
Kodratnya kita terlahir di dunia ini serupa dengan gambaran yang memang sudah disesuaikan dengan kita kelak. Akan menjadi apa nantinya kita, bagaimana kita nantinya, dan apa kita nantinya, semua itu sudah direncanakan dari awal. Dan apapun itu semua memang indah untuk kita. Tapi bukan manusia kalau tidak mengeluh. Kita terlampau sering mencoba mencari kekuarangan yang ada pada diri kita tanpa mengandalkan apa yang menjadi kelebihan dalam diri kita. "Aku kurang ini, aku tidak bisa ini, aku salah ini "semua mengatas namakan aku dan aku. Sampai kapan kita akan mencerca diri kita sendiri dengan segala hal yang ingin kita tampilkan sempurna di depan orang ? Haruskah kita menjadi orang lain untuk tampil memukau di depan orang lain.
Kadang esensi menjadi diri sendiri terasa semakin kabur karena kita terlampau sering mengkritik diri kita sendiri dengan segala kekuarangan yang dirasa sangat menghambat untuk meaktualisasikan diri kita. Ini berhubungan dengan self-esteem yang kita miliki. Penghormatan akan siapa diri kita sendiri terlihat rancu kalau kita terlalu memburu dan mendesak diri kita sendiri tampil sesempurna mungkin di depan orang. Banyak orang berlomba-lomba bahkan merasa kalau dunia ini kontes kecantikan yang selalu berusaha menampilkan fisik dan apa yang terlihat dari luar itu bisa memikat siapapun yang melihatnya. Namun, dimana esensi dari hatinya ? Mereka rela melakukan apapun, bahkan ada yang rela mempermak seluruh bagian tubuhnya untuk tampil sesempurna mungkin seperti yang dia inginkan hanya untuk mendapatkan pujian ataupun sebuah sanjungan yang nantinya hanya akan menghantarkan pada sebuah kecongkakan yang jika itu terlampau tinggi akan menjatuhkan dirinya sendiri.

Ada sebuah cerita yang mengisahkan seorang gadis yang bernama Lisa, dia hidup bersama dengan ibu dan ketiga adiknya. Dia anak pertama dari empat bersaudara. Dari kecil dia terbiasa hidup mandiri. Ayahnya yang sudah meninggal membuat dia mau tidka mau harus membantu mamaknya membantu menghidupi keluarga dan ketiga adiknya. Dari segi fisiknya Lisa berbeda dnegan adik-adiknya yang tampan dan cantik. Namun karena semangat dan kerja kerasnya, dia bisa membantu mamak menyekolahkan adik-adiknya menjadi orang-orang sukses dan terkenal. Namun tidak seperti Lisa yang hidupnya hanya berdua dengan ibunya karena adik-adiknya sudah berkeluarga dan hidup merantau mencapai mimpi-mimpi mereka. Disaat adik-adiknya sudha menikah, Lisa masih belum mengakhiri masa lajangnya. Karena dia ingin menemani mamak. Walaupun keluarganya sudha berusaha menjodohkan Lisa dnegan kenalan ataupun kerabat-kerabat adik-adiknya yang masih lajang juga. Namun semua yang di jodohkan dengan Lisa mendur karena menganggap Lisa tidak cantik dan jauh dari level mereka. Hingga akhirnya Lisa dipanggil Tuhan karena sakit keras.
Banyak hal yang diajarkan dari kisah Lisa ini. Kadang kecantikan itu tidak hanya tampak dari wajah semata. Wajah adalah cantik yang kasat mata. Namun apa yang kasat mata itu tidak akan abadi. Semua itu hanya sementara. Apakah jika kita nanti sudah tiada wajah kita saja yang akan terkenang dihati orang-orang ? Bukankah wajah itu terkenang selamanya jika kita mengikutsertakan kasih yang pernah kita bagi dengan sesama kita ? Ini tinggal bagaimana kita melihat dan mempresepsikannya. Cantik itu relatif, namun kasih itu mutlak. Nobody perfect. Tinggal kacamata mana yang akan kita pakai ketika kita ingin menilai orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thankyou for reading :)