Minggu, 21 Oktober 2012

Psikologi Lintas Budaya


Apa itu psikologi lintas budaya ? Psikologi lintas budaya adalah studi ilmiah tentang perilaku manusia dan transmisinya (penyampaiannya) dengan melihat bagaimana perilaku tersebut dibentuk dan dipengaruhi oleh nilai sosial dan nilai budaya (Segall, Dasen, Berry, dan Poortinga, 1990). Psikologi lintas budaya dianggap sangat penting dewasa ini. Mengapa ? Seperti yang kita ketahui Indonesia memiliki berbagai macam kultur dan budaya seperti semboyan bangsa kita yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Walaupun Indionesia kaya dengan berbagai macam suku, budaya, bahasa, agama dan apapun namun tetap satu jua yaitu Bangsa Indonesia dan disatukan oleh bahasa Indonesia.

Apa sih sebenarnya tujuan dari psikologi lintas budaya sendiri ? Yah selain untuk mempelajari keutuhan dari penggabungan dari keanekaragaman budaya, psikologi lintas budaya juga dapat menguji generalisasi teori dan pengetahuan terhadap psikologi yang sudah ada. Selain itu juga untuk menjelajahi budaya lain untuk menemukan variasi psikologis yang tidak dapat dijumpai dalam budaya sendiri yang juga terbatas. Yang paling penting yaitu usaha untuk menyusun dan mengintegrasikan psikologi yang beranekaragam sehingga muncul psikologi yang universal.

Dengan keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh setiap daerah ataupun negara akan ada dampak yang bisa dilihat dengan gamblang. Pembentukan identisa. Pembentukan identitas itu perlu pemahaman atas konteks historis dan sosial dari etnistas dan ras : ada adat, keyakinan, pengalaman alkulturasi, perbedaan liguistik, perbedaan struktur keluarga. Karena sejatinya setiap kelompok itu memiliki sejarah yang unik. Dengan begitu identitas adalah untuk mengetahui siapa diri, posisi dalam sistem kehidupan mikro, meso, ekso, dan makro. Contohnya seperti ini, anak merupakan produk dari keluarga. Karena anak yang terlahir dari keluarga satu dnegan keluarga yang lain akan berbeda-beda dalam proses perkembangannya, karena setiap keluarga memiliki cara pengasuhan dan pola norma yang berbeda-benda. Dengan demikian jika seorang anak yangd ari kecil dibiasakan untuk mandiri, kemungkinan remaja dan dewasanya, ia akan menjadi sosok yang tidak tergantung akan orang lain. Hal ini dikarenakan adanya pembentukan identitas dari awal di keluarga si anak tersebut. Inilah yang kemudian di internalisasi oleh anak tersebut hingga remaja bahkan dewasa dan tua.

Selain adanya pembentukan identitas dari keluarga, seseorang juga tinggal ditenggah kelompok. Dimana pembentukan identitas juga dipengaruhi oleh kelompok etnik dan ras, dimana seseorang akan mengidentifikasikan kelompok mana yang lebih disukai, dan sikap yang bagaimana yang harus ditunjukkan seseorang pada kelompoknya dan kelompok mayoritas. Hal ini yang disebut dengan etnisitas. Namun, ketika perbedaan cara pandang mempengaruhi diri dan identitas  seseorang ditengah kelompoknya maka akan muncul fanatisme pada diri orang tersebut. Contohnya, konflik antar kelompok terjeadi karena individu merasa menjadi nagioan dari satu kategori dan tidak pada kategori yang lainnya. Misal, seseorang lebih merasa sebagai mahasiswa UGM (ketika bersama dengan mahasiswa dari universitas lain) daripada sebagai sesama orang Jawa (yang juga ada pada universitas lain. Hal ini yang kadang menimbulakn kefanatikan akan suatu kelompok.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas. Bagiaman nantinya dinamika masyarakat itu berjalan semuanya bermula dari individu yaitu anak yang dibesarkan dalam sebuah keluarga. Ketika berbicara tentang anak dan keluarga ini erat kaitannya dengan proses pengasuhan anak. Kesimpulan dari penelitian J.W Whiting dan Child (19530 mengatakan bahwa cara mendidik anak dalam beberapa aspek berkaitan dengan masalah perilaku dan cara mendidik anak berbeda disetiapkebudayaan. Perkembangan pada bayi itu sendiri bisa dilihat dari tiga macam perkembangan yaitu phylogenic approach, cultural approach, dan otogenic approach.

Apa itu phylogenic approach? Membandingkan manusia dengan spesies lain dalam skala phylogenic. Perkembangan psikologis dipelajari misal : attachment, maternal care, penyapihan, dan lain-lain. Sedangkan Holocultural approach dapat dilihat dari pendekatan holocultural yang memberikan bukti untuk generalisasi yang luas tentang hubungan aktivitas ketahanan ekonomi dan cara pengasuhan anak. Contoh penelitian Whiting tentang cara menggendong anak dalam hubungannya dengan suhu tahunan. Dan yang terakhir yaitu psychological approach yang bertujuan mengamati, menggambarkan, dan mengukur perilaku individual (terutama pada ranah psikomotor) dalam berbagai setting lapangan. Seperti yang diketahui dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa perkembangan bayi tidak dapat lepas dari pengaruh lingkungan.

Kita tidak bisa lepas dari lingkungan dimana kita tinggal. Dengan begitu mau tidak mau ada nilai, ada norma dan ada kolektifitas ataupun individualisme. Dengan adanya dinamika dalam kelompok itu diperlukan sebuah soisalisasi untuk lebih bisa beradaptasi dnegan lingkungan dimana kita tingggal. Sosialisai perilaku berkaitan dengan berbagai faktor kultural, misalnya stratifikasi sosial dan faktor ekologis, misal ketahan sosial dan kepadatan populasi. Hal itu juga bisa dilihat dari tiga sudut pandang yang berbeda. Yang pertama karena stereotipe gender, misalnya anak-anak mendapatkan melalui proses enkulturasi dan sosialisasi dalam masyarakat. Yang kedua, ideologi peran-seksual, misalnya keyakinan tentang seperti apa yang harus dilakukan oleh laki-laki atau perempuan, ada perbedaan antara masyarakat tradisioanl dan egalitarian. Dan yang terakhir yaitu karakteristik psikologis, misalnya kemampuan kognitif (pada literatur barat), konformitas dan agresi.

Semua aspek seperi individu, norma, nilai, sosialisasi, pengasuhan pada akhirnya tercakup dalam lingkup yang lebih besar dan universal yaitu budaya. Banyak pengertian tentang budaya karena bisa dilihat dari definisi deskriptif, historis, normatif, psikologis, struktural dan genetik. Semua definisi itu memandang arti budaya dari sudut pandang yang berbeda.

Pada dasarnya lintas budaya adalah untuk mempelajari budaya yang bersebrangan dan berbeda. Dengan dasar itu akan ada interkulturasi yang harus dipahami untuk lebih bisa mengetahui persamaan dan perbedaan antara budaya satu dnegan budaya lainnya. Turis menjadi salah satu contoh kelompok yang mengalami kontak interkultural. Dimana turis itu sendiri menurut Worl Tourism Organisation adalah “pengunjung yang tinggal lebih dari 24 jam di tempat yang jauh dari rumah dan yang insentif dari perjalanannya adalah hal selain finansial”. Psikologi banyak menyumbang pemahaman terutama dalam hal pengalaman turis dari prespektif individual, dna mengukur pengaruh tirisme pada interaksi interkultural dan hubungan antar kelompok.  Turis itu sendiri memiliki faktor-faktor sendiri mengapa mereka melakukan perjalalanan, dimana faktor pendorong itu antara lain pemandnagan alam, sport dan seks,  dan sedikit motif tentang belajar budaya. Tidak sedikit pula turis yang mengalami pengalaman stressful karena harapannya tidak realistik, dan juga adanya pengalaman culture shock.

Tidak hanya turis saja yang menjadi objek dalam konteks interkultural karena ada juga pelajar internasional. Banyak dari kita yang memiliki keinginan untuk bersekolah di luar negeri dan bahkan mungkin sudah menjalaninya saat ini. Tinggal di negara orang dnegan budaya yang terntunya berbeda dahn harus beradaptasi untuk tetap bertahan di tempat itu demi sebuah tujuan.  Yang harus kita ketahui bahwa pelajar luar negeri menjadi bagian dari industri ekpor, dimana mereka menyumbang banyak secara finansial pada negara tujuan. Bukan hanya turis dan pelajar internasional saja banyak kelompok-kelompok lain yang mengalami interkultural misalnya pelaku bisnis internasional,  imigran dan pelarian.

Tidak sedikit hasil dari kontak interkultural itu menyebabkan adanya berbagai masalah ataupun persinggungan yang sadar dan tidak sadar terjadi dan hal itu dikategorikan dalam 4 kategori, yaitu genocide, asimilasi, segregasi atas out-group oleh in-group, dan intergritas. Yang akian dibahas disini yang sangat erat kaitannya dengan pemasalahan indonesia belakangan ini, yaitu asimilasi. Apa itu asimilasi ? Asimilasi merupakan istilah digunakan untuk menggambarkan “pencaplokan” suatu budaya oleh budaya lain. Seperti yang marak belakangan ini, misalnya pengklaiman tari Tor-tor yang sudah jelas-jelas miliki masyarakat Indonesia khususnya Medan diaku sebagai budaya Malaysia. Disaat seperti ini terlihat jelas bahwa masyarakat Indonesia sendiri tidak menjaga dengan baik apa yang menjadi warisan dari nenek moyang, tatapi kalau dsudah menjadi masalah seperti diklaim oleh Malaysia barulah marak dibicarakan dan rasa nasionalismepun menjadi dipertanyakan.  Selain itu ada genocide yaitu pembunuhan oleh satu kelompok yang biasanya merupakan mayoritas atau mempunyai sumber teknologi yang superior terhadap semua anggota dari kelompok lain. Misalnya, pembunuhan massal oleh Nazi.

Ada banyak persamaan dan perbedaan budaya yang dimiliki oleh setiap kelompok.  Pengenalan budaya itu sendiri melalui berbagai proses yang berbeda sehingga mampu diinternalisasi oleh orang yang ada dalam kelompok tersebut.  Enculturation adalah pengenalan budaya karena individu dilingkupi oleh budayanya. Penyerapanpun tidak selalu terjadi secara sengaja atau didaktis melainkan sering kali terjadi tanpa pembelajaran khusus.  Sosialisasi adalah proses pembentukan secara sengaja, melalui bimbingan pada individu. Hasil dari enculturation dan sosialisasi adalah kesamaan perilaku dalam budaya dan perbedaan perilaku antarbudaya, dan hal ini merupakan mekanisme penting yang berpengaruh terhadap kesamaan dan perbedaan karakteristik psikologis dalam level individu. Sedangkan acculturation adalah perubahan kultural dan psikologis yang terjadi karena kontak dengan orang-orang yang berasal dari budaya lain yang memunculkan budaya yang berbeda.

Setelah mengetahui apa saja yang menjadi dinamika kita dalam masyarakat tidak ada salahnya jika mulai sekarang kita belajar untuk mencintai apa yang menjadi budaya kita dan melestarikannya. Jangan sampai keaslian budaya yang kita miliki tergerus oleh budaya luar yang menghilangkan jati diri kita sebagai bangsa yang mandiri, bebas dan multikultural. Karena itu yang sebenarnya menjadi aset kita dalam menjaganya sebagia sebuah aset yang tak ternilai harganya. Dan yang lebih harus dipahami lagi, setiap orang terlahir, dibesarkan dan berproses dari latar belakang budaya yang berbeda dan tidak diragukan lagi kalau setiap orang itu harus dipahami karena memiliki sebuah individual differencess. Walaupun jika ingin digeneralisasikanpun variabel perbedaan antara satu orang dnegan orang lain itupun akan tetap selalu ada. So, mulai sekarang mari belajar untuk saling menghargai perbedaan yang ada. Karena dengan perbedaan itu kita akan menjadi tahu dan lebih mengerti apa itu kebersaan. Bahkan pelagipun terdiri dari warna-warna yang berbeda. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, ungu, dan beranekaragam lagi. Namun hal itulah yang menjadikan pelagi indah karena terdegradasi dari berbagai macam warna yang berbeda. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading :)