Berawal dari sebuah keinginan dan pada akhirnya ada sebuah
jalan yang membawa mimpi itu menjadi sebuah kenyataan. BROMO. Dari dulu hanya
melihat dari layar kaca dan mendengar dari banyak teman yang sudah berhasil
pergi kesana, atau bahkan sempat dibuat mupeng ketika harus membuka blog
orang-orang yang dengan bangganya memposting tentang BROMO dan foto-foto bahkan
cerita yang mengiringi perjalanan mereka. Dan memang benar ada pepatah yang
mengatakan, dimana ada keinginan disitu akan ada jalan yang di mudahkan. Ini adalah
sebuah perjalanan yang terencana dengan singkat namun begitu mengesankan.
Berawal
dari sebuah ide asal dan pada akhirnya menjadi sebuah rencana yang bisa
merekrut orang-orang yang juga memiliki mimpi dan keinginan yang sama. Oke,
dimulai dengan perjalanan dari Jogja dengan naik Prameks ke Solo. Dari Jogja
naik prameks yang terakhri tujuan solo pukul 19.00. Dari jogja kita berlima.
Dan disitu dimulailah kekonyolan demi kekonyolan yang tidak sengaja.
Sesampainya di solo, sungguh wao ketika setiap jalan dimudahkan. Karena diluar
perkiraan, di Solo dijemput oleh ayah salah satu teman kita. Dan transitlah
kita di rumah salah satu teman kita itu. Karena kereta yang nantinya kami naiki
berangkat jam 00.48 dan itu dari stasiun Jebres. Jadi mau tidak mau kita
transit di rumah teman kita itu. Dan waonya lagi, disitu karena dari kami belum
pada makan dan perutpun keroncongan, kita diberi makan malam. Lagi-lagi ini
diluar ekspektasi kita.
Setelah
transit, pukul setengah 12 kita berangkat ke stasiun Jebres dan sebelumnya kita
menjemput dua personil kita. Akhirnya kita ada tujuh personil dan dengan
bangganya kita memberi nama kelompok bermain kita EKSCER. Apa itu EKSCER ?
Yaitu ekspedisi ceria. Niatnya dari nama itu apapun yang nanti kita hadapi
dijalan dan di lapangan kita tetap ceria. Dan nama itu akhirnya manjur juga.
Dan waktupun menunjukkan pukul 00.48 kereta Matarmaja akhirnya datang juga.
Kesan pertama saat memasuki kereta itu, JLEGER ! Antara percaya dan tidak
percaya, ya taulah bagaimana keadaan kereta ekonominya Indonesia. Begitulah,
dengan banyak orang yang tidur disepanjang gerbong dengan beralaskan koran dan
serba tidak mengenakkan ketika pertama kali masuk. Bau yang campur aduk, tapi
yasudahlah niatnya emang backpackeran, apapun keadaannya harus tetap dihadapi.
Beruntungnya lagi kita bertujuh bisa duduk berdekatan dan tidak terpisah
walaupun ada tragedi mas boxser yang dnegan tenang dan nyantainya tidur tanpa
peduli kalau didepannya ada tida cewek yang duduk berhadapan dengan bangkunya.
Ah masa bodoh dengan mas boxser, sampai di tujuanpun akhirnya masnya baru
bangun dan tersadar kalau disekelilingnya kita tujuh cewek. Beuh.
Oya,
dan entah apa rencana Tuhan, perjalanan pertama kita ini tepat tanggal 15
September. Dan yang mengesankan lagi, baru pertama kali saya meniup api
langsung dari korek sambil diiringi lagu happy birthday dan itu tengah malem di
stasiun. Dan harus bilang wao untuk sesuatu yang berbeda dan menjadi pertanda
memasuki gerbang angka 20. Thanks God.
Dan
perjalanan menuju Malangpun di mulai. Di kereta tidak ada suara lagi, karena
kita memang menghemat tenaga untuk besok membolang di Malang dan memang
tempatnya tidak mendukung untuk bercengkerama lebih lagi. Pim pim pim. Suara
kereta mengiringi perjalanan kita kurang lebih 7 jam. Dan setelah bergelut
dengan kebosanan di kereta akhirnya kita sampai juga di stasiun Malang kota
pukul 8 kurang.
Welcome
Malang ! Tanpa menunggu lama lagi kita langsung memutuskan untuk mencari
informasi untuk tiket pulang. Dan setelah bertanya sana sini dan menunggu
lumayanlah lama dan sempet dijudesin mbak penunggu loketnya akhirnya kita baru
sadar ternyata tiket kereta ekonomi tujuan Jogja untuk hari Minggunya sudah
habis terjual sampai tanggal 20. Daaan, Jleger lagi. Sambil berembung untuk
kepulangan kami esoknya, kami sempet sarapan dengan perbekalan seadanya kita
dan tidak hanya itu saya sempatlah ngecharge walaupun hanya satu strip dan pas
juga hp lagi rame-ramenya. Ceile. Finally, kita memutuskan untuk pergi ke
terminal mencari tiket bus untuk kepulangan kita. Dan pasnya lagi waktu nunggu
di stasiun kita sempat ngobrol dengan bapak-bapak yang memberi tahu tentang
terminal Arjosari dan transport kesana. Naik angkotlah kita. Bener-bener angkot
di Malang itu pada fleksibel, tahu kalau kita rombongan langsung cus aja di
angkut tanpa menunggu lama lagi. Eits, mau di bohongin ni kita soal tarif.
Karena kita udah tahu dulu kalau bayarnya hanya 3000 akhirnya tidak jadi kita
dibohongin untuk membayar 5000.
Terminal
Arjosari. Cukup lama kita ada di terminal. Tanya sana sini dan akhirnya tiket
pulangpun sudah ditangan yaitu bus Rosalia Indah. Bersyukurlah, agak mewah.
Uuups. Dan kiat merombak rencana awal kita yang awalnya ingin muter-muter dulu
di Malang. Tapi ternyata waktu dan kondisi tidak memungkinkan karena sudah
siang juga dan usut punya usut akses menuju Bromo itu jauh kalau dari malang.
Setelah berpikir dan berunding cukup lama akhirnya kita memutuskan untuk
mencarter mobil. Karena jika dipikir akses menuju Bromo kalau ke Purbolingga
dulu harus ditempuh 2 jam perjalanan dan habis itu harus lanjut naik kendaraan
yang membawa kita ke terminal Bromonya. Dan setelah membandingkan harga dan
tawar menawar mati-matian akhirnya kita menyewa mobil ya keadaannya memang
seadanya. Sebelumnya kita mencari sarapan sekaligus makan siang untuk menganjal
perut kita yang sudah keroncongan. Dan kita menemukan soto kaki lima yang dekat
dengan terminal dan rasapun juga seadanya karena sebanding dengan harganya.
Akhirnya sekitar pukul setengah 12 kita cus menuju Bromo.
Sepanjang
perjalanan dari terminal Arjosari ke Bromo hanya keheningan yang tercipta.
Karena sebelumnya sudah pada minum antimo dan langsung pada tertidur waktu
mulai perjalanannya. Dan waktu itu Malang lagi cucok dengan kombinasi antara
panas, macet dan ah begitulah. Tapi ditahanlah, itung-itung uji kesabaran juga.
BROMOOOOOO.
WE’RE COOMING ! Akhirnya sampai juga di Bromo walaupun sempet berhenti di jalan
karena mobilnya mogok dan beruntungnya bisalah sekalian foto-foto di pinggir
jalan, dan pemandangannya itu tidak bisa dibantah lagi indahnya. Dan
beruntungnya lagi pas mogok itu kita bertemu dengan mas-mas yang mau
mengantarkan kita mencari tempat penginapan walaupun itu diajak muter-muter
dengan tawar menawar yang mati-matian akhirnya dapetlah kita penginapan yang diluar
perkiraan kita karena sudah terhitung bagus walaupun di atas buget kita.
Ini
belum perjuangan menyewa hartop untuk mendaki ke Penajakan buat liat sunrise.
Dan dalam proses pencarian persewaan itu sapai muter-muter dan memutar otak
karena harus disesuaikan dengan buget awal kita, jangan sampai ini melebihi apa
yang sudah dianggarkan dari awal. Akhirnya kita memutuskan untuk menyewa hartop
yang di rekomendasikan mas-mas yang mengantar kita mencari penginapan walaupun
kita harus nambah anggaran. Tapi yasudahlah, masak iya sudah sampai Bromo harus
menyia-nyiakan kesempatan, begitu mikir kita saat itu.
Daaan,
pagi haripun datang. Sekitar pukul 03.30 bapak yang entah siapa namanya lupa
akhirnya menghampiri kita ke penginapan. Setelah besiap-siap. Kitapun meluncur
ke Pananjakan. Daan, perjalananpun mampu menguji adrenalin siapapun yang
melewati jalanan yang amat sangat bikin jantung pengen nari balet. Tenyata
sampainya di Pananjakan sudah kayak pasar pagi, banyak orang-orang yang ingin
melewatkan momen sunrise. Apalagi sih yang memang dicari ke Bromo kalau salah
satunya bukan sinrise itu. Awalnya kami bertujuh ikut berdesak-desakan dengan
puluhan atau bahkan ratusan, ah terlalu berlebihan. Tapi yang pasti spotnya
udah pada dibooking orang-orang yang ingin mengabadikan kedatangan sang Fajar
dengan kamera mereka masing-masing. Awalnya memang kita berada dibagian
belakang, Tuhan memang sangat berbaik hati pada kita saat itu. Akhirnya tepat
matahari muncul, kami bertujuh sudah berada di barisan depan langusng menghadap
ke matahari yang mulai menampakkan sinarnya. Wuuuiiiih. Puji Tuhan, dan
lagi-lagi harus dan wajib bilang WOW !
Oya,
seperti pesan bapak hartopnya kalau sudah selesai liat sunrisenya mending
langusng kembali ke parkiran hartop untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya.
Karena jalan turunnya akan macet, dan kalau macet itu bisa satu jaman sampai ke
savana dan ke kawah Bromonya. Akhirnya kitapun langusng cus dan sampainya
dijalan sempat berhenti sebentar buat foto yang viewnya sungguh indah buanget
pake nget lagi. Hahaha.
Dan
sampailah kita ke savana dan kawah Bromonya. Sungguh ini harus dan wajib lagi
bilang WOW. Pemandangannya seperti sebuah lukisan yang mungkin kalau dijual
muahal pake banget. Tapi itu nyata dan bener-bener dihadapan kita saat itu juga.
Ini sungguh momen yang luarbiasa. Akhirnya kita berhenti dan foto-foto sambil
menikmati pemandangan sepuasnya.
Selanjutnya
yaitu pasir berbisik. Kenapa dinamakan dengan pasir berbisik ? Katanya dulu ada
film yang dibuat disitu kalau nggak salah pemainnya Cristine Hakim dimana judul
filmnya itu ya pasir berbisik. Jadinya tempat itu lebih dikenal dengan pasir
berbisik. Tapi imajinasi kita masing-masing membawa pada tempat di luar negeri
yang biasa buat tempat kejar-kejaran para penjahat dan semacamnya. Dasar
imajinasi yang nggak tahu rambu bawaannya imajinasi kalau kita lagi diluar
negeri saja. Padahal kita masih di Bromo. Hahaha.
Singkat
cerita, setelah itu kita balik ke penginapan untuk segera packing. Saat yang
lain packing dan bersih-bersih badan, yang lain makan nasi bungkus yang kita
beli di warung dekat penginapan. Dan, akhirnya kitapun cus balik ke Malang.
Byeeee, Bromo. See you soon.
Belum
selesai ni cerita kita sesampainya di terminal Arjosari. Seperti yang
direncanakan sebelumnya, karena bus yang akan membawa kita balik ke Yogyakarta
masih jam 19.00. Dan saat itu masih pukul 13.00 jadinya kita nanya-nanya tempat
yang bisa kita singgahi setidaknya untuk menghabiskan waktu dan membeli
oleh-oleh. Karena tanya sana sini dan ternyata tempat wisata di Malang itu terpusat
di Batu akhirnya kita memutuskan hanya membeli oleh-oleh yang bisa dijangkau
dengan angkot dari terminal. Yasudah, oleh-oleh sudah ditangan. Dan sudah
bingung mau kemana lagi. Eh pas di Malang ni, tiba-tiba pengen makan bakwan
kawi malang yang biasa terkenal di Jogja. Tapi kenyataannya di Malang aja nggak
ada tu yang namnaya bakwan Malang, adanya bakso biasa. Setela muter-muter nanya
sana sini dan nyari-nyari akhirnya kita tanpa punya rasa malu makan bakso di
terminal dan ngesot dijalanan serasa jalanan milik kita bertujuh. Hahaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thankyou for reading :)