Kamis, 08 Januari 2015

[CERPEN] : Tentang SENJA

Kalau saja senja selalu sama seperti beberapa hari ini mungkin aku akan betah berlama-lama duduk memeluk lututku sambil membiarkan imajinasiku terbang kemanapun dia mau. Aku hanya mau duduk dengan memandangi senja seolah dia tidak akan kembali lagi, disini, dipelupuk mataku. Namun yang aku tahu senja akan selalu datang bersamaan dengan harapan-harapan yang selalu akan menyongsong keterwujudannya. Yakin, yah, aku selalu meyakinkan diriku sendiri untuk setiap saat duduk sendiri menunggu datangnya senja supaya tahu bahwa akan ada cahaya keemasan yang seolah menyulapku untuk terus termenung dan terdiam tanpa harus mengucapkan kata apapun. Biarkan saja mata ini yang memotret keindahannya hingga nantinya aku akan selalu tahu bagaimana membayangkan senja sore itu. 

Segala lamunanku berhenti ketika tangan yang menjadi saksi kerasnya hidup itu meraih pundakku dan seperti kembali membawaku untuk berpijak pada realitas yang ada. Ku pandangi wajahnya yang kini berdiri di belakangku. Senyumnya, senyumnya yang selalu tulus seolah tidak pernah terjadi apa-apa selama perjalanan hidupnya. Senyumnya yang menyimpan kekhawatiran untuk dirinya sendiri, bukan untuk dibagi, apalagi untuk ditunjukkan padaku. Senyumnya seperti senja yang selalu menampakkan bingkai indah tanpa harus menujukkan betapa kerasnya dia harus berjuang untuk selalu tampil sempurna di depanku. Oh maaf, Beliau tidak suka jika aku menyebutkan kata sempurna. Beliau selalu berpesan, 'Tidak ada yang sempurna di dunia ini Nak. Ketika kamu hanya mencari kesempurnaan, kelak kamu hanya akan dikecewakan olehnya. Berjalanlah sebagaimana mestinya dan sebagaimana adanya."  Senyumku terhenti ketika melihat keriput yang mulai terlihat di sudut matanya. Itu bukti kelelahannya yang selalu ia sembunyikan. Beliau ingin selalu tampil memikat di depanku dan di depan banyak orang. Beliau tidak mau kecurangannya akan hidup diikuti anak-anaknya. Beliau hanya ingin anak-anaknya tumbuh lebih baik daripada dirinya yang jauh dari kata sempurna itu. Sudah, aku tidak memiliki banyak kata lagi untuk menggambarkan beliau yang buatku selalu tampak... menakjubkan. 

Beliau duduk di sampingku. Dia tahu betapa anak gadisnya ini selalu mencintai matahari ketika terbit dan tenggelam. Terutama kerika senja datang, dia selalu berusaha untuk menemaniku meski terkadang dari jarak yang tidak terjangkau mata olehku. Sekali lagi aku melirik sosok yang rambutnya sudah mulai memutih yang duduk di sampingku. Dengan baju putih kesukaannya, dia selalu tampak gagah, bagiku. Senja, aku duduk bersama cinta pertamaku yang mengenalkanku betapa tangguh sebuah bahu menopang gadis terutama bagi aku gadis kecilnya. Mungkin aku lupa bercerita mengapa aku menganggap diriku masih seperti gadis kecil, dia yang selalu memanggilku seperti itu. Walaupun sudah besar dan mungkin umurku tidak belasan tahun lagi, dan mungkin aku sudah lulus bangku kuliah dan sampai aku menikah dan punya keluarga kecil nanti, dia berjanji akan selalu memanggilku dengan panggilan 'gadis kecil'. Karena baginya aku selalu menjadi gadis kecilnya yang selalu bisa membanggakannya. Tapi apakah memang benar sampai sejauh ini aku sudah membanggakannya ? Belum. Mungkin hanya belum bukannya tidak. Ah angin sore ini sepertinya tahu bagaimana inginnya aku untuk menyatu dengan semesta, menikmati indahnya dan seolah tidak ingin lepas darinya. 
Aku sandarkan kepalaku dibahunya. Tuhan, jangan biarkan rasa ini segera berlalu. Selama ini dia yang selalu menjagaku, mengkhawatirkanku ketika anak gadisnya ini tidak memberi kabar sehari saja. Dia yang selalu menelpon teman-temanku untuk memastikan kabarku baik-baik saja ketika aku tidak bisa dihubungi. Betapa beruntungnya aku disayangi begitu hebatnya oleh beliau. Tapi, ketika senja sudah berada diujung peraduannya, dia tahu wajahku mulai meredup karena senja akan segera menghilang. Dia membelai lembut rambutku dan tersenyum. "Ayah, apakah senja yang sama akan kembali lagi esok ?" Tanyaku padanya. Dia tidak langsung menjawab. DIa masih menerawang jauh dan seolah ingin mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan pada gadis kecilnya ini. " Nak, terkadang apa yang pergi itu akan kembali, Meski tidak akan pernah sama. Namun percayalah bahwa apa yang pergi akan diganti dengan yang lebih dan lebih lagi. Karena sesungguhnya setiap senja itu punya cerita. Kamu hanya diminta untuk percaya." Jawabnya tenang. " Lalu apakah ada pengganti untuk setiap kegagalan yang kita alami ?" Aku bertanya lagi. 
Lagi-lagi dia menerawang jauh, seperti sedang memilah-milah pengalaman mana yang akan dia bagikan pada gadis kecilnya ini.
"Anakku sayang, ketika kegagalan datang menghampirimu. Teruslah berlari dalam track yang sudah DIA siapkan untukmu. Kegagalan datang untuk menguatkan kaki-kakimu biar kamu lebih kuat dan jauh lagi dalam berlari, bukan menghentikan langkahmu. Tapi jadikan kegagalan sebagai caramu untuk menikmati buah dari kesabaran." Kata-katanya seperti aliran usara yang tenang dan sejuk memasuki setiap jengkal ditubuhku.
Aku memeluknya. Seolah tidak ingin melepasnya dan tidak ingin berpisah darinya. Andaikan sang waktu tidak mengubah segala yang ada, aku ingin semuanya berhenti dan tetap seperti ini. Tapi apakah kuasaku untuk mengendalikan sang waktu. Bukankan tidak ada yang abadia selain perubahan itu sendiri. Ah aku hanya ingin menikmati detik demi detik ini dengan orang yang mengenalkanku akan cinta pertamaku.

Kekahawiran itu tidak bisa aku sembunyikan lagi. Aku yakin ayah menangkap kekhawatiran itu dari sorot mataku. Aku takut, aku meragukan bagaimana jika nanti aku tanpa ada ayah lagi di sampingku. Lalu apa jadinya aku ? Dengan siapa lagi aku bisa menikmati senja seperti saat ini ? Kepada siapa lagi aku akan mengeluhkan beratnya petualangan yang harus aku lalui ini ? Kepada siapa nanti aku harus bersandar dan berlabuh ketika dunia semakin menghimpitku ? Dengan siapa lagi aku akan mengenggam tangan ketika aku kehilangan arah ? Dan dengan banyak spekulasi itu aku meragukan diriku sendiri. Apa aku bisa tanpanya ? Ayah memelukku erat. 
"Nak, buanglah jauh-jauh kekhawatiran-kekhawatiranmu itu. Jangan takutkan apa yang belum terjadi didepanmu. Semua itu hanya ketakutan dari buah pikiranmu sendiri. Percayalah Nak, di depan sana akan ada pribadi yang lebih gagah dan mempesona daripada ayah yang kelak akan menggenggam tangamu untuk menuntunu mengarungi samudra kehidupan yang luas. Menggantikan tugas ayah untuk menuntunmu. Percayalah Nak, dia nantinya yang akan dengan berani menenangkan badai untuk kalian terus mendayung perahu kalian. Nak, tidak ada pribadi yang sempurna di dunia ini. Temukan dia yang biasa bisa melengkapimu dan membuatmu utuh, tidak harus yang menawan namun mampu menjaminmu dengan kemapanannya. Temukan dia selalu menjagamu dari dinginnya malam dan derasnya hujan, karena ayah akan selalu mengkhawatirkan kesehatanmu. Temukan dia yang nantinya akan menjadi teladan yang baik bagi kamu dan anak-anakmu kelak. Dia yang memberimu rumah meski tidak mewah tapi bisa memberimu kenyamanan. Tidak perlu kebahagiaan yang muluk-muluk, namun temukan dia yang mencintaimu dengan caranya untuk menyederhanakan bahagia bersama. Ayah tidak akan terus bisa menjagamu Nak. Ayah tidak bisa 24 jam selalu ada di sampingmu, tapi percayalah doa ayah selalu mengiringi langkahmu. Jika nanti kamu sudah menemukannya, bawalah dia ke depan ayah supaya ayah bisa melihat keseriusan untuk menjaga gadis kecil ayah. Gadis kecil ayah yang kelak akan menjadi istri dan seorang ibu, tetaplah jadi pribadi yang bersahaja dan selalu menjadikan keluarga sebagai yang terutama. Jika nanti kamu telah sukses dengan karier dan mimpi-mimpimu, jangan sombongkan itu semua, tapi jadikan itu pencapaian kalian berdua untuk keluarga kalian. Libatkan Tuhan dalam segala hal, jadikan cinta dan iman sebagai pondasi kalian, dan tetaplah menjaga keharmonisan dan langkah kalian dengan komunikasi untuk tetap seirama dalam menahkodai kapal kehidupan kalian. Nak, ayah memang lelaki pertama dalam hidupmu. Tapi ketahuilah, akan ada lelaki yang akan mencintaimu dan menjagamu lebih dari ayah. Tapi ayah hanya meminta satu hal padamu, sehebat apapun lelaki itu, ayah hanya meminta kamu tidak akan pernah melupakan ayah. Karena ayah tidak mau kehilangan gadis kecil ayah. Ayah menyanyangimu lebih dari ayah menyayangi diri ayah sendiri." 

Jika ada kata lebih dari terimakasih, mungkin kata-kata itu sudah aku sampaikan semuanya pada sosok lelaki disampingku ini. Tuhan, waktu begitu cepat belalu. Rasa-rasanya baru kemarin aku baru digadeng supata tidak terjatuh ketika jalan banyak berlubang. Tapi sekarang, ayah sudah memberiku kuasa untuk aku menentukan langkahku sendiri. Walaupun aku tahu begitu berat dia melepasku untuk mengapai mimpi, namun aku tahu keyakinan dari sorot matanya bahwa aku mampu dan bisa mewujudkan mimpi-mimpiku. Ayah, yakinlah bahwa engkau akan tetap yang terhebat dalam hidupku. Terimakasih Tuhan dengan segala kekurangannya, Engkau aku beri kekuatan dari kelebihannya yang tersembunyi itu. 

Senja sore ini mungkin tidak akan pernah lagi sama dengan esok dan yang akan datang. Namun senja kali ini, aku tahu bahwa ayahku adalah yang terhebat. Ketika aku menyadari aku masih memiliki waktu segera aku peluk erat ayahku dan engan untuk beranjak meski senja berganti malam.




I love you, Ayah.

1 komentar:

  1. baca tulisanku tentang senja juga ya, terimakasih:) http://windanggraini.blogspot.com/2015/06/aku-menyukai-senja-seperti-aku-menyukai.html

    BalasHapus

Thankyou for reading :)