Minggu, 13 Januari 2013

BIG ENEMY

Kita istimewa. Kita berbeda. Kita lain daripada yang lain. Kita memiliki ciri. Kita memiliki cerita. Kita memiliki rasa. Kita memiliki asa. Kita memiliki segala yang telah dianugrahkan pada kita. Namun kenapa kita selalu merasa kurang ? Hanya satu kekurangan kita, kita kurang bersyukur menjadi diri kita saat ini. Tak ada yang membedakan kita dengan yang lainnya jika kita tidak hanya memandang diri kita dengan segala kelemahan diri kita saat ini. Ada pepatah mengatakan "rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri". Ini sungguh jelas mengartikan kalau kita kurang menghargai apa yang kita punya sekarang. Apa yang ada dihadapan kita selalu kita lihat dengan kasat mata kita. padahal apa yang kita lihat belum tentu sesuai dengan apa yang kita presepsikan. Semua itu hanya gambalangnya kita, kita tidak pernah tau apa yang terjadi sebenarnya kalau kita hanya dibuatakan oleh apa yang terlihat dari luarnya saja.

Coba kita lihat dari konteks makro. Dari banyak hal kita merasa kurang bahkan jauh tertinggal dari negara-negara lain. Kita lihat Malaysia, Singapura dan negara-negara tetangga kita yang memang masih serumpun dengan kita. Dari ruang lingkupnya sendiri mereka jauh lebih kecil bahakan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Indonesia yang begitu besar dan begitu beranekaragam kekayaannya. Namun apa yang membuat kita merasa kurang dengan segala yang kita miliki ? Yah kita kurang menghargai yang kita punya. "Bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu" Dari selarik lagu itu cukup menjelaskan betapa kayanya Indonesia dengan segala keberlimpahan sumber daya alamnya. Dengan sumber daya manusia yang banyak juga seharusnya kita bisa mengupayakan kemampuan kita untuk mengolah anugrah yang luar biasa ini. Namun kenyataannya kita selalu merasa kurang dan merasa kalah dengan negara-negara tetangga kita yang mungkin sebenarnya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kita. Yah itulah kita, kita selalu membanggakan apa yang kita punya namun kita kurang mengoptimalkan apa yang kita punya tersebut. Yang ada semua hanya terbengkalai dan terbuang sia-sia. Dan lebih parahnya lagi, kita akan merasa terusik kalau apa yang kita miliki sekarang ini diganggu oleh negara-negara tetangga yang mungkin hanya mengupayakan apa yang ada. Kita merasa geram dengan usikan Malaysia yang selalu mengklaim segala bentuk kebudayaan yang kita punya, bahakan negara Singapurapun sanggup membeli pulau yang sebenarnya itu milik Indonesia. Betapa mirisnya negeri ini dengan segala kenyataan yang ada saat ini. Dan disaat seperti ini baru kita merasa kalau diganggu dan akhirnya mengejudge Malaysia itu musuh kita. Dengan segala tindakannya, yah satu point yang bisa kita ambil. Malaysia adalah musuh kita. Atau mungkin bisa dikatakan musuh dalam selimut kita ? Padahal disisi lain kita mencoba untuk berhubungan baik dengan negara itu, warga negara kita masih banyak yang berkerja dan menimba ilmu di negara itu, walaupun seperti yang kita tahu, kalau disanapun kita merasa disepelekan. Banyak TKI yang diperlakukan semena-mena disana seperti diperkosa, dianiaya, dan yang lain sebagainya. Sungguh nyata potret kerapuhan kita di negara lain. Dan kita semakin memplokamirkan kalau Malaysia itu musuh kita.
Dari lingkup makro, coba kita sempitkan pemikiran kita ke lingkup mikro. Kita, teman-teman kita, lingkungan kita. Kita adalah diri kita. Pernahkan terbayang oleh kita betapa kompleksnya diri kita ini ? Coba kita bayangkan saja ketika ada orang yang meninggal, dari situ akan terlihat betapa kompleksnya orang yang kehilangan sosok kita. Tidak hanya orangtua kita saja, namun sebuah sistem yang dinamakan dengan lingkungan itus endiri akan berubah ketika satu komponennya hilang. Dari situ kita bisa lihat betapa ada sebuah keterkaitan kita dengan apa yang ada disekitar kita. Tapi mengapa kadang kita selalu merasa kalau kita hanya berdiri sendiri ? Atau mungkin bahkan terpikirkan kalau tidak ada yang peduli dengan kita ? Ibaratnya sebuah mesin yang terdiri dari onderdil-onderdilnya, kita adalah salah satu bagian dari onderdilnya itu. Jika satu dari kita tidak berfungsi dengan baik makan akan ada sebuah kerancauan atau mungkin sistem itu tidak akan berjalan sama sekali. Apakah kita masih punya alasan untuk kita masih selalu bilang kalau tidak ada yang peduli dengan kita ? 

Hubungan kita dengan lingkungan kita, teman-teman kita. Kita diciptakan sebagai mahkluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya orang lain. Hubungan itupun tidak selalu berjalan mulus seperti yang kita harapkan. Selalu ada sebab yang menjadi pemicu konflik kita dengan orang lain. Misalnya satu orang tidak "sreg" dengan orang lain, maka dengan sekuat tenaganya dia akan mengatakan kalau orang itu adalah musuhnya. Dan satu poin lagi yang kita dapat. Kita selalu bermasalah dengan orang lain. Yah kita mengganggap orang yang berkonflik dengan kita itu adalah musuh kita.

Coba kita luangkan waktu sejenak. Pandanglah pantualan wajah kita dicermin. Liat mata kita, lihat hidung kita, lihat wajah kita. Lihat senyum kita. Itulah diri kita. Kita berbeda dengan yang lain. Kita istimewa dengan cara kita. Apa yang membedakan kita dengan orang lain salah satunya adalah prespektif kita. Cara kita melihat, cara pandang kita menentukan siapa diri kita. Kita selalu mencari sebuah akar dan titik pangkal akan masalah yang selalu kita hadapi. Itulah kodratnya sebagia manusia. Kita ada karena kita berpikir. Kita ada karena kita masih mampu berlogika. Seperti yang kita bahas sebelumnya, kita memandang Malaysia sebagai musuh kita, kita merasa kalau kita mempunyai musuh yaitu orang lain yang memang berseberangan prinsip dengan kita akhirnya berkonflik, dan kita selalu merasa kalau tidak ada yang peduli dengan kita. Apa memang benar musuh itu selalu berada diluar kita seperti apa yang kita pandang itu ? Padahal kalau dipikri secara gamblang, Malaysia secara langsung tidak pernah mengganggu gugat diri kita, namun karena rasa nasionalime kita, kita merasa kalau Malaysia itu musuh kita. Kita dengan oranglain, mungkin bisa saja orang itu hanya menganggap biasa konflik yang terjadi, karena kita yang terlalu menggebu-gebu bisa saja yang menganggap orang lain musuh itu adalah diri kita sendiri. 

Apa yang terjadi dengan diri kita ini ? Pernahkah terpikirkan oleh kita kalau sebenarnya musuh terbesar kita itu adalah diri kita sendiri. Rasa malas kita, sikap egois kita, sikap keras kepala kita, apapun itu yang negatif pada diri kita, itu yang sebenarnya musuh dalam selimut kita. Emosi-emosi negatif itu bukan berarti harus dihilangkan begitu saja, namun mereka ada juga untuk menyeimbangkan emosi kita selain emosi-emosi positif. Itulah mengapa kita harus terbiasa dengan kontrol emosi kita supaya tidak emosi kita selalu ada dalam keadaan seimbang, atau mungkin memang lebih bagus kalau kita selalu dilingkupi emosi-emosi positif. Ini tinggal bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri. Kita diajak untuk bisa bersahabat dan berdamai dnegan diri sendiri. Kita hidup dengan diri kita sendiri, kita diberi daya untuk self-talk, dimana kita diberi daya untuk mengerti apa yang kita mau, untuk memahami apa yang kita mau, dan pada akhirnya tau apa yang harus kita lakukan. Musuh itu sebenarnya tidak ada jika kita mau memandang hal ini dari sudut pandang yang lain. Out of box kandang diperlukan untuk lebih menyelaraskan pemikiran kita supaya tidak dikuasai oleh perasaan-perasaan negatif yang hanya akan membuang waktu dan tenaga kita. Kita sejatinya diciptakan selaras dengan alam, kita mempunyai keterkaitan dengan alam jika kita mampu memiliki regulasi emosi yang baik, hingga akhirnya bukan orang lain dan diri kita yang menjadi korbannya. Only a matter of time, semua masih ada waktu. Tidak ada istilah terlambat jika kita masih mau berproses. Semua itu proses dan memiliki dinamikannya masing-masing, oleh karena itu kenapa kadang terjadi konflik pribadi dalam batin kita. Karena kita kurang menyelaraskan diri kita dengan apa yang ada diluar kita, sehingga semua menumpuk dalam benak kita jadinya kita selalu beranggapan pihak luarlah yang menyebabkan segala kekacauan kita. Karena itu naluriah kita yang selalu memiliki defense akan diri kita masing-masing. Tidak ada musuh yang nyata selain dir kita sendiri. Kalah menang itu hal biasa, yang ada kita mau berdamai dengan diri sendiri sehingga kita mampu bersahabat baik dengan diri kita sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading :)