yang membantu aku aku disaat aku jatuh dan kita memulai untuk berlari bersama lagi. Apakah akan sama jadinya kalau itu kamu ? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading :)